2015
Peran Sebagai Ayah—Tujuan Akhir Kekal Kita
Mei 2015


Peran sebagai Ayah—Tujuan Akhir Kekal Kita

Semoga kita masing-masing menikmati kegenapan berkat Ayah dalam kehidupan ini dan penggenapan dari pekerjaan-Nya serta kemuliaan-Nya dengan menjadi ayah bagi keluarga kita untuk kekekalan.

Ayah saya mengajari saya pelajaran penting ketika saya masih muda. Dia merasa bahwa saya menjadi terlalu terpikat oleh hal-hal duniawi. Ketika saya mempunyai uang, saya segera menghabiskannya—hampir selalu untuk diri saya sendiri.

Painting of a father talking to son in front of window with a view of the city below

Suatu siang dia mengajak saya membeli beberapa sepatu baru. Di lantai dua pertokoan, dia mengajak saya melihat keluar jendela bersamanya.

“Apa yang kamu lihat?” tanyanya.

“Gedung, langit, orang” adalah jawaban saya.

“Berapa banyak?”

“Banyak!”

Dia kemudian mengambil koin ini dari kantungnya. Saat menyerahkannya kepada saya, dia bertanya, “Apa ini?”

Saya segera mengetahuinya: “Satu dolar perak!”

Menggunakan pengetahuannya tentang kimia, dia berkata, “Jika kamu melebur dolar perak ini dan mencampurnya dengan bahan yang tepat, kamu akan mendapatkan nitrat perak. Jika kita melapisi jendela ini dengan nitrat perak, apa yang akan kamu lihat?”

Saya tidak punya gagasan, maka dia berjalan bersama saya ke cermin seukuran badan dan bertanya, “Sekarang apa yang kamu lihat?”

Father and son looking in a mirror at a clothing store.

“Saya melihat diri saya.”

“Tidak,” dia menjawab, “Apa yang kamu lihat adalah perak memantulkan bayanganmu. Jika kamu berfokus pada perak, semua yang akan kamu lihat adalah diri kamu sendiri, dan seperti sebuah tabir, itu akan mencegah kamu melihat dengan jelas tujuan akhir kekal yang Bapa Surgawi persiapkan hanya untukmu.”

“Larry,” dia melanjutkan, “‘Jangan mencari hal-hal dari dunia ini tetapi carilah … dahulu … kerajaan Allah, dan untuk menegakkan kebenaran-[Nya] semuanya itu akan ditambahkan kepadamu’” (Terjemahan Joseph Smith, Matius 6:38 [dalam Matius 6:33, catatan kaki a]).

Dia memberi tahu saya untuk menyimpan dolar ini dan jangan pernah menghilangkannya. Setiap kali saya melihatnya, saya memikirkan tentang tujuan akhir kekal yang Bapa Surgawi miliki bagi saya.

Saya mengasihi ayah saya dan bagaimana dia mengajari saya. Saya ingin menjadi seperti dia. Dia menanamkan dalam hati saya hasrat untuk menjadi ayah yang baik, dan harapan terdalam saya adalah agar saya hidup sesuai teladannya.

Nabi terkasih kita, Presiden Thomas S. Monson, telah sering kali mengatakan bahwa keputusan kita menentukan tujuan akhir kita dan memiliki konsekuensi kekal (lihat “Decisions Determine Destiny” [api unggun Church Educational System, 6 November 2005], 2, lds.org/broadcasts).

Maka, tidakkah kita hendaknya, mengembangkan visi yang jelas mengenai tujuan akhir kekal kita, khususnya yang Bapa Surgawi ingin kita capai—peran kekal sebagai ayah? Biarlah tujuan akhir kekal kita mengarahkan semua keputusan kita. Terlepas dari seberapa sulit keputusan yang kita buat, Bapa akan mendukung kita.

Saya mempelajari tentang kuasa dari visi semacam itu ketika saya bergabung bersama putra saya yang berusia 12 dan 13 untuk kompetisi 50/20. Kompetisi 50/20 mencakup berjalan kaki 50 mil (80 kilometer) dalam waktu kurang dari 20 jam. Kami memulai pukul 21.00 dan berjalan sepanjang malam itu dan hampir seluruh hari berikutnya. Itu merupakan 19 jam yang melelahkan, namun kami berhasil.

Ketika kembali ke rumah, kami benar-benar merangkak masuk ke dalam rumah, di mana istri dan ibu yang hebat telah menyiapkan makan malam yang luar biasa, yang tidak kami sentuh. Putra saya yang lebih muda pingsan di sofa, benar-benar kelelahan, sementara putra yang lebih tua merangkak ke bawah menuju kamar tidurnya.

Setelah istirahat saya yang penuh rasa sakit, saya menemui putra saya yang lebih muda untuk memastikan bahwa dia masih hidup.

“Kamu baik-baik saja?” Saya bertanya.

“Ayah, itu adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan, dan saya tidak akan pernah mau melakukannya lagi.”

Saya tidak berniat mengatakan kepadanya bahwa saya juga tidak akan pernah melakukannya lagi. Alih-alih, saya memberi tahu dia betapa bangganya saya bahwa dia telah menyelesaikan hal sulit semacam itu. Saya tahu itu akan mempersiapkan dia untuk hal sulit lainnya yang akan dia hadapi di masa depannya. Dengan pemikiran itu, saya mengatakan, “Nak, Ayah berjanji kepadamu. Ketika kamu pergi misi, kamu tidak akan pernah harus berjalan 80 kilometer dalam satu hari.”

“Bagus, Ayah! Maka saya akan pergi.”

Kata-kata sederhana itu memenuhi jiwa saya dengan rasa syukur dan sukacita.

Saya kemudian pergi ke bawah kepada putra tertua saya. Saya berbaring di sampingnya—kemudian menyentuhnya. “Nak, apakah kamu baik-baik saja?”

“Ayah, itu adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan dalam hidup saya, dan saya tidak akan, tidak akan pernah melakukannya lagi.” Dia memejamkan matanya—kemudian membukanya—dan dia berkata, “Kecuali, putra saya ingin saya melakukannya.”

Air mata menetes sewaktu saya mengungkapkan betapa bersyukurnya saya bagi dia. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tahu dia akan menjadi ayah yang jauh lebih baik daripada saya. Hati saya penuh karena di usia mudanya dia sudah mengenali bahwa salah satu tugas imamatnya yang paling sakral adalah menjadi ayah. Dia tidak takut akan peran dan gelar itu—gelar itu yang Allah Sendiri ingin kita gunakan ketika kita berbicara kepada-Nya. Saya tahu saya memiliki tanggung jawab untuk memelihara bara dari peran sebagai ayah yang menyala dalam diri putra saya.

Firman Juruselamat berikut memiliki makna mendalam bagi saya sebagai seorang ayah:

“Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” (Yohanes 5:19).

“Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi … sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku” (Yohanes 8:28).

Saya senang menjadi suami dan ayah—menikah dengan putri pilihan dari orangtua surgawi. Saya mengasihinya. Ini adalah salah satu bagian yang paling memuaskan dari kehidupan saya. Harapan saya malam ini adalah bahwa kelima putra saya dan saudara perempuan mereka akan selalu melihat dalam diri saya sukacita yang datang dari pernikahan, peran sebagai ayah, dan keluarga.

Para ayah, saya yakin Anda telah mendengar ucapan “Khotbahkan Injil di segala waktu, dan ketika diperlukan gunakan kata-kata” (dikaitkan dengan Santo Fransiskus dari Assisi). Setiap hari Anda mengajarkan kepada anak-anak Anda apa artinya menjadi seorang ayah. Anda meletakkan landasan bagi generasi berikutnya. Para putra Anda akan belajar bagaimana menjadi suami dan ayah dengan mengamati cara Anda memenuhi peran-peran tersebut. Sebagai contoh:

Apakah mereka tahu seberapa besar Anda mengasihi dan menghargai ibu mereka serta seberapa besar Anda mengasihi menjadi ayah mereka?

Mereka akan belajar bagaimana memperlakukan istri dan anak-anak masa depan mereka sewaktu mereka menyaksikan Anda memperlakukan mereka masing-masing sebagaimana yang akan Bapa Surgawi lakukan.

Melalui teladan Anda, mereka dapat belajar bagaimana menghargai, menghormati, dan melindungi kaum wanita.

Di rumah Anda, mereka dapat belajar untuk mengetuai keluarga mereka dalam kasih dan kesalehan. Mereka dapat belajar untuk menyediakan kebutuhan kehidupan dan perlindungan bagi keluarga mereka—secara jasmani dan rohani (lihat “Keluarga: Maklumat kepada Dunia,” Liahona, November 2010, 129).

Brother sekalian, dengan segenap energi dalam jiwa saya, saya meminta Anda untuk memikirkan pertanyaan berikut: Apakah para putra Anda melihat Anda berjuang untuk melakukan apa yang Bapa Surgawi ingin mereka lakukan?

Saya berdoa jawabannya adalah ya. Jika jawabannya adalah tidak, tidaklah terlambat untuk berubah, tetapi Anda harus memulainya hari ini. Dan saya bersaksi bahwa Bapa Surgawi akan menolong Anda.

Sekarang, Anda remaja putra, yang sangat saya kasihi, Anda tahu Anda sedang bersiap untuk menerima Imamat Melkisedek, menerima tata cara-tata cara sakral bait suci, memenuhi tugas dan kewajiban Anda untuk melayani misi penuh waktu, dan kemudian, tanpa menunggu terlalu lama, menikah di bait suci dengan seorang putri Allah serta memiliki keluarga. Anda kemudian harus memimpin keluarga Anda dalam hal-hal rohani sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus (lihat A&P 20:44; 46:2; 107:12).

Saya telah bertanya kepada banyak remaja putra di seluruh dunia, “Mengapa Anda di sini?”

Sejauh ini, tidak seorang pun menjawab, “Untuk belajar menjadi seorang ayah, agar saya dapat siap dan memenuhi syarat untuk menerima semua yang Bapa Surgawi miliki.”

Mari kita periksa tugas-tugas Imamat Harun Anda sebagaimana diuraikan dalam bagian 20 dari Ajaran dan Perjanjian. Jadilah sensitif terhadap apa yang Anda rasakan sewaktu saya mengaplikasikan tugas-tugas ini kepada pelayanan Anda dalam keluarga Anda.

“Mengajak semua [keluarga Anda] untuk datang kepada Kristus” (ayat 59).

“Mengawasi [mereka] selalu, dan berada bersama dan menguatkan mereka” (ayat 53).

“Berkhotbah, mengajar, memaparkan, mengimbau, dan membaptis” anggota keluarga Anda (ayat 46).

“Mengimbau mereka untuk berdoa dengan bersuara dan secara rahasia dan melaksanakan segala kewajiban keluarga” (ayat 47).

“Memastikan bahwa tidak ada kedurhakaan di dalam [keluarga Anda], tidak juga perilaku kasar satu sama lain, tidak juga pendustaan, pemfitnahan, tidak juga pembicaraan jahat” (ayat 54).

“Memastikan bahwa [keluarga Anda] sering bertemu bersama” (ayat 55).

Bantulah ayah Anda dalam tugasnya sebagai bapa bangsa. Dukunglah ibu Anda dengan kekuatan imamat ketika ayah tidak hadir (lihat ayat 52, 56).

Ketika diminta, “menahbiskan imam, pengajar, dan diaken lainnya” dalam keluarga Anda (ayat 48).

Tidakkah ini terdengar seperti pekerjaan dan peran dari seorang ayah?

A young man reading a a Church publication.

Memenuhi tugas-tugas Imamat Harun Anda adalah mempersiapkan Anda remaja putra untuk peran sebagai ayah. Sumber Tugas kepada Allah dapat menolong Anda belajar mengenai dan membuat rencana spesifik untuk memenuhi tugas-tugas Anda. Itu dapat melayani sebagai pedoman dan bantuan sewaktu Anda mencari kehendak Bapa Surgawi dan menetapkan gol untuk merampungkannya.

Bapa di Surga telah membawa Anda ke sini pada saat tertentu ini untuk pekerjaan khusus dan tujuan kekal. Dia ingin Anda melihat dengan jelas dan memahami apa tujuan tersebut. Dia adalah Bapa Anda, dan Anda dapat selalu berpaling kepada-Nya untuk bimbingan.

Saya tahu bahwa Bapa Surgawi peduli terhadap kita masing-masing secara individu dan memiliki rencana pribadi bagi kita untuk mencapai tujuan akhir kekal kita. Dia telah mengutus Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, untuk menolong kita mengatasi ketidaksempurnaan kita melalui Pendamaian. Dia telah memberkati kita dengan Roh Kudus untuk menjadi saksi, rekan, dan pembimbing ke tujuan kekal kita jika kita mau bersandar kepada-Nya. Semoga kita masing-masing menikmati kegenapan berkat-berkat Bapa dalam kehidupan ini dan penggenapan dari pekerjaan-Nya serta kemuliaan-Nya dengan menjadi para ayah untuk kekekalan (lihat Musa 1:39). Dalam nama Yesus Kristus, amin.