“S’perti ‘Ku Mengasihi Dirimu”
Kasih dan pelayanan adalah yang membedakan kita sebagai murid Kristus.
Saya pernah punya teman sekamar yang orangnya baik, tetapi hampir semua yang saya lakukan tampaknya membuatnya kesal. Saya berpikir, “Bagaimana mungkin saya membuatnya kesal? Saya begitu mudah untuk diajak hidup bersama. Betul?”
Karena dia tidak terlalu suka dengan saya, saya menggunakan itu sebagai dalih untuk juga tidak mengasihi dirinya. Untungnya. Saya teringat nasihat yang seorang uskup berikan dalam pertemuan sakramen sementara saya di perguruan tinggi. Saya jelas-jelas ingat nasihatnya, “Jika Anda tidak terlalu mengasihi seseorang, Anda mungkin belum cukup melayani orang itu. Jika Anda melayani seseorang, Anda akan mengasihi orang itu.”
Setelah berpikir tentang nasihat uskup saya, saya memutuskan bahwa saya perlu melayani teman sekamar ini dan menguji nasihat uskup tersebut. Saya mulai mencari cara-cara kecil untuk membantu teman sekamar saya, memperlihatkan keramahan kepadanya, dan menjadi lebih responsif terhadap apa yang dia perlukan dan inginkan.
Kemudian hampir secara langsung sebuah mukjizat terjadi! Saya belajar bahwa saya benar-benar mengasihi dia. Dia adalah seseorang yang menyenangkan, yang berbakat. Merupakan berkat bagi saya untuk berbagi apartemen dengannya. Saya takjub bagaimana pandangan saya mengenai dirinya berubah dalam waktu yang begitu singkat.
Mengasihi dan Melayani Orang Lain
Sewaktu kita menelaah Yohanes 13, kita memetik beberapa pelajaran paling bermakna yang Juruselamat ajarkan selama pelayanan duniawi-Nya, termasuk:
-
Saling melayani.
-
Saling mengasihi
Sewaktu Juruselamat dan para Rasul-Nya bertemu untuk merayakan Perjamuan Paskah, semangat dalam ruangan tersebut kemungkinan redup. Juruselamat tahu bahwa Dia akan diserahkan dan disalibkan. Saya yakin bahwa meskipun para Rasul ketika itu belum memahami makna dari peristiwa-peristiwa malam itu, mereka segera akan belajar dan lebih sepenuhnya memahami misi Juruselamat.
Setelah makan malam Yesus mengambil handuk, menuangkan air ke dalam baskom, dan membasuh kaki dari setiap pria yang hadir. Pembersihan kaki dilakukan dalam kekhidmatan dan kerendahan hati sewaktu Juruselamat tanpa diragukan menangani dengan perasaan duka karena peristiwa-peristiwa yang akan segera terjadi, termasuk pengkhianatan diri-Nya yang segera terjadi.
Petrus, tahu bahwa Yesus adalah Mesias dan Juruselamat yang dijanjikan, ingin melayani Tuhan alih-alih membiarkan Tuhan melayani dirinya. “Jikalau Aku tidak membasuh engkau,” kata Juruselamat, “engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yohanes 13:8). Kemudian Petrus bersedia memperkenankan pelayanan Juruselamat yang penuh kasih tersebut.
Setelah itu Yesus menjelaskan,
“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu;
Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13:13–15).
Yesus menginginkan Dua Belas Rasul—dan Dia menginginkan kita masing-masing—belajar bahwa kerendahan hati dan pelayanan adalah karakteristik yang layak yang hendaknya kita upayakan untuk dapatkan. Dia mengajarkan bahwa tidak seorang pun terlalu penting untuk melayani orang lain. Bahkan, salah satu hal yang membuat kita ‘besar’ adalah kesediaan kita untuk melayani dan memberi dari diri kita sendiri. Seperti Juruselamat firmankan, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Matius 23:11; lihat juga Lukas 22:26).
Mengikuti Teladan Juruselamat
Ini mengingatkan tentang pelayanan yang dilakukan setelah beberapa bencana alam yang terjadi selama bulan-bulan dan tahun-tahun yang lalu. Kita telah menyaksikan badai, gempa bumi, bencana kelaparan, dan wabah penyakit. Ada banyak laporan tentang orang-orang, meskipun dirinya sendiri menderita, yang mengurusi orang lain yang terluka, sakit, atau dalam kebutuhan yang lain.
Setelah gempa bumi di Peru menghancurkan rumah dari ribuan orang, uskup meninggalkan puing reruntuhan rumahnya sendiri dan bergegas untuk mencari tahu keadaan para anggota lingkungannya serta untuk memberkati dan menghibur kawanan kecilnya.
Sewaktu seorang ibu di Haiti meratapi kematian anggota keluarganya sendiri setelah terjadi gempa bumi, dia masih mengulurkan tangan untuk membantu menenangkan rasa takut dan menyejukkan hati orang lain yang remuk, menguatkan yang selamat serta membantu mereka mendapatkan makanan dan tempat berlindung.
Para dewasa muda di Cile bergegas untuk membantu mendistribusikan makanan dan persediaan kepada mereka yang paling terkena dampak gempa bumi di sana. Sewaktu para anggota ini melayani, wajah senang dan tangan ikhlas mereka menutupi kenyataan bahwa keadaan pribadi mereka juga genting.
Semua orang ini dan banyak yang lainnya mengikuti permohonan Juruselamat untuk “berbuat sama seperti yang telah Aku perbuat kepadamu” (Yohanes 13:15). Selanjutnya di Yohanes pasal 13 kita membaca:
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (ayat 34–35).
Apakah Anda memerhatikan betapa sering pemimpin Gereja—dari Presiden Thomas S. Monson ke Dua Belas Rasul ke presidensi, keuskupan, dan guru setempat—menyatakan kasih mereka bagi orang yang mereka layani? Kasih ini datang dari mengikuti teladan Juruselamat.
Melayani orang lain adalah cara kita memperlihatkan kasih bagi mereka. Mungkin kasih dan pelayanan adalah satu dan sama. Sesungguhnya, itulah yang membedakan kita sebagai murid Kristus.