Konferensi Umum
Memberi Kekudusan bagi Tuhan
konferensi umum Oktober 2021


10:16

Memberi Kekudusan bagi Tuhan

Pengurbanan lebih sedikit tentang “berkurban untuk” dan lebih banyak tentang “memberikan kepada” Tuhan.

Tahun lalu, saat melayani dalam Presidensi Area Utara Asia, saya menerima telepon dari Presiden Russell M. Nelson mengundang saya untuk melayani sebagai Penasihat Kedua dalam Keuskupan Ketua. Dia dengan ramah mengundang istri saya, Lori, untuk bergabung dalam percakapan. Setelah telepon selesai, kami masih dalam keadaan tidak percaya ketika istri saya bertanya, “Sebetulnya apa yang dilakukan Keuskupan Ketua?” Setelah merenung sejenak, saya menjawab, “Saya tidak tahu persis!”

Setahun kemudian—dan setelah perasaan rendah hati dan rasa syukur yang mendalam—saya dapat menjawab pertanyaan istri saya dengan pemahaman yang lebih baik. Di antara banyak hal lainnya, Keuskupan Ketua mengawasi pekerjaan kesejahteraan dan kemanusiaan Gereja. Pekerjaan ini sekarang menjangkau seluruh dunia dan memberkati lebih banyak anak-anak Allah daripada sebelumnya.

Sebagai Keuskupan Ketua, kami dibantu oleh karyawan Gereja yang luar biasa dan orang-orang lainnya, termasuk Presidensi Umum Lembaga Pertolongan, yang melayani bersama kami di Komite Eksekutif Kesejahteraan dan Kemandirian Gereja. Dalam kapasitas kami sebagai anggota komite itu, Presidensi Utama meminta saya—serta Sister Sharon Eubank, yang berbicara kepada kita tadi malam—untuk membagikan kepada Anda pembaruan tentang upaya kemanusiaan Gereja baru-baru ini. Mereka juga secara khusus meminta kami untuk menyampaikan ucapan terima kasih mereka yang sebesar-besarnya—karena, brother dan sister, Andalah yang memungkinkan upaya-upaya kemanusiaan itu terwujud.

Sumbangan kemanusiaan
Sumbangan kemanusiaan tambahan

Saat kami mengamati dengan prihatin dampak ekonomi awal dari krisis COVID-19 di seluruh dunia, kami dapat dengan mudah memperkirakan penurunan kontribusi moneter yang dapat diberikan oleh para Orang Suci. Bagaimanapun, anggota kita sendiri tidak kebal terhadap kemunduran karena pandemi. Bayangkan perasaan kami ketika kami mengamati justru sebaliknya! Sumbangan kemanusiaan pada tahun 2020 ternyata menjadi yang tertinggi—dan trennya bahkan lebih tinggi tahun ini. Sebagai hasil dari kemurahan hati Anda, Gereja telah mampu mewujudkan tanggapannya yang paling luas sejak dimulainya Dana Kemanusiaan, dengan lebih dari 1.500 proyek bantuan COVID di lebih dari 150 negara. Sumbangan ini, yang telah Anda berikan tanpa pamrih kepada Tuhan, telah dikonversi menjadi makanan yang menopang kehidupan, oksigen, persediaan medis, dan vaksinasi bagi mereka yang mungkin tidak menerimanya jika bukan karena sumbangan anggota.

Pengungsi
Pengungsi
Pengungsi

Sama signifikannya dengan kontribusi barang adalah curahan waktu dan energi yang luar biasa yang para anggota Gereja sumbangkan untuk tujuan kemanusiaan. Bahkan ketika pandemi telah berkecamuk, bencana alam, konflik sipil, dan ketidakstabilan ekonomi tidak henti-hentinya dan terus membuat jutaan orang meninggalkan rumah mereka. Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang melaporkan bahwa lebih dari 82 juta orang adalah pengungsi paksa di dunia.1 Selain itu ada jutaan orang lainnya yang memilih untuk melarikan diri dari kemiskinan atau penindasan untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri atau anak-anak mereka, dan Anda dapat mulai melihat sekilas besarnya situasi global ini.

Saya senang melaporkan bahwa berkat waktu dan bakat sukarela dari begitu banyak orang, Gereja mengoperasikan pusat penyambutan pengungsi dan imigran di berbagai lokasi di Amerika Serikat dan Eropa. Dan berkat kontribusi Anda, kami menyediakan barang, dana, dan sukarelawan untuk membantu program serupa yang dijalankan oleh organisasi lainnya di seluruh dunia.

Izinkan saya menyampaikan rasa terima kasih saya yang tulus kepada para Orang Suci yang telah mengulurkan tangan untuk memberi makan, pakaian, dan pertemanan kepada para pengungsi ini, serta membantu mereka menjadi mapan dan mandiri.

Kemarin malam, Sister Eubank membagikan kepada Anda beberapa upaya luar biasa para Orang Suci dalam hal ini. Saat saya merenungkan upaya ini, pikiran saya sering beralih ke asas pengurbanan dan hubungan langsung dari asas ini dengan dua perintah besar yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama kita.

Dalam penggunaan modern, istilah pengurbanan telah berkonotasi dengan konsep “mengurbankan” hal-hal untuk Tuhan dan kerajaan-Nya. Namun, di zaman kuno, arti kata pengurbanan lebih erat terkait dengan dua akar bahasa Latinnya: sacer, yang berarti “sakral” atau “kudus,” dan facere, yang berarti “menjadikan.”2 Jadi, pengurbanan di zaman dahulu berarti secara harfiah “menjadikan sesuatu atau seseorang kudus.”3 Dilihat demikian, pengurbanan adalah proses menjadi kudus dan jadi mengenal Allah, bukan peristiwa atau ritual “mengurbankan” hal-hal untuk Tuhan.

Tuhan berfirman, “Aku menyukai [kasih amal], dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.”4 Tuhan ingin kita menjadi kudus,5 untuk memiliki kasih amal,6 dan untuk mengenal Dia.7 Seperti yang diajarkan Rasul Paulus, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.”8 Pada akhirnya, Tuhan menginginkan hati kita; Dia ingin kita menjadi ciptaan baru di dalam Kristus.9 Seperti yang Dia perintahkan kepada orang-orang Nefi, “Dan kamu akan mempersembahkan sebagai kurban kepada-Ku hati yang hancur dan roh yang menyesal.”10

Kekudusan bagi Tuhan

Pengurbanan lebih sedikit tentang “berkurban untuk” dan lebih banyak tentang “memberikan kepada” Tuhan. Terukir di pintu masuk ke setiap bait suci kita adalah kata-kata “Kekudusan bagi Tuhan; Rumah Tuhan.” Saat kita menaati perjanjian kita dengan pengurbanan, kita dikuduskan melalui kasih karunia Yesus Kristus, dan di altar bait suci yang kudus, dengan hati yang hancur dan roh yang menyesal, kita memberikan kekudusan kita kepada Tuhan. Penatua Neal A. Maxwell mengajarkan: “Penyerahan kehendak [atau hati11] seseorang adalah satu-satunya hal pribadi yang unik yang kita harus letakkan di atas altar Allah .… Akan tetapi, ketika Anda dan saya akhirnya menyerahkan diri kita sendiri, dengan mengizinkan kehendak individu kita ditelan oleh kehendak Allah, maka kita benar-benar memberikan sesuatu kepada-Nya!”12

Ketika pengurbanan kita atas nama orang lain dilihat dari perspektif “mengurbankan,” kita mungkin melihatnya sebagai beban dan menjadi kecil hati ketika pengurbanan kita tidak diakui atau dihargai. Namun, jika dilihat dari perspektif “memberi kepada” Tuhan, pengurbanan kita atas nama orang lain menjadi karunia, dan sukacita memberi dengan murah hati menjadi pahalanya sendiri. Dibebaskan dari kebutuhan akan kasih, persetujuan, atau apresiasi dari orang lain, pengurbanan kita menjadi ungkapan paling murni dan terdalam dari rasa syukur dan kasih kita bagi Juruselamat dan sesama manusia. Rasa bangga akan pengurbanan diri apa pun memberi jalan pada perasaan syukur, kemurahan hati, kepuasan, dan sukacita.13

Sesuatu dikuduskan—apakah itu hidup kita, harta benda kita, waktu kita, atau bakat kita—tidak hanya dengan mengurbankannya melainkan dengan mempersucikannya14 kepada Tuhan. Pekerjaan kemanusiaan Gereja adalah karunia seperti itu. Ini adalah produk persembahan kolektif yang dipersucikan dari para Orang Suci, sebuah manifestasi dari kasih kita kepada Allah dan anak-anak-Nya.15

Sister Canfield bersama mereka yang dia layani

Steve dan Anita Canfield adalah wakil dari para Orang Suci Zaman Akhir di seluruh dunia yang telah mengalami sendiri berkat-berkat transformatif dari memberi kepada Tuhan. Sebagai misionaris kesejahteraan dan kemandirian, keluarga Canfield diminta untuk memberikan bantuan di kamp-kamp pengungsi dan pusat-pusat imigran di seluruh Eropa. Dalam kehidupan profesionalnya, Sister Canfield telah menjadi desainer interior kelas dunia, dikontrak oleh klien kaya untuk mempercantik rumah mewah mereka. Tiba-tiba, dia mendapati dirinya didorong ke dunia yang benar-benar berlawanan, saat dia melayani di antara orang-orang yang telah kehilangan hampir segalanya dalam hal harta milik duniawi. Dalam kata-katanya, dia menukar “jalan marmer dengan lantai tanah,” dan dengan melakukan itu dia menemukan tingkat kepuasan yang tak terkira ketika dia dan suaminya mulai berteman—dan segera untuk mengasihi serta merangkul—mereka yang membutuhkan perhatian mereka.

Keluarga Canfield mengamati, “Kami tidak merasa seolah-olah kami telah ‘mengurbankan’ apa pun untuk melayani Tuhan. Hasrat kami hanyalah untuk ‘memberikan kepada’-Nya waktu dan energi kami untuk memberkati anak-anak-Nya dengan cara apa pun yang Dia anggap cocok untuk menggunakan kami. Saat kami bekerja bersama para brother dan sister kami, penampilan luar apa pun—perbedaan apa pun dalam latar belakang atau harta benda—hilang bagi kami, dan kami hanya melihat hati satu sama lain. Tidak ada tingkat kesuksesan karier atau keuntungan materi yang dapat menyamai cara pengalaman-pengalaman ini, melayani di antara anak-anak Allah yang paling sederhana, memperkaya kami.”

Kisah keluarga Canfield dan banyak lainnya seperti itu telah membantu saya menghargai lirik dari sebuah lagu Pratama yang sederhana namun mendalam:

“B’rilah,” kata riam,

Saat turun menghambur;

“‘Ku kecil tapi tempatku lalu

Jadi hijau dan subur.”

Ya, kita masing-masing adalah kecil, tetapi bersama-sama, saat kita bergegas untuk memberi kepada Allah dan sesama kita, ke mana pun kita pergi, kehidupan diperkaya dan diberkati.

Bait ketiga dari lagu ini kurang dikenal tetapi diakhiri dengan undangan yang penuh kasih ini:

“B’rilah,” kata Yesus,

Semua dapat memberi.

‘Tuk Allah dan sesama manusia,

S’perti riam memberi.16

Brother dan sister terkasih, saat kita hidup untuk Allah dan orang lain dengan memberikan harta kita, waktu kita, dan ya, bahkan diri kita sendiri, kita membuat dunia sedikit lebih hijau, membuat anak-anak Allah sedikit lebih bahagia, dan dalam prosesnya, menjadi sedikit lebih kudus.

Semoga Tuhan memberkati Anda dengan berlimpah atas pengurbanan yang Anda berikan kepada-Nya dengan begitu bebas.

Saya bersaksi bahwa Allah hidup. “Manusia Kekudusan adalah nama-Nya.”17 Yesus Kristus adalah Putra-Nya, dan Dia adalah pemberi semua pemberian yang baik.18 Semoga kita, melalui kasih karunia-Nya dan ketaatan terhadap perjanjian kita dengan pengurbanan, dikuduskan dan selalu memberikan lebih banyak kasih dan kekudusan kepada Tuhan.19 Dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. Lihat “Global Trends: Forced Displacement in 2020,” UNHCR report, 18 Juni 2021, unhcr.org.

  2. Pengurbanan berasal dari bahasa Latin sacrificium, yang terdiri dari dua akar bahasa Latin sacer dan facere, menurut Merriam-Webster Dictionary (lihat merriam-webster.com). Kata sacer berarti “sakral” atau “kudus,” dan kata facere berarti “menjadikan atau melakukan,” menurut Latin-English Dictionary (lihat latin-english.com).

  3. Penuntun bagi Tulisan Suci, “Kurban,” scriptures.ChurchofJesusChrist.org.

  4. Hosea 6:6; lihat catatan kaki b, menunjukkan bahwa kasih setia dalam bahasa Ibrani berarti “kasih amal” atau “cinta kasih.” Lihat juga Matius 9:10–13; 12:7.

  5. Lihat Imamat 11:44.

  6. Lihat Moroni 7:47.

  7. Lihat Mosia 5:13.

  8. 1 Korintus 13:3; lihat juga Mosia 2:21.

  9. Lihat 2 Korintus 5:17.

  10. 3 Nefi 9:20, penekanan ditambahkan; lihat juga ayat 19.

  11. Kata hati ditambahkan di sini sebagai sinonim untuk kehendak.

  12. Neal A. Maxwell, “Swallowed Up in the Will of the Father,” Ensign, November 1995, 24; penekanan ditambahkan. Lihat juga Omni 1:26; Roma 12:1.

  13. Lihat Moroni 10:3.

  14. Mempersucikan berarti untuk “menyatakan atau menetapkan sebagai sakral,” menurut American Heritage Dictionary.

  15. Lihat Matius 22:36–40.

  16. “B’rilah, Kata Riam,” Buku Nyanyian Anak-Anak, 116.

  17. Musa 6:57.

  18. Lihat Moroni 10:18.

  19. Lihat Ajaran dan Perjanjian 97:8.