Bersiap bagi Berkat-Berkat Bait Suci
Setiap bait suci merupakan lambang dari iman kita kepada Allah dan sebuah bukti dari iman kita kepada kehidupan setelah kematian. Bait suci adalah sasaran dari setiap kegiatan, setiap pelajaran, setiap langkah kemajuan dalam Gereja.
Sebagaimana bait suci dipersiapkan bagi orang-orang, mereka perlu mempersiapkan dirinya bagi bait suci.
Dituliskan di setiap bait suci adalah kata-kata “kekudusan bagi Tuhan.”1 Pernyataan itu menandakan baik bait suci maupun tujuannya adalah kudus. Mereka yang memasuki bait suci juga harus membawa sifat-sifat kekudusan.2 Sebagaimana bait suci dipersiapkan bagi orang, orang perlu mempersiapkan dirinya bagi bait suci.
Bait suci berbeda dari rumah ibadat lainnya. Tidak seperti gedung gereja, bait suci ditutup pada hari Sabat sehingga orang dapat menghadiri gereja dan berkumpul bersama keluarga mereka di hari yang kudus itu. Bait suci dibuka bagi pekerjaan kudus di hari-hari lain dalam minggu tersebut. Bait suci secara harfiah adalah rumah Tuhan, dicadangkan untuk tata cara-tata cara bermakna kekal. Tata cara-tata cara tersebut mencakup pembaptisan, pernikahan, pemberkahan, dan pemeteraian.
Setiap bait suci merupakan lambang dari iman kita kepada Allah dan sebuah bukti dari iman kita akan kehidupan setelah kematian. Bait suci adalah sasaran dari setiap kegiatan, setiap pelajaran, setiap langkah kemajuan dalam Gereja. Segala usaha kita dalam mengabarkan Injil, menyempurnakan para Orang Suci, dan menebus orang yang telah meninggal menuntun ke bait suci yang kudus. Tata cara bait suci mutlak sangat penting. Kita tidak dapat kembali ke kemuliaan Allah tanpanya.
Setiap tata cara bait suci merupakan sebuah tindakan berjanji yang khusyuk
Dalam bait suci kita menerima sebuah pemberkahan, yang dikatakan secara harfiah, sebuah karunia. Kita perlu memahami makna rohaninya dan pentingnya menaati perjanjian kudus serta kewajiban yang kita buat saat menerima karunia ini. Setiap “tata cara bait suci bukan hanya sebuah ritus yang harus dilalui, itu merupakan sebuah tindakan berjanji yang khusyuk.”3
Pemberkahan bait suci diberikan berdasarkan wahyu. Karenanya, itu dapat dipahami paling baik melalui wahyu, yang dengan penuh semangat dicari dengan hati yang murni. Presiden Brigham Young menjelaskan, “pemberkahan Anda adalah, untuk menerima semua tata cara itu di rumah Tuhan, yang penting bagi Anda, setelah Anda meninggalkan kehidupan ini, untuk memungkinkan Anda berjalan kembali ke hadirat Bapa, melewati para malaikat yang berdiri sebagai penjaga, … serta memperoleh permuliaan kekal Anda.”4
Kepatuhan terhadap perjanjian-perjanjian kekal yang dibuat di bait suci menjadikan kita memenuhi syarat bagi kehidupan kekal
Dalam setiap bait suci wewenang pemeteraian imamat digunakan. Presiden Gordon B. Hinckley menjelaskan, “Tidak ada raja, tidak ada presiden suatu negara, tidak ada pejabat dari lembaga apa pun di dunia dimana kita adalah bagiannya yang memiliki wewenang apa pun mengenai persoalan setelah kematian. Semua orang tak berdaya di hadapan jangkauan kematian, tetapi imam tinggi yang paling rendah hati, baik, saleh yang telah menerima wewenang pemeteraian dapat mengikat di surga apa yang terikat di bumi.”5
Sebagaimana imamat adalah kekal—tanpa awal hari atau akhir tahun—begitu pula wewenang imamat tersebut.6 Karenanya, tata cara dan perjanjian imamat juga melampaui waktu. Wahyu pertama yang diberikan malaikat Moroni kepada Nabi Joseph Smith merujuk pada wewenang imamat ini.7 Dalam petunjuknya belakangan kepada Nabi menyangkut bait suci, Tuhan berfirman,
“Biarlah rumah ini dibangun demi nama-Ku, agar Aku boleh mengungkapkan tata cara-tata cara-Ku di dalamnya kepada umat-Ku;
Karena Aku berkenan untuk mengungkapkan kepada gereja-Ku apa yang telah disembunyikan dari sebelum pelandasan dunia, apa yang berkaitan dengan dispensasi kegenapan zaman.”8
Kita hidup pada masa kegenapan itu. Bait suci, tata cara, perjanjian, pemberkahan, dan pemeteraian telah dipulihkan, tepat seperti yang dinubatkan. Tata cara bait suci menyediakan rekonsiliasi dengan Tuhan dan memeteraikan keluarga bersama selamanya. Kepatuhan terhadap perjanjian kudus yang dibuat di dalam bait suci menjadikan kita memenuhi syarat bagi kehidupan kekal—karunia terbesar Allah kepada manusia.9
Siapa pun yang bersedia untuk bersiap dengan baik dapat memasuki bait suci
Karena bait suci adalah kudus, Tuhan meminta agar itu dilindungi dari penajisan. Siapa pun dapat masuk yang bersedia untuk bersiap dengan baik bagi kesempatan istimewa tersebut. Konsep persiapan berlaku di semua bidang ikhtiar lainnya. Saya teringat semasa kanak-kanak, saya memberi tahu orang tua saya bahwa saya ingin kuliah di universitas. Mereka berkata bahwa saya dapat, namun hanya jika saya bekerja keras di tingkat pendidikan persiapan dan memenuhi semua persyaratan untuk penerimaan ke universitas. Demikian pula, kita harus memenuhi syarat untuk penerimaan masuk ke bait suci. Kita bersiap secara jasmani, kecerdasan, dan rohani. Terpenuhinya syarat ditentukan secara pribadi bagi setiap orang yang memohon rekomendasi.
Mereka yang memegang kunci-kunci wewenang dan tanggung jawab imamat menolong kita bersiap dengan mengadakan wawancara rekomendasi bait suci. Para pemimpin ini peduli terhadap kita dan menolong kita menentukan apakah kita siap untuk menghadiri bait suci. Mereka juga mengasihi Tuhan dan memastikan “agar tidak ada sesuatu yang tidak bersih akan diizinkan untuk datang ke dalam rumah-[Nya].”10 Karenanya, wawancara ini dilakukan dalam semangat pertanggungjawaban.
Bagaimana Anda bersiap bagi rekomendasi bait suci? Anda dapat berunding dengan keuskupan Anda, begitu juga dengan orang tua, keluarga, presiden pasak, guru, atau pembimbing kuorum Anda. Persyaratannya sederhana. Dinyatakan dengan ringkas, seseorang diminta untuk menaati perintah-perintah dari Dia yang empunya rumah tersebut. Dia telah menetapkan standarnya. Kita memasuki bait suci sebagai tamu-Nya.
Tuhan akan berkenan jika setiap anggota dewasa dapat menjadi layak untuk menerima—dan membawa—rekomendasi bait suci yang berlaku. “Wawancara … bagi rekomendasi bait suci, dengan [anggota keuskupan Anda] dan anggota dari presidensi pasak Anda adalah pengalaman yang berharga. Dan, dalam beberapa segi, itu dapat dianggap sebagai “gladi bersih” yang berharga bagi sidang akbar itu ketika Anda akan berdiri di depan Hakim yang Agung.”11
Bersiap secara jasmani untuk pergi ke bait suci
Sekarang, dengan rekomendasi bait suci di tangan, Anda siap untuk persiapan tambahan. Anda bersiap secara jasmani dengan berpakaian secara pantas untuk pergi ke bait suci. Itu bukanlah tempat untuk berpakaian santai. Para nabi zaman akhir telah menekankan rasa hormat diri bagi tubuh jasmani kita. Rasa hormat itu hendaknya diperhatikan khususnya oleh mereka yang akan memasuki bait suci yang kudus.12
Dalam bait suci, semua mengenakan pakaian putih tanpa noda. “Lambang kemurnian dari warna putih juga mengingatkan kita bahwa Allah memiliki umat yang murni.”13 Umur, kewarganegaraan, bahasa—bahkan posisi di Gereja—adalah kepentingan kedua. Saya telah menghadiri banyak sesi pemberkahan ketika Presiden Gereja berperan serta. Setiap orang di ruangan itu diberi perlakuan yang sama dengan yang diberikan kepada Presiden. Semua duduk berdampingan dan dianggap setara di mata Tuhan. Melalui demokrasi dalam berpakaian, kehadiran di bait suci mengingatkan kita bahwa “Allah tidak pilih kasih.”14
Mempelai wanita dan pria memasuki bait suci untuk dinikahkan untuk waktu fana dan segala kekekalan. Dalam bait suci, mempelai wanita mengenakan gaun putih, berlengan panjang, sopan dalam rancangan dan bahannya, serta tanpa hiasan yang rumit. Pria tidak menggunakan tuxedos [setelah jas pesta] atau pakaian formal. Presiden Boyd K. Packer, yang saat ini adalah Presiden Kuorum Dua Belas Rasul, menulis: “Adalah menyenangkan bagi Tuhan ketika kita memandikan tubuh kita dan mengenakan pakaian yang bersih, betapa pun tidak mahalnya pakaian itu. Kita hendaknya berpakaian sedemikian rupa sehingga kita dapat dengan nyaman menghadiri pertemuan sakramen atau sebuah perkumpulan yang pantas dan berwibawa.”15
Berbicara tentang pakaian bait suci, para ibu dan nenek dapat memiliki pengaruh yang besar demi kebaikan di antara anak dan cucu mereka. Sebagaimana keterampilan dan keadaan mereka mengizinkan, mereka dapat menyediakan motivasi yang nyata bagi keluarga mereka. Hadiah seorang ibu berupa sapu tangan sulaman tangan atau perlengkapan lain dari pakaian bait suci dapat menjadi insentif yang amat kuat bagi anak atau cucu yang mengasihi untuk dihargai.
Garmen bait suci melambangkan komitmen yang berkesinambungan
Pemakaian garmen bait suci memberikan perlambangan makna yang mendalam dan menyatakan komitmen yang berkelanjutan. Sama seperti Juruselamat memberi kita teladan akan kemampuan-Nya untuk bertahan sampai akhir, mengenakan garmen adalah satu cara kita menunjukkan iman yang bertahan kepada-Nya dan pada perjanjian kekal-Nya dengan kita.
Presidensi Utama mempersiapkan sepucuk surat kepada Gereja mengenai pokok ini. Mereka menulis:
“Praktik yang sering kali diamati di antara anggota Gereja menyarankan bahwa beberapa anggota tidak sepenuhnya memahami perjanjian yang mereka buat dalam bait suci untuk mengenakan garmen selaras dengan roh dari pemberkahan kudus.
Anggota Gereja yang telah mengenakan garmen dalam bait suci telah membuat perjanjian untuk mengenakannya sepanjang hidup mereka. Ini telah ditafsirkan dengan arti bahwa garmen dikenakan sebagai pakaian dalam baik siang maupun malam .… Janji perlindungan dan berkat-berkat bergantung pada kelayakan dan kesetiaan dalam menaati perjanjian tersebut.
Asas dasarnya seharusnya adalah untuk mengenakan garmen itu dan tidak mencari kesempatan untuk melepasnya. Oleh karena itu, anggota hendaknya tidak melepaskan baik semua atau sebagian garmen untuk bekerja di pekarangan atau bersantai di rumah dalam pakaian renang atau pakaian yang tidak sopan. Juga mereka hendaknya tidak melepasnya untuk berperan serta dalam kegiatan rekreasi yang dapat secara pantas dilakukan dengan garmen yang dikenakan secara patut di bawah pakaian biasa. Jika garmen harus dilepas, misalnya untuk berenang, itu hendaknya dikenakan kembali secepat mungkin.
Asas kesopanan dan menjaga tubuh tertutup dengan pantas adalah mutlak dalam perjanjian tersebut dan hendaknya menentukan jenis dari semua pakaian yang dikenakan. Para anggota Gereja yang telah menerima pemberkahan mengenakan garmen sebagai pengingat akan perjanjian-perjanjian kudus yang telah mereka buat dengan Tuhan dan juga sebagai pelindung terhadap godaan dan kejahatan. Bagaimana garmen dikenakan merupakan suatu ungkapan lahiriah dari sebuah komitmen batiniah untuk mengikuti Juruselamat.”16
Bersiap secara mental dan rohani untuk pergi ke bait suci
Di samping persiapan jasmani, kita perlu untuk siap secara mental dan rohani. Karena tata cara dan perjanjian bait suci adalah kudus, kita sepenuhnya berada di bawah kewajiban untuk tidak membicarakan di luar bait suci apa yang terjadi di dalam bait suci. Hal-hal kudus pantas mendapat perlakuan kudus.
Dalam rumah pembelajaran ini, kita diajar dalam jalan Tuhan. Jalan-Nya bukanlah jalan kita.17 Kita hendaknya tidak terkejut jika teknik pengajaran berbeda dengan yang digunakan di dunia pendidikan yang lebih kita kenal. Tata cara dan perjanjian bait suci telah menjadi bagian integral dari Injil sejak zaman Adam dan Hawa. Di zaman dahulu, lambang digunakan untuk mengajarkan kebenaran yang mendalam, dan metode instruksi ini digunakan di bait suci dewasa ini.
Oleh karena itu, penting agar kita merenungkan lambang-lambang yang diberikan dalam bait suci dan melihat kenyataan luar biasa yang diwakili oleh setiap lambang.18 “Tata cara bait suci begitu diilhami dengan makna simbolis sehingga menyediakan perenungan dan pembelajaran yang produktif di sepanjang kehidupan.”19 Ajaran-ajaran bait suci adalah sederhana dengan keindahannya dan indah apa adanya. Itu dipahami oleh mereka yang memiliki sedikit kesempatan untuk pendidikan, namun itu dapat menantang kecerdasan dari mereka yang sangat terpelajar.
Saya merekomendasikan agar anggota yang pergi ke bait suci untuk pertama kalinya membaca keterangan dalam Kamus Alkitab [bahasa Inggris] yang berkaitan dengan bait suci, seperti “Anoint [Mengurapi],” “Covenant [Perjanjian],” “Sacrifices [Pengurbanan]” serta “Temple [Bait Suci].” Orang juga mungkin ingin membaca kitab Keluaran, pasal 26–29, dan kitab Imamat, pasal 8. Perjanjian Lama, begitu juga kitab Musa dan Abraham dalam Mutiara yang Sangat Berharga yang menegaskan keunikan pekerjaan bait suci dan langgengnya sifat dari tata caranya.
Menaati perjanjian dengan Allah melindungi sekaligus memungkinkan
Ada dua konsep yang khususnya perlu untuk kita ingat sewaktu kita bersiap untuk memasuki bait suci. Yang pertama adalah perjanjian. Kita perlu mengingat bahwa sebuah perjanjian adalah sebuah janji. Sebuah perjanjian yang dibuat dengan Allah hendaknya tidak dianggap mengekang melainkan melindungi. Perjanjian dengan Dia melindungi kita dari bahaya.
Konsep ini tidaklah baru. Jika persediaan air kita dipertanyakan kualitasnya, sebagai contoh, kita menyaring air itu. Demikian pula, perjanjian ilahi melindungi kita dari bahaya. Ketika kita memilih untuk menyangkali diri kita dari segala kefasikan,20 kita tidak kehilangan apa pun yang bernilai dan memperoleh kemuliaan yang hanya diketahui oleh mereka yang memperoleh kehidupan kekal. Menaati perjanjian bait suci tidaklah memaksa melainkan memungkinkan. Itu mengangkat kita melampaui batas perspektif dan kekuatan kita sendiri. Itu seperti perbedaan antara berjalan dengan susah payah melewati lapangan berlumpur dengan meluncur tinggi di langit dengan pesawat jet supersonik. Menaati perjanjian dengan Allah melindungi sekaligus memungkinkan.
Konsep kedua untuk ditekankan dalam persiapan mental kita adalah Pendamaian. Pendamaian Yesus Kristus adalah peristiwa utama dari seluruh sejarah manusia. Itu adalah inti dari rencana keselamatan. Tanpa Pendamaian yang tak terbatas, seluruh umat manusia akan tersesat tanpa dapat ditemukan kembali. Tata cara dan perjanjian bait suci mengajarkan kuasa penebusan dari Pendamaian.
Kehidupan kekal tersedia bagi kita melalui kepatuhan kita terhadap perjanjian yang dibuat dalam bait suci
Pelayanan dalam bait suci membawa berkat-berkat bagi kita dalam kehidupan ini begitu pula dalam kekekalan. Penatua Neal A. Maxwell dari Kuorum Dua Belas Rasul berkata, “pekerjaan bait suci bukanlah sebuah pelarian dari dunia tetapi suatu penegasan akan kebutuhan kita untuk dunia yang lebih baik sementara mempersiapkan diri kita bagi dunia yang lain dan yang jauh lebih baik. Karenanya, berada di rumah Tuhan dapat membantu kita menjadi berbeda dari dunia agar membuat lebih banyak perbedaan di dunia.”21
Jika kita benar dan setia dalam kehidupan ini, kita dapat memperoleh kehidupan kekal. Kebakaan adalah hidup selamanya. Kehidupan kekal berarti lebih dari sekadar menjadi baka. Kehidupan kekal adalah memperoleh permuliaan di surga yang tertinggi dan hidup dalam unit keluarga. Allah menyatakan bahwa pernyataan misi besar-Nya—”pekerjaan-Ku dan kemuliaan-Ku”—adalah “untuk mendatangkan kebakaan dan kehidupan kekal bagi manusia.”22 Karunia kebakaan-Nya adalah tanpa syarat—sebuah karunia keselamatan yang cuma-cuma bagi seluruh umat manusia. Kemungkinan akan kehidupan kekal—bahkan permuliaan—tersedia bagi kita melalui kepatuhan kita terhadap perjanjian yang dibuat dan tata cara yang diterima dalam bait suci Allah yang kudus.
Berkat-berkat bait suci menjadi paling bermakna ketika orang terkasih kita direnggut dalam kematian dari lingkaran keluarga kita. Untuk mengetahui bahwa masa perpisahan kita hanyalah sementara menyediakan kedamaian yang melampaui pemahaman biasa.23 Presiden Joseph Fielding Smith menulis, “Melalui kuasa dari imamat ini yang dianugerahkan Elia, suami dan istri dapat dimeteraikan, atau dinikahkan untuk kekekalan; anak-anak dapat dimeteraikan kepada orang tua mereka untuk kekekalan; dengan demikian keluarga dijadikan kekal, dan kematian tidak dapat memisahkan para anggotanya.”24 Diberkati dengan pemeteraian kekal, kita dapat menghadapi kematian sebagai bagian yang perlu dalam rencana kebahagiaan Allah yang besar.25
Perspektif kekal yang kita terima dalam bait suci memberi kita kekuatan untuk menanggung ujian-ujian kehidupan
Sebuah perspektif kekal menolong kita mempertahankan kesetiaan penuh kita kepada perjanjian yang kita buat. Presiden Packer menekankan, “Tata cara dan perjanjian menjadi persyaratan kita untuk memasuki hadirat [Allah]. Dengan layak menerimanya merupakan pencarian seumur hidup; menaatinya kemudian adalah tantangan kefanaan.”26
Tata cara bait suci tidak hanya berkaitan dengan kemuliaan kekal kita namun juga dengan kemuliaan kekal leluhur kita yang telah mendahului. “Karena keselamatan mereka adalah perlu dan penting demi keselamatan kita, … mereka tanpa kita tidak dapat dijadikan sempurna—tidak juga dapatlah kita tanpa orang mati kita dijadikan sempurna.”27 Pelayanan untuk kepentingan mereka menyediakan kesempatan bagi peribadatan bait suci kita yang berkelanjutan, diberikan secara tidak mementingkan diri sebagai pekerjaan perwakilan mengikuti pola Tuhan sewaktu Dia mengerjakan Pendamaian untuk memberkati mereka yang pernah hidup.
Kelak kita pasti akan bertemu dengan Pencipta kita dan berdiri di hadapan-Nya di meja penghakiman. Tulisan suci mengajari kita, “penjaga gerbangnya adalah Yang Kudus dari Israel; dan Dia tidak mempekerjakan hamba di sana; dan tidak ada jalan lain kecuali melalui gerbang itu; karena Dia tidak dapat ditipu, karena Tuhan Allah adalah nama-Nya.”28 Tuhan sendiri akan menentukan apakah kita telah setia terhadap perjanjian yang kita buat dengan-Nya dalam bait suci dan dengan demikian menerima berkat-berkat mulia yang telah Dia janjikan kepada mereka yang menaati perjanjiannya.
Perspektif ini memberi kita kekuatan untuk menanggung ujian-ujian kehidupan. Presiden Packer menyatakan, “Tujuan utama dari semua yang kita ajarkan adalah untuk menyatukan orang tua dan anak-anak dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus, bahwa mereka bahagia di rumah, dimeteraikan dalam pernikahan kekal, dihubungkan dengan generasi-generasi mereka, dan dipastikan akan permuliaan di hadirat Bapa Surgawi kita.”29
Setiap bait suci berdiri sebagai lambang dari keanggotaan kita dalam Gereja, sebagai tanda dari iman kita kepada kehidupan setelah kematian, serta sebagai batu pijakan menuju kemuliaan kekal bagi kita dan keluarga kita. Saya berdoa agar setiap anggota Gereja dapat mempersiapkan diri bagi berkat-berkat menakjubkan bait suci.