Di Mana Saya Mengambil Posisi Saya?
Untuk menemukan kebahagiaan dan sukacita, tidak peduli apa yang akan terjadi, kita harus memperkuat pijakan kita tanpa ragu bersama Tuhan.
Brother dan sister serta sahabat-sahabat sekalian, Presiden Hinckley telah mengingatkan kita bahwa “Tahun-tahun Emas” dipenuhi dengan lebih banyak kepemimpinan daripada emas! Itulah sebabnya saya duduk di sini saat saya berbicara kepada Anda hari ini. Saya baru saja sembuh karena salah urat, yang mengakibatkan sakit punggung. Saya sudah diberitahu bahwa saya dapat mengharapkan sembuh total.
Saya menyatakan penghargaan saya yang dalam atas berkat-berkat yang telah datang ke dunia melalui pelayanan luar biasa dari para pemimpin yang telah mendahului kita, Penatua Neal A. Maxwell dan Penatua David B. Haight dari Dewan Dua Belas Rasul. Kita telah kehilangan dua orang pemimpin yang hebat. Kami menyambut Brother Uchtdorf dan Brother Bednar, para pria dengan kekuatan dan iman, dalam dewan Kuorum Dua Belas Rasul yang manis.
Saya dengan rendah hati berdoa pagi ini semoga saya dapat memahami dan tidak salah memahami. Di dunia yang semakin tidak adil untuk bertahan hidup serta bahkan untuk menemukan kebahagiaan dan sukacita, tidak peduli apa yang akan terjadi, kita harus memperkuat pijakan kita tanpa ragu bersama Tuhan. Kita perlu mencoba untuk setia setiap saat, setiap hari agar dasar kepercayaan di dalam Tuhan tidak akan pernah goyah. Pesan saya adalah pesan pengharapan dan nasihat bagi mereka yang mungkin mempertanyakan mengenai pembagian yang tidak adil akan rasa sakit, penderitaan, bencana, serta dukacita dalam kehidupan ini. Beberapa orang mungkin bertanya:
“Mengapa saya lahir dengan cacat fisik atau mental?”
“Apa yang harus saya lakukan untuk menanggung dukacita ini?”
“Mengapa ayah saya harus sedemikian menderita setelah terserang stroke yang kejam dan membuatnya cacat? Dia orang yang saleh dan selalu beriman serta setia kepada Tuhan dan Gereja-Nya.”
“Mengapa saya harus kehilangan ibu untuk kedua kalinya—pertama saat dia terserang penyakit Alzheimer dan kedua saat meninggal dunia? Dia bagaikan malaikat.”
“Mengapa Tuhan membiarkan bayi perempuan kami meninggal?
Dia sangat berharga dan kami sangat menyayanginya.”
“Mengapa Tuhan tidak menjawab doa-doa kami seperti yang kami harapkan?”
“Kehidupan itu tidak adil. Kami mengetahui beberapa orang yang telah melakukan hal-hal yang sangat buruk, namun tampaknya mereka memiliki segala sesuatu yang mereka inginkan atau butuhkan.”
Dr. Arthur Wentworth Hewitt memberikan beberapa alasan mengapa orang yang baik menderita demikian juga yang jahat, “Pertama: Saya tidak tahu. Kedua: Kita mungkin tidak selugu seperti yang kita pikirkan; Ketiga: … saya percaya hal itu karena Dia sangat mengasihi kita lebih dari sekadar Dia mengasihi kebahagiaan kita. Jadi bagaimana? Jika dalam hal pahala pribadi di kehidupan fana ini, semua orang yang baik selalu bahagia, dan semua orang yang jahat mengalami bencana (namun sering kali kebalikannya), hal ini akan menjadi penghancuran sikap yang paling licik yang dapat Anda bayangkan.”1
Presiden Kimball memberikan penjelasan yang meyakinkan ini:
“Jika kepedihan dan kesengsaraan serta hukuman berat segera diikuti dengan perbuatan jahat, tidak ada jiwa yang akan mengulangi kesalahan itu. Jika sukacita dan kedamaian serta pahala seketika itu diberikan kepada pelaku kebaikan, maka tidak ada kejahatan—semua orang akan berbuat kebaikan dan itu bukan karena kebenaran dari perbuatan baik tersebut. Tidak akan ada ujian kekuatan, tidak ada pengembangan karakter, tidak ada pertumbuhan kekuasaan, tidak ada pilihan bebas .… Juga tidak akan ada sukacita, keberhasilan, kebangkitan, kehidupan kekal, serta sifat keallahan.”2
Kasih kita bagi Allah haruslah murni, tanpa maksud yang mementingkan diri. Kasih murni Kristus haruslah menjadi motivasi dalam pengabdian kita.
Semua penderitaan ini memang tidak adil jika semuanya berakhir saat kematian, namun tidaklah demikian. Kehidupan tidak seperti drama satu babak. Kehidupan memiliki tiga babak. Kita telah melampaui babak pertama ketika kita berada dalam kehidupan prafana kita; dan sekarang kita berada di babak kedua, yaitu kefanaan; dan kita akan berada di babak berikutnya, ketika kita kembali kepada Allah.3 Sebagaimana yang Yesus janjikan, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal.”4 Kita dikirim dalam kefanaan untuk diuji dan dicobai. Sebagaimana yang Tuhan jelaskan kepada Abraham, “Kita akan menguji mereka, untuk melihat apakah mereka mau melakukan segala hal yang diperintahkan Tuhan Allah mereka kepada mereka.”5
Kesengsaraan kita di masa lalu dan sekarang tidak dapat, sebagaimana yang dikatakan Paulus, “dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”6 dalam kekekalan. “Karena setelah banyak penderitaan datanglah berkat. Oleh karena itu, harinya tiba, tatkala kamu akan dimahkotai dengan banyak kemuliaan.”7 Jadi penderitaan kita itu bermanfaat dalam artian bahwa hal itu bermanfaat untuk membawa kita ke dalam kerajaan selestial.
Beberapa orang, karena tidak beriman atau tidak memahami rencana kekal, menjadi kecil hati dan kehilangan harapan. Salah satu contohnya adalah seorang penulis abad 19 yang telah meraih keberhasilan dan kekayaan dengan gaya menulisnya yang penuh humor serta menyenangkan. Istrinya berasal dari keluarga yang taat beragama, dan dia ingin beriman kepada Allah namun tidak begitu yakin bahwa Allah ada. Kemudian dia mengalami berbagai kesulitan. Pada tahun 1893 krisis keuangan nasional membuatnya terpuruk dalam utang. Putri sulungnya meninggal dunia saat dia berkeliling ke beberapa kota untuk berpidato. Kesehatan istrinya memburuk, dan dia meninggal tahun 1904. Putri bungsunya meninggal tahun 1909. Kesehatannya sendiri menurun. Tulisannya, yang sebelumnya penuh dengan harapan, sekarang mencerminkan kepahitan. Dia menjadi semakin patah semangat, kecil hati, dan kecewa hingga akhir hayatnya pada tahun 1910. Di balik semua kecemerlangannya, dia miskin kekuatan batin untuk mengatasi kemalangan dan hanya pasrah pada ketidakberuntungannya.
Kebanyakan bukan pada apa yang menimpa kita melainkan bagaimana kita mengatasi apa yang menimpa kita. Itu mengingatkan saya akan sebuah pasal dalam Alma. Setelah lama berperang, banyak orang “telah menjadi keras hatinya” sementara “banyak orang menjadi lunak hatinya karena kesengsaraan mereka.”8 Keadaan yang sama menimbulkan tanggapan sebaliknya. Penulis yang kehilangan amat banyak itu tidak memiliki iman untuk mendukungnya. Kita masing-masing perlu memiliki gudang iman kita sendiri untuk menolong kita mengatasi masalah-masalah yang menjadi bagian dari masa percobaan fana ini.
Thomas Giles, orang yang dipertobatkan dari Welsh yang bergabung dengan Gereja tahun 1844, juga banyak menderita sepanjang hidupnya. Dia seorang penambang, dan suatu hari ketika sedang menambang batu bara di pertambangan, sebongkah batu bara menimpa kepalanya dan meninggalkan luka sedalam dua puluh tiga senti meter. Dokter yang memeriksanya mengatakan orang yang terluka ini tidak akan hidup lebih dari dua puluh empat jam. Namun kemudian para elder datang dan memberkatinya. Kepadanya dijanjikan akan sembuh, dan “meskipun dia tidak dapat melihat lagi, dia akan hidup untuk melakukan banyak hal baik di Gereja.” Brother Giles memang hidup namun buta sepanjang hidupnya. Dalam waktu satu bulan setelah kesembuhannya “dia mengadakan perjalanan ke negara-negara lain untuk menjalankan tugas keimamatannya.”
Pada tahun 1856 Brother Giles dan keluarganya berimigrasi ke Utah, namun sebelum dia meninggalkan kampung halamannya, Orang-orang Suci di Welsh memberinya sebuah harpa, dimana dia belajar memainkannya dengan piawai. Di Council Bluffs dia bergabung dengan rombongan kereta tarik dan berangkat menuju ke barat. “Meskipun buta dia menarik kereta itu dari Council Bluffs menuju Salt Lake City. “Ketika melintasi daratan, istri serta kedua anaknya meninggal dunia. Kedukaannya sangat besar dan dia nyaris putus asa, namun imannya tidak membuatnya putus asa. Di tengah-tengah kedukaannya, dia mengatakan seperti yang dikatakan nabi zaman dahulu, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.”9 Ketika Brother Giles tiba di Salt Lake City, Presiden Brigham Young, yang mendengar kisahnya, meminjami Brother Giles sebuah harpa yang sangat berharga sampai harpa miliknya tiba dari Wales. Brother Giles melakukan perjalanan dari satu permukiman ke permukiman di Utah, … menyenangkan hati orang-orang dengan musiknya yang indah.10
Cara kita menggunakan hak pilihan moral pemberian Allah menjelaskan mengapa hal-hal terjadi dalam kehidupan kita. Beberapa pilihan kita memiliki akibat yang tak terlihat, yang mungkin saja baik atau buruk. Namun sering kali kita mengetahui terlebih dahulu bahwa beberapa pilihan kita akan merusak atau bahkan berakibat buruk. Saya menyebut itu “pilihan yang telah diketahui” karena kita tahu tindakan kita akan memiliki akibat yang menghancurkan. Pilihan yang telah diketahui ini mencakup hubungan seks di luar nikah, dan penggunaan narkoba, alkohol, atau tembakau. Pilihan yang buruk seperti itu dapat mencegah seseorang dari pergi ke misi atau menerima berkat-berkat bait suci. Kita mungkin membuat pilihan-pilihan yang sudah diketahui secara tidak benar karena tipuan dunia menutupi kenyataan dan membuat kita lemah. Dalam hubungan berkencan dengan lawan jenis, membuat pilihan yang salah semasa remaja kita dapat membatasi dalam membuat pilihan yang benar di kemudian hari.
Jadi di mana kita harus mengambil posisi kita? Sewaktu kita memperlihatkan pengabdian kita kepada Allah melalui perbuatan baik kita sehari-hari, Dia dapat mengetahui di mana posisi kita. Karena bagi kita semua kehidupan ini adalah saat untuk diuji dan dicobai. Kita semua menghadapi kesulitan. Setiap anggota pada masa awal Gereja diuji dan dicobai ketika mereka harus memutuskan apakah mereka memiliki iman, seperti Brother Giles, untuk memasukkan semua harta milik mereka ke dalam gerobak atau kereta tarik pionir dan melakukan perjalanan melintasi dataran Amerika. Beberapa orang tidak memiliki iman. Mereka yang telah melakukan perjalanan “dengan iman di setiap langkah.” Di zaman kita, kita terus mengalami saat-saat ujian dan cobaan yang sulit. Ujian-ujian itu tampak lebih halus karena garis batas antara yang baik dan yang jahat telah lenyap. Hanya sedikit saja hal yang terlihat kudus dalam masyarakat umum kita. Dalam lingkup seperti ini kita perlu memastikan di mana posisi kita setiap saat dalam komitmen kita terhadap kebenaran-kebenaran dan perjanjian-perjanjian kekal.
Kita belajar banyak mengenai mengatasi penderitaan dari “seorang laki-laki dari Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”11 Setan memperoleh izin dari Tuhan untuk menggoda serta mencobai Ayub. Ayub kaya dan dikaruniai tujuh anak lelaki serta tiga anak perempuan, namun harta dan anak-anaknya semua dimusnahkan. Apa dampak dari hal ini terhadap Ayub? Dia berkata kepada Tuhan, “Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku,”12 dan “Itulah yang menyelamatkan aku.”13 Ayub dicobai, “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah.”14 Ayub benar-benar menaruh kepercayaan kepada Allah dalam menangani semua masalahnya.
Cara kita menemukan sukacita dalam kehidupan ini adalah dengan berketetapan hati, seperti Ayub, bertahan dalam segala sesuatu bagi Allah dan pekerjaan-Nya. Dengan melakukan hal itu kita akan menerima sukacita yang tak terkatakan dan berharga bersama Juruselamat kita dalam kekekalan. Sebagaimana kita menyanyi dalam salah satu nyanyian rohani terkenal kita,
Jiwa yang bersandar kepada Yesus,
Tak ‘kan Kubiarkan jatuh ke musuh;
Meskipun neraka mengguncangkannya,
Tidak akan Aku, tidak akan Aku,
Tidak akan Aku melupakannya!”15
Presiden Howard W. Hunter pernah mengatakan, “Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui dan melihat apa yang tidak kita lihat.”16 Tidak ada satu pun di antara kita yang mengetahui hikmat Tuhan. Kita tidak mengetahui dengan persis sebelumnya bagaimana Dia akan membawa kita dari tempat kita berada ke tempat di mana kita perlu berada, namun Dia menawarkan kepada kita petunjuk umum dalam berkat bapa bangsa kita. Dalam kehidupan ini kita menghadapi rintangan, kesulitan, dan tantangan sewaktu kita mencari kehidupan kekal. Ada begitu banyak ajaran dan koreksi sewaktu kita menempuh kehidupan ini. Firman Tuhan, “Dia yang tidak dapat menanggung siksaan tidaklah layak untuk kerajaan-Ku.”17 “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya.”18
Saat kita hidup di bumi ini, kita harus berjalan dengan iman, tidak bimbang. Ketika perjalanan itu menjadi tak tertanggungkan, kita dapat menerima penghiburan dari perkataan Tuhan, “Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau.”19 Beberapa penyembuhan itu dapat terjadi dalam kehidupan yang akan datang. Kita tidak pernah tahu mengapa sesuatu terjadi dalam kehidupan ini. Untuk alasan dari penderitaan kita hanya Tuhanlah yang tahu.
Presiden Brigham Young menawarkan gagasan luar biasa bahwa beberapa penderitaan kita memiliki tujuannya, ketika dia mengatakan:
“Semua makhluk cerdas yang dimahkotai kemuliaan, kebakaan, dan kehidupan kekal harus lulus dari setiap cobaan berat yang telah ditetapkan harus dilalui oleh makhluk-makhluk cerdas, untuk memperoleh kemuliaan dan permuliaan mereka. Setiap bencana yang dapat menimpa makhluk fana akan dibiarkan datang kepada sedikit orang tertentu, untuk menyiapkan mereka untuk menikmati kehadiran Tuhan.… Setiap pencobaan dan pengalaman yang telah Anda lalui, adalah penting untuk keselamatan Anda.”20
Kita memiliki banyak alasan untuk berpengharapan. Sukacita dapat menjadi milik kita jika kita mau mengurbankan semua milik kita bagi Tuhan. Kemudian kita dapat menanti-nantikan kemungkinan yang sangat berharga dalam mengatasi semua tantangan kehidupan ini. Kemudian kita akan tinggal bersama Juruselamat selamanya dan, sebagaimana dikatakan oleh Presiden Young, “berharap untuk menikmati kemuliaan, kemegahan, serta permuliaan yang telah Allah siapkan bagi mereka yang setia.”21 Allah hidup, Yesus adalah Kristus, Presiden Gordon B. Hinckley adalah Nabi kita, dan inilah saatnya bagi kita semua untuk mempersiapkan diri untuk bertemu Allah. Saya bersaksi dalam nama Yesus Kristus, amin.