Kisah-Kisah dari Konferensi
Belajar untuk Menjadi Patuh
Dari “Kepatuhan Mendatangkan Berkat,” Liahona, Mei 2013, 89–90.
Ketika saya sedang tumbuh, setiap musim panas dari awal Juli hingga awal September, keluarga saya tinggal di pondok kami di Vivian Park di Provo Canyon [Ngarai Provo] di Utah.
Salah seorang teman terbaik saya selama masa-masa tanpa kekhawatiran itu di ngarai adalah Danny Larsen, yang keluarganya juga memiliki pondok di Vivian Park. Setiap hari dia dan saya menjelajahi firdaus anak lelaki ini, memancing di kali dan sungai, mengumpulkan bebatuan dan harta lainnya, mendaki, memanjat, dan sekadar menikmati setiap menit dari setiap jam dari setiap hari.
Suatu pagi Danny dan saya memutuskan kami ingin mengadakan api unggun malam itu dengan semua teman ngarai kami. Kami hanya perlu membersihkan suatu tempat di padang dekat sana di mana kami semua bisa berkumpul. Rerumputan bulan Juni yang menyelimuti padang telah menjadi kering dan menusuk, yang menjadikan padang tersebut tidak cocok untuk tujuan kami. Kami mulai mencabuti rumput-rumput yang tinggi, rencananya untuk membersihkan daerah yang luas, yang berbentuk lingkaran. Kami menarik dan menyentak dengan segenap daya kami, tetapi yang bisa kami dapatkan hanyalah genggaman-genggaman kecil rerumputan yang bandel. Kami tahu tugas ini akan menghabiskan seluruh hari, dan energi serta antusias kami telah mulai meredup.
Kemudian apa yang saya pikir merupakan solusi yang tepat datang ke dalam benak usia delapan tahun saya. Saya berkata kepada Danny, “Yang perlu kita lakukan hanyalah membakar rumput-rumput ini. Kita bakar saja sebuah lingkaran di tengah-tengah rerumputan!” Dia segera sepakat, dan saya berlari ke pondok kami untuk mendapatkan beberapa batang korek api.
Agar jangan ada di antara Anda yang berpikir bahwa di usia semuda delapan tahun kami diperkenankan untuk menggunakan korek api, saya ingin menyatakan bahwa baik Danny maupun saya dilarang menggunakannya tanpa pengawasan orang dewasa. Kami berdua telah diperingatkan berulang kali mengenai bahayanya api. Namun, saya tahu di mana keluarga saya menyimpan korek api, dan kami perlu membersihkan padang itu. Tanpa berpikir dua kali, saya lari ke pondok kami dan mengambil beberapa batang korek api, memastikan tidak seorang pun melihatnya. Saya menyembunyikannya dengan cepat dalam salah satu saku saya.
Kembali ke Danny saya berlari, bersemangat karena di saku saya memiliki solusi bagi masalah kami. Saya ingat berpikir bahwa apinya hanya akan membakar sejauh yang kami inginkan dan kemudian secara ajaib akan mati sendiri.
Saya menggesekkan sebatang korek di batu dan menyebabkan rumput kering bulan Juni tersebut terbakar. Itu menyala seolah telah diguyur dengan bensin. Awalnya Danny dan saya senang sewaktu kami menyaksikan rerumputannya menghilang, tetapi segera jelaslah bahwa apinya tidak akan mati sendiri. Kami panik sewaktu kami sadar bahwa tidak ada yang dapat kami lakukan untuk menghentikannya. Api yang berkobar mulai mengikuti rerumputan liar menaiki sisi gunung, membahayakan pohon-pohon cemara dan segala yang lain di jalurnya.
Akhirnya kami tidak memiliki pilihan kecuali untuk lari mencari bantuan. Segera semua pria dan wanita yang ada di Vivian Park bergegas kian kemari dengan karung-karung basah, memukuli api dalam upaya untuk memadamkannya. Setelah beberapa jam bara terakhir yang tersisa pun padam. Pohon-pohon cemara yang tua telah diselamatkan, seperti juga rumah-rumah yang pada akhirnya akan dicapai oleh api tersebut.
Danny dan saya mempelajari beberapa pelajaran yang sulit tetapi penting hari itu—dimana yang tidak kalah penting darinya adalah pentingnya kepatuhan.
Ada peraturan dan hukum untuk membantu memastikan keamanan jasmani kita. Begitu pula, Tuhan telah menyediakan garis pedoman dan perintah untuk membantu memastikan keamanan rohani kita agar kita dapat dengan berhasil menavigasi keberadaan fana yang sering kali berbahaya ini dan kembali pada akhirnya kepada Bapa Surgawi kita.