Kesempatan Istimewa Saya untuk Melayani
Sebelum pintu Bait Suci Recife dibuka untuk hari berikutnya dalam pelaksanaan tata cara-tata yang menyelamatkan, MarĂa JosĂ© de AraĂşjo yang berusia 70 tahun bangun untuk mempersiapkan diri bagi hari itu dalam pelayanan yang tidak mementingkan diri.
Untuk pergi ke bait suci, MarĂa harus melakukan perjalanan satu setengah jam dengan empat bus yang berbeda dari rumahnya di Cabo de Santo Agostinho, selatan Recife, di pantai timur laut Brasil. Namun sebelum dia dapat pergi, dia mempersiapkan makanan dan kebutuhan lainnya untuk sepupunya yang buta yang dia rawat di rumahnya.
“MarĂa adalah teladan yang baik dalam melayani sesama,” tutur Cleto P. Oliveira, pencatat bait suci. “Sejak bait suci dikuduskan pada bulan Desember 2000, dia telah dengan sukarela melayani di sini setiap hari sejak bait suci dibuka. Dia bahkan datang pada hari-hari libur.”
Dari pukul 07.00 sampai 15.00 setiap hari Selasa hingga Sabtu, MarĂa bekerja di kantin bait suci, mencuci piring dan membuat selada. Dia akan bekerja lebih lama, tuturnya, namun dengan perjalanan bus yang lama ke rumahnya, dia harus pergi pagi-pagi sekali untuk pulang sebelum malam.
Brother Oliveira mengatakan kepada MarĂa bahwa dia tidak perlu datang ke bait suci setiap hari, namun dia mengakui bahwa dia akan membutuhkan dua orang untuk menggantikannya. “Dia hanya tersenyum dan mengatakan bahwa dia telah mengabdikan hidupnya kepada Tuhan,” paparnya.
Bagi MarĂa, melayani di bait suci setiap hari merupakan sebuah kesempatan istimewa yang luar biasa.
“Bapa saya di Surga telah memberkati saya dengan kesehatan yang baik, dan gol saya adalah untuk terus datang setiap hari sepanjang kesehatan saya mengizinkan,” dia bertutur. “Saya telah membuat perjanjian untuk mengabdikan bakat dan kemampuan saya untuk melayani Tuhan. Ketika saya tiba di rumah setelah melayani di bait suci, saya tidak merasa lelah. Tuhan telah memberkati saya dengan cara itu.”
Sebelumnya, ketika melayani selama enam tahun di pusat sejarah keluarga lingkungannya, MarĂa menyelidiki garis keluarganya. Kemudian, pada sejumlah hari Sabtu pagi sebelum pergi bekerja di kantin bait suci, dia menyelesaikan pekerjaan perwakilan bait suci bagi empat generasi leluhur perempuannya. Dia juga telah menyelesaikan pekerjaan bagi empat generasi leluhur lelakinya.
Sewaktu dia mulai menyelidiki sejarah keluarganya, MarĂa merasa bahwa tugas itu adalah mustahil—terutama ketika dia tidak dapat menentukan nama-nama dari dua buyutnya. Namun suatu malam nama-nama mereka yang telah rampung dinyatakan kepadanya dalam sebuah mimpi. Pada awalnya dia bingung apakah nama-nama itu betul, namun sewaktu dia mencari di antara catatan-catatan ibunya, dia menemukan nama-nama itu dan dapat membuat hubungan keluarga yang telah melegakannya. Dia percaya mimpi datang sebagai sebuah berkat karena upaya-upayanya untuk melayani Tuhan dan anak-anak-Nya.
“Bait suci adalah hidup saya,” tutur MarĂa. “Orang-orang yang tidak datang ke bait suci kehilangan kesempatan besar dan berkat. Dengan melayani di bait suci, kita jadi memahami makna dan kuasa yang sejati dari bait suci.”