2014
Saya Selalu Mengingat Dia
Januari 2014


Untuk Kekuatan Remaja

Saya Selalu Mengingat Dia

Larry M. Gibson

Cara kita menguduskan hari Sabat merupakan manifestasi lahiriah dari perjanjian kita untuk senantiasa mengingat Yesus Kristus.

bishop and deacon standing by the sacrament table

Ilustrasi oleh Ben Sowards

Saya ingat, sebagai anak lelaki yang berusia 11 tahun, dengan khidmat dipandu oleh uskup saya ke dalam gedung Gereja di gedung lingkungan baru kami, di mana dia duduk bersama saya di depan meja sakramen. Dia mengatakan, “Anda tahu, Larry, Anda akan segera ditahbiskan pada jabatan diaken dalam Imamat Harun. Apakah Anda menyadari apa berkat dan tugas khusus itu?” Dia mengatakan kepada saya bahwa saya akan memiliki tanggung jawab sakral untuk bertindak sebagaimana yang Juruselamat lakukan dalam menyediakan lambang-lambang kudus sakramen kepada mereka dalam jemaat kita. Saya terharu dengan besarnya pemanggilan imamat yang saya terima.

Uskup saya meminta agar saya menghafalkan dua doa sakramen itu dan memikirkan bagaimana itu masuk ke dalam hidup saya. Dia mengatakan bahwa saya harus berusaha melakukan hal-hal yang doa sakramen minta kita masing-masing untuk lakukan jika saya harus bertindak bagi Juruselamat dalam menyediakan sakramen kepada orang lain. Setelah saya pulang ke rumah, ayah saya menolong saya mencari doa sakramen baik dalam Ajaran dan Perjanjian (20:76–79) maupun dalam Kitab Mormon (Moroni 4; 5). Saya membacanya dengan saksama untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya mendengarkan dengan cermat sewaktu itu diucapkan di Gereja. Saya merenungkan kata-kata sewaktu roti diedarkan, namun dampak penuh dari perjanjian sakramen menjadi nyata ketika saya mendengarkan kata-kata ini dalam pemberkatan untuk air: “bahwa mereka selalu mengingat-Nya.” Saya bertanya kepada diri sendiri, “Apakah saya selalu mengingat-Nya? Apakah artinya selalu? Bagaimana saya dapat selalu mengingat-Nya?” Setiap kali saya mendengar doa-doa sakramen sakral itu saya tergerak untuk merenungkan pertanyaan yang sama ini.

Cara kita menguduskan hari Sabat merupakan manifestasi lahiriah dari perjanjian kita dengan Bapa Surgawi untuk senantiasa mengingat Yesus Kristus. Hari Sabat hendaknya menjadi landasan bagi pengingatan kita akan Dia selama enam hari lainnya dalam seminggu.

Minggu adalah hari untuk memperlambat, jeda, dan mengingat. Kita menghadiri pertemuan-pertemuan Gereja kita; memikirkan kekuatan, berkat-berkat, dan kekurangan kita; mencari pengampunan; mengambil sakramen; dan merenungkan penderitaan Juruselamat mewakili kita. Kita berusaha untuk tidak terganggu dengan apa pun yang akan mencegah kita dari menyembah Dia, karena “pada hari ini,” sebagaimana Tuhan telah berfirman, “engkau hendaknya tidak melakukan hal lain” (A&P 59:13). Kegiatan apa pun yang kita ikuti selama hari Sabat hendaknya selaras dengan semangat mengingat Kristus. Jika apa pun yang kita lakukan pada setiap bagian dari hari Sabat menjauhkan kita dari mengingat Juruselamat dan melayani di hari Sabat sebagaimana Dia akan melayani, maka mungkin kita hendaknya memikirkan kembali apa yang kita lakukan. Ingatlah, Sabat adalah suatu hari yang ditetapkan tidak hanya “untuk beristirahat dari kerjamu” namun juga “untuk mengabdi kepada Yang Mahatinggi” (A&P 59:10).

Kita harus merencanakan kehidupan kita sedemikian rupa sehingga tidak ada alasan untuk mengambil dari kekudusan bagian apa pun dari hari Tuhan. Itu adalah hari untuk melakukan urusan-Nya, hari di mana seluruh hidup kita dapat diberkati dan diperbarui dengan memiliki pengalaman-pengalaman sakral secara individu dan bersama keluarga kita. Itu adalah hari untuk pengayaan roh kita.

Luangkan beberapa saat hari ini dalam menciptakan rencana-rencana bermakna akan segala sesuatu yang akan Anda lakukan untuk benar-benar menjadikan hari Sabat sakral dan hari kudus dalam kehidupan Anda. Kemudian tindakilah rencana Anda.

Ingatlah janji menakjubkan Tuhan kepada mereka yang dengan benar menghormati hari Sabat: “Dan sejauh kamu melakukan hal-hal ini dengan ungkapan terima kasih, dengan hati dan air muka yang riang, … kegenapan bumi adalah milikmu” (A&P 59:15–16). Mampukah kita untuk melupakan berkat-berkat ini dalam kehidupan kita dan dalam kehidupan anggota keluarga kita?

Saya percaya dalam menghormati hari Sabat. Saya dengan berani namun rendah hati memberikan kesaksian bahwa menguduskan hari Sabat adalah sebuah perintah dari Allah kita, yang hidup dan mengasihi kita masing-masing. Saya bersaksi bahwa jika kita mau mengikuti dan menjalankan mandat ilahi untuk menguduskan hari Sabat, Tuhan, sebaliknya, akan memberkati kita, mengarahkan kita, dan mengilhami kita dalam mengatasi masalah yang menghadang kita.