2015
Menuai Pahala Kesalehan
Juli 2015


Menuai Pahala Kesalehan

Dari ceramah, “Pahala Kesalehan,” yang diberikan di Konferensi Wanita BYU pada 2 Mei 2014.

Tidak ada hal yang baik akan ditahan dari mereka yang berjalan dengan lurus.

Gambar
man holding a bundle of grain

Dunia secara harfiah berada dalam huru-hara (lihat A&P 45:26). Banyak dari tantangan-tantangan kita adalah dalam kehidupan rohani. Itu adalah isu-isu kemasyarakatan yang kita sebagai individu tidak selalu dapat menyelesaikannya. Walaupun demikian, ada pahala-pahala praktis yang kita dapat capai sebagai individu, bahkan pada saat ketika kesalehan di seluruh dunia merosot.

Gagasan sesungguhnya dari “pahala kesalehan” adalah sebuah konsep yang sedang dikepung di dunia zaman sekarang. Meyakinkan orang untuk memilih kesalehan adalah tantangan yang sudah ada sejak zaman dahulu. “Manusia alami adalah musuh Allah” (Mosia 3:19). Selalu “ada pertentangan dalam segala sesuatu” (2 Nefi 2:11).

Perbedaannya sekarang adalah bahwa “bangunan yang besar dan lapang itu” (1 Nefi 8:31) suara yang ragu-ragu lebih keras, lebih suka berselisih, dan kurang toleran daripada di saat mana pun dalam kehidupan saya. Mereka memberikan bukti akan iman mereka yang berkurang ketika, tentang banyak isu, mereka lebih khawatir berada di sisi sejarah yang keliru daripada di sisi Allah yang keliru. Ada kalanya di waktu yang lalu ketika sebagian besar orang memahami bahwa mereka akan dihakimi oleh perintah-perintah Allah, bukan oleh pandangan yang berlaku atau filsafat yang dominan saat itu. Sebagian lebih khawatir diejek oleh orang lain daripada akan dihakimi oleh Allah.

Pertempuran antara yang baik dan yang jahat bukan hal yang baru. Tetapi saat ini persentase lebih tinggi dari orang-orang membuat kesimpulan yang salah bahwa tidak ada moral, standar kesalehan yang seharusnya dianut oleh semua orang.

Walaupun demikian, Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir tidak pernah memiliki para anggota yang lebih setia daripada saat ini. Para anggota Gereja, bersama yang lainnya yang memiliki nilai-nilai moral yang serupa, mewakili sebuah pulau iman di antara lautan keraguan dan ketidakpercayaan. Kita tahu, sebagaimana Nabi Alma nyatakan, bahwa “kejahatan tidak pernah merupakan kebahagiaan” (Alma 41:10) dan bahwa rencana Bapa bagi anak-anak-Nya adalah sebuah “rencana kebahagiaan” (Alma 42:8, 16).

Hasrat saya adalah untuk menyampaikan beberapa saran yang mungkin bisa membantu Anda secara individu dan keluarga Anda secara kolektif memahami dengan lebih baik dan mencapai pahala-pahala kesalehan.

Pahala Kerohanian

“Bagaimanakah saya menempatkan hal-hal materi dalam sudut pandang yang benar sewaktu saya berusaha untuk mencapai kemajuan rohani?”

Kita sesungguhnya adalah bagian dari dunia ini. Aspek-aspek materi dari kehidupan sehari-hari adalah sebuah tantangan khusus. Masyarakat cenderung memandang segala sesuatu dari sudut pandang berkat duniawi.

Pengantar Ajaran dan Perjanjian menyoroti masalah penting ini untuk mengingatkan kita akan bahaya-bahaya, memberi kita bimbingan untuk mempersiapkan diri dan melindungi diri kita sekarang dan di masa mendatang, dan memberikan wawasan penting tentang pokok ini: “Mereka tidak mencari Tuhan untuk menegakkan kebenaran-Nya, tetapi setiap orang berjalan pada jalannya sendiri, dan menurut rupa allahnya sendiri, yang rupanya ada dalam keserupaan dengan dunia, dan yang wujudnya berupa berhala” (lihat A&P 1:16).

Presiden Spencer W. Kimball (1895–1985) mengajarkan bahwa berhala-berhala dapat mencakup surat kepercayaan, gelar, properti, rumah, perabotan, dan benda-benda materi lainnya. Dia mengatakan bahwa ketika kita meninggikan tujuan-tujuan yang layak ini dengan cara yang mengurangi peribadatan kita kepada Tuhan dan melemahkan upaya-upaya kita untuk menegakkan kesalehan-Nya dan melaksanakan pekerjaan keselamatan di antara anak-anak Bapa di Surga, kita telah menciptakan berhala-berhala.1

Kadang-kadang sudut pandang dunia menyebabkan kita memfokuskan pada isu-isu yang tidak sebegitu dramatis seperti menginginkan kekayaan besar tetapi meskipun demikian menjauhkan kita dari komitmen rohani yang dalam.

Bertahun-tahun yang lalu saya diingatkan oleh peragaan menarik yang memiliki beberapa adegan yang unik. Adegan-adegan yang berbeda muncul di bawah sebuah spanduk besar yang bertuliskan, “Jika Kristus datang malam ini, Dia akan mendatangi siapa?” Jika saya ingat gambaran-gambarannya dengan benar, peragaan tersebut berisikan adegan-adegan berikut:

  • Seorang wanita lanjut usia sakit, yang sedang dirawat oleh seorang perawat.

  • Seorang ibu muda yang penuh sukacita dengan seorang bayi yang baru lahir.

  • Sebuah keluarga dengan anak-anak yang lapar dan menangis.

  • Sebuah keluarga yang kaya.

  • Sebuah keluarga yang manis dan rendah hati dengan banyak anak sedang bernyanyi bersama dengan sukacita.

Kita tahu bahwa ketika Juruselamat datang kembali, kita tidak akan tahu hari atau jamnya. Kita juga tahu bahwa sebagai orang Kristen, kita peduli terhadap yang miskin dan yang membutuhkan serta terhadap para janda dan yatim piatu. Walaupun demikian, spanduknya akan lebih akurat jika bertuliskan, “Jika Kristus datang malam ini, siapakah yang akan siap untuk menyambut-Nya?”

Pemikiran kedua saya adalah bahwa adegan-adegan itu memberi tahu kita segala sesuatu tentang kondisi fisik orang-orang tetapi tidak ada tentang kondisi rohani dan komitmen mereka kepada Kristus.

Titik awal untuk meninjau kehidupan dan komitmen kita kepada Juruselamat dan Injil-Nya adalah baptisan. Kecuali untuk orang insaf baru dan yang masih sangat muda, baptisan kita terjadi bertahun-tahun yang lalu.

Nabi besar Alma berbicara dengan fasih kepada kita ketika dia menyatakan: “Dan sekarang, lihatlah, aku berkata kepadamu, saudara-saudaraku, jika kamu telah mengalami suatu perubahan hati, dan jika kamu telah merasakan untuk menyanyikan nyanyian kasih penebusan, aku mau bertanya, dapatkah kamu merasakan demikian sekarang?” (Alma 5:26).

Alma kemudian melanjutkan dengan pesannya yang mendalam, yang relevan dengan zaman kita. Dia pada dasarnya menanyakan kepada para Orang Suci, apakah mereka siap mati, jika mereka akan dipersiapkan untuk bertemu Allah. Alma kemudian menekankan empat sifat yang kita perlukan agar menjadi tanpa salah di hadapan Allah:

Pertama, apakah “[kita] telah cukup rendah hati?” Dalam pengertian, ini adalah kembali pada persyaratan untuk baptisan—merendahkan hati kita sendiri dan memiliki hati yang hancur dan roh yang menyesal.

Kedua, apakah “[kita] terlucuti dari kesombongan?” Alma memperingatkan terhadap menginjak-injak Yang Kudus di bawah kaki kita dan terangkat-angkat dalam kesombongan—menetapkan hati kita pada hal yang sia-sia dari dunia dan menganggap kita lebih baik dari orang lain.

Ketiga, apakah “[kita] terlucuti dari rasa iri?” Bagi mereka yang memiliki berkat-berkat besar tetapi tidak merasa bersyukur karena mereka memfokuskan hanya pada apa yang orang lain miliki, rasa iri dapat menjadi hal yang paling merusak. “Rasa iri dalam gaya hidup”2 telah meningkat sewaktu ketenaran dan keberuntungan telah menggantikan iman dan keluarga sebagai aspirasi inti bagi banyak masyarakat.

Keempat, apakah kita mengejek atau menganiaya saudara laki dan saudara perempuan kita? Di dunia zaman sekarang kita mungkin akan menyebut ini “bullying” (lihat Alma 5:27–30, 53–54).

Dapatkah sesuatu menjadi lebih relevan dengan isu-isu zaman kita sendiri daripada pesan ini tentang kerendahan hati, kesombongan, rasa iri, dan penganiayaan? Perdebatan besar di banyak dunia adalah tentang isu-isu ekonomi duniawi sehari-hari. Namun ada sedikit pembahasan tentang kembali pada asas-asas seperti Kristus yang difokuskan pada persiapan untuk bertemu Allah dan tentang kondisi roh kita. Kita perlu memfokuskan kehidupan kita dan meningkatkan penekanan kita pada masalah-masalah rohani.

Gambar
A family interacts in a wheat field on a cloudy day.

Pahala Keluarga Saleh

“Haruskah kita membesarkan keluarga kita di daerah-daerah di mana hanya ada sedikit anggota Gereja dan kita dikelilingi oleh banyak kejahatan, perselisihan, dan penentangan terhadap kesalehan?”

Istri saya, Mary, dan saya memiliki kekhawatiran ini sewaktu kami mulai membesarkan anak-anak kami di Area Teluk San Francisco di California, AS, pada akhir tahun 1960-an. Populasi Orang Suci Zaman Akhir secara relatif sedikit. Tetapi sementara sebagian besar penduduk menyenangkan, Area Teluk telah menjadi daya tarik bagi penggunaan narkoba dan segala macam perilaku yang kacau-balau dan penuh dosa.

Perubahan dalam masyarakat cukup signifikan sehingga seorang presiden pasak yang cemas menanyakan kepada pemimpin Gereja apakah dia hendaknya mendorong para anggota Gereja tetap tinggal di Area Teluk. Penatua Harold B. Lee (1899–1973), yang pada waktu itu anggota senior dalam Kuorum Dua Belas Rasul, ditugasi untuk membahas isu ini. Dia menjelaskan bahwa Tuhan memang belum mengilhami pembangunan sebuah bait suci di area kami namun tidak meminta para anggota untuk pindah. Nasihatnya kepada kami sederhana tetapi mendalam:

  1. Ciptakan Sion dalam hati dan pikiran kita.

  2. Jadilah terang bagi mereka di mana kita tinggal.

  3. Fokuskan pada tata cara-tata cara bait suci dan asas-asas yang diajarkan di sana.

Kami menghargai nasihat Penatua Lee dan berusaha untuk mengikutinya dalam keluarga kami.

Dalam membangun Sion dalam hati dan rumah kita, kita perlu menekankan ketaatan keagamaan di dalam rumah dengan mengadakan doa keluarga harian dan penelaahan tulisan suci serta dengan mengadakan malam keluarga mingguan. Dalam konteks ini kita dapat mengajar dan mendidik anak-anak kita. Kita melakukan ini dengan kasih dan kebaikan hati, menghindari kritikan yang tak semestinya terhadap anak-anak dan pasangan kita.

Terlepas dari di mana pun kita tinggal dan bahkan apakah kita melakukan segala sesuatu dengan benar, sebagian anak mungkin membuat pilihan-pilihan yang tidak bijaksana yang menuntun pada jalan terlarang. Sesuai dengan itu, penting untuk menolong orang-orang muda menentukan lebih awal apa yang akan mereka katakan atau lakukan ketika orang lain menawarkan perilaku yang tidak pantas atau amoral.

Anak-anak kami menghadiri sekolah di mana hanya ada dua atau tiga anak OSZA. Pada awal tiap tahun sekolah dan sebelum kegiatan sekolah, kami membahas dalam malam keluarga tanggapan-tanggapan yang tepat jika mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi-situasi yang mencurigakan. Kami menanyakan kepada mereka apa yang akan mereka katakan kepada teman-teman yang mungkin berkata kepada mereka, “Jangan bodoh, setiap orang melakukannya,” “Orangtuamu tidak akan tahu,” atau “Sekali saja tidak masalah.”

Kami berbicara tentang pertanggungjawaban kita kepada Tuhan.

Kami menjelaskan bahwa kita mengikuti teladan Kristus ketika kita berpakaian sopan, menggunakan bahasa yang bersih dan pantas, serta menghindari pornografi, yang sekarang perlu diajarkan kepada anak-anak usia Pratama agar mereka dapat memiliki kehidupan yang murni.

Kami berbicara tentang Yusuf dari Mesir, yang melarikan diri ketika dihadapkan pada perhatian yang tidak pantas dari istri Potifar (lihat Kejadian 39:7–12).

Masing-masing dari anak-anak kami memiliki setidaknya satu pengalaman di mana persiapan ini penting, tetapi di sebagian besar waktu teman-teman mereka melindungi mereka karena mereka tahu standar dan kepercayaan mereka.

Ketika putri kami, Kathryn, menelepon ibunya setelah pergi jauh untuk kuliah di perguruan tinggi, Mary menceritakan kepadanya hal-hal yang dia sukai tentang Juruselamat. Mary secara terus-menerus menggunakan teladan dan karakter-Nya untuk membantu dengan masalah yang dimiliki Kathryn ketika dia menelepon.

Saya percaya kita dapat membesarkan anak-anak yang saleh di hampir bagian mana pun di dunia jika kita memiliki landasan yang kuat dalam Yesus Kristus dan Injil-Nya. Nefi menguraikan pengajaran yang dia berikan kepada keluarga dan orang-orang, dengan mengatakan “Dan kita berbicara tentang Kristus, kita bersukacita di dalam Kristus, kita berkhotbah tentang Kristus, kita bernubuat tentang Kristus, dan kita menulis menurut nubuat-nubuat kita, agar anak-anak kita boleh mengetahui pada sumber mana mereka boleh berpaling untuk pengampunan akan dosa-dosa mereka” (2 Nefi 25:26).

Jika kita melakukan ini, ketika anak-anak kita membuat pilihan-pilihan yang tidak bijaksana, mereka akan tahu bahwa semuanya tidak hilang dan bahwa mereka dapat menemukan jalan pulang mereka. Saya ingin meyakinkan Anda bahwa Anda dan keluarga Anda akan diberkati sewaktu Anda berusaha untuk memperkuat tiap anggota keluarga Anda melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Jika kita mengikuti nasihat Penatua Lee untuk menjadi terang bagi mereka di mana kita tinggal, kita tidak dapat bersembunyi mengenai siapa diri kita. Perilaku kita hendaknya mencerminkan nilai dan kepercayaan kita. Bilamana pantas, kita hendaknya berperan serta dalam kegiatan-kegiatan umum.

Hidup layak dengan rekomendasi bait suci, menerima tata cara-tata cara bait suci, dan setia pada perjanjian-perjanjian kita memberi kita fokus dan visi untuk tetap berada di jalan perjanjian. Ketika remaja kita layak untuk melaksanakan baptisan bagi orang mati, kehidupan mereka akan tertib.

Kita perlu memfokuskan tenaga kita untuk memperkuat keluarga kita dengan berbicara, bersukacita, berkhotbah, dan bernubuat tentang Kristus agar kita dapat menikmati berkat keluarga yang saleh dan menjadi keluarga kekal.

Bagi mereka yang masih lajang tetapi menjalani kehidupan yang saleh, ajaran kita adalah pasti: “Para anggota setia yang keadaan mereka tidak memungkinkan mereka untuk menerima berkat-berkat pernikahan kekal dan menjadi orangtua dalam kehidupan ini akan menerima semua berkat yang dijanjikan dalam kekekalan, asalkan mereka menaati perjanjian-perjanjian yang mereka buat dengan Allah.”3

Gambar
A family interacts in a wheat field on a cloudy day.

Pahala Kebahagiaan

“Manfaat-manfaat apakah yang hendaknya saya berikan kepada anak-anak saya untuk menjadi bahagia dan berhasil dalam kehidupan?”

Lusifer telah menciptakan kepalsuan atau ilusi tentang kebahagiaan yang inkonsisten dengan kesalehan dan akan menyesatkan kita jika kita tidak bersiap siaga. Banyak dari masalah-masalah kita saat ini terjadi karena dunia sekuler telah menggunakan definisi yang tidak benar tentang kebahagiaan. Kita tahu dari Kitab Mormon bahwa masalah ini telah ada di semua generasi. Kita juga tahu berkat-berkat yang datang dari menjalankan perintah-perintah.

Raja Benyamin mengatakan, “Aku berhasrat agar kamu hendaknya mempertimbangkan akan keadaan yang diberkati dan bahagia dari mereka yang menaati perintah-perintah Allah. Karena lihatlah, mereka diberkati dalam segala hal, baik duniawi maupun rohani; dan jika mereka bertahan setia sampai akhir mereka diterima ke dalam surga, agar dengan demikian mereka boleh berdiam bersama Allah dalam suatu keadaan kebahagiaan yang tak pernah berakhir. Ya ingatlah, ingatlah bahwa hal-hal ini adalah benar; karena Tuhan Allah telah memfirmankannya” (Mosia 2:41).

Selama bertahun-tahun saya telah mengikuti sebuah proyek riset yang dimulai pada tahun 1930-an. Pada awalnya, kajian tersebut melibatkan 268 pria di sebuah universitas utama yang secara berkala melakukan kajian tentang seluruh kehidupan mereka. Belakangan, wanita menjadi bagian dari kajian itu. Kajian tersebut meliputi kira-kira 70 tahun. Tujuan dari kajian semula adalah untuk mencari tahu sebanyak mungkin tentang keberhasilan dan kebahagiaan.

Kajian tersebut memperlihatkan bahwa nilai ujian masuk perguruan tinggi dan nilai rata-rata tidak bisa memprediksi keberhasilan atau kebahagiaan dalam kehidupan mendatang. Tetapi satu bidang di mana terdapat korelasi yang tinggi adalah kebahagiaan masa kanak-kanak dalam keluarga. Orang dewasa yang bahagia dan berhasil biasanya melaporkan bahwa ibu mereka secara khusus mengungkapkan kasih dan kasih sayang kepada mereka secara lisan dan tidak menggunakan tindakan pendisiplinan yang berat. Kedua orangtua mereka saling menunjukkan kasih sayang serta siap dan ada bagi anak-anak mereka, di mana mereka memiliki hubungan yang hangat dan emosional yang ekspresif. Orangtua menciptakan lingkungan keluarga yang stabil dan dipercaya telah menghormati ruang gerak anak-anak mereka.

Sebuah buku yang memberikan kesimpulan tentang kajian tersebut yang diterbitkan tahun 2012 melaporkan: “Banyak ukuran keberhasilan di sepanjang kehidupan diprediksi dengan tidak terlalu mengandalkan pada keuntungan awal dalam bidang keuangan dan sosial melainkan berdasarkan pada masa kanak-kanak yang dikasihi dan penuh kasih.” Masa kanak-kanak yang hangat memiliki korelasi dengan pencapaian lebih daripada hubungannya dengan kecerdasan, kelas sosial, atau bidang olahraga. Kajian tersebut juga menemukan bahwa “kondisi baik yang terjadi pada masa kanak-kanak memprediksi masa depan jauh lebih baik daripada apabila terjadi kondisi buruk.”4

Kajian tersebut secara keseluruhan mengindikasikan bahwa bahkan ketika terdapat tantangan-tantangan yang signifikan dan ada beberapa hal yang berlangsung sangat buruk, sebagian besar anak akan tabah, dan kepercayaan yang dibangun oleh hubungan penuh kasih dengan orangtua, khususnya ibu, dapat menghasilkan kebahagiaan yang langgeng dan seumur hidup. Hal yang menarik bagi saya, tidak mengherankan, adalah bahwa kajian tersebut sepenuhnya sejalan dengan apa yang tulisan suci dan Gereja ajarkan tentang keluarga. Gereja menekankan malam keluarga, doa keluarga, pengungkapan kasih, kebersamaan keluarga, dan tradisi-tradisi keluarga, yang adalah jenis-jenis kegiatan yang diindikasikan dalam kajian akan menghasilkan orang dewasa yang bahagia dan berhasil.

Nefi memulai Kitab Mormon dengan mengungkapkan rasa syukur atas “orangtua yang baik” (1 Nefi 1:1), tetapi pelajaran yang sesungguhnya adalah bahwa kita masing-masing menentukan jenis orangtua yang bagaimana kita akan menjadi sehingga keturunan kita dapat dengan bahagia melaporkan bahwa mereka juga dilahirkan dari orangtua yang baik.

Hal paling penting yang dapat Anda lakukan adalah untuk memastikan anak-anak Anda dan mereka yang Anda pelihara mengetahui bahwa Anda mengasihi mereka. Kasih adalah unsur utama kebahagiaan.

Gambar
A family interacts in a wheat field on a cloudy day.

Pahala Menjadi Makmur di Tanah Ini

“Keluarga kita tidak mencapai keberhasilan materi yang signifikan. Apakah itu karena kita tidak cukup saleh?

Tulisan suci adalah jelas bahwa menjalankan perintah-perintah memperkenankan kita menjadi makmur di tanah ini. Tetapi izinkan saya meyakinkan Anda bahwa menjadi makmur di tanah ini tidak ditetapkan oleh seberapa banyak uang yang ada dalam rekening bank Anda. Itu memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada itu.

Berbicara kepada putranya Helaman, Nabi Alma mengajarkan, “Sejauh kamu akan menaati perintah-perintah Allah kamu akan makmur di tanah ini; dan kamu seharusnya tahu juga, bahwa sejauh kamu tidak akan menaati perintah-perintah Allah kamu akan disingkirkan dari hadirat-Nya” (Alma 36:30).

Oleh karena itu, memiliki Roh dalam kehidupan kita adalah unsur utama dalam menjadi makmur di tanah ini. Jika kita menaati perintah-perintah, kita juga memiliki janji-janji spesifik tertentu (lihat Efesus 6:1–3). Ajaran dan Perjanjian bagian 89, misalnya, menjanjikan bahwa dengan menjalankan Firman Kebijaksanaan, kita akan menikmati berkat-berkat kesehatan dan harta pengetahuan yang besar.

Menjauhkan diri dari salah satu unsur dari Firman Kebijaksanaan, menghindari alkohol, adalah bersifat instruksi. Kajian riset yang saya sebutkan sebelumnya menemukan bahwa penyalahgunaan alkohol yang memengaruhi satu dari tiga keluarga Amerika, melibatkan seperempat dari semua pasien yang masuk ke rumah sakit umum, dan memainkan peran utama dalam kematian, perceraian, kesehatan yang buruk, dan prestasi yang berkurang.

Sebuah kajian jangka panjang terhadap para anggota Gereja yang aktif di California menemukan bahwa rata-rata para wanita hidup 5,6 tahun lebih lama dan pria 9,8 tahun lebih lama dibandingkan dengan rata-rata wanita dan pria Amerika Serikat. Para dokter yang mengadakan kajian tersebut mengindikasikan setidaknya satu alasan yaitu ketaatan terhadap Firman Kebijaksanaan? Menjalankan Firman Kebijaksanaan memperkenankan kita untuk menjadi makmur di tanah ini.5

Dalam sebuah percakapan yang saya alami dengan Presiden Gordon B. Hinckley (1910–2008) dalam sebuah penerbangan ke pendedikasian sebuah bait suci, dia dengan sukacita melaporkan bahwa Gereja memiliki dana untuk meningkatkan jumlah bait suci karena para Orang Suci Zaman Akhir telah menjadi makmur di tanah ini. Sebagai pembayar persepuluhan yang setia, mereka telah menyediakan sumber-sumber untuk membangun bait suci-bait suci.

Menjadi makmur dan menjadi kaya tidak berarti sama. Sebuah definisi Injil yang lebih baik tentang menjadi makmur di tanah ini adalah memiliki kecukupan untuk kebutuhan kita sementara pada saat yang sama juga memiliki berkat yang berkelimpahan dari Roh dalam kehidupan kita. Ketika kita menyediakan kebutuhan bagi keluarga kita dan kasih serta melayani Juruselamat, kita akan menikmati pahala memiliki Roh dan menjadi makmur di tanah ini.

Pahala Kedamaian

Pahala utama yang dijanjikan dari kesalehan dinyatakan dengan jelas dalam Ajaran dan Perjanjian 59:23: “Tetapi belajarlah bahwa dia yang melakukan pekerjaan kesalehan akan menerima pahalanya, bahkan kedamaian di dunia ini dan kehidupan kekal di dunia yang akan datang.”

Lebih dari 35 tahun yang lalu, Presiden Kimball mengajarkan bahwa pertumbuhan utama akan terjadi di Gereja karena banyak “wanita … yang baik … akan tertarik kepada Gereja dalam jumlah yang besar.” Dia menyatakan, “Ini akan terjadi sehingga para wanita Gereja akan mencerminkan kesalehan serta kecermatan dalam kehidupan mereka dan … terlihat unik dan berbeda—dalam cara-cara yang bahagia—dari para wanita dunia.”6

Ini benar-benar telah terjadi dan akan terus demikian di masa mendatang.

Tuhan Allah sesungguhnya adalah matahari dan perisai serta akan memberikan kasih karunia dan kemuliaan. Tidak ada hal yang baik akan ditahan dari mereka yang berjalan dengan lurus (lihat Mazmur 84:11). Doa saya adalah semoga Anda dapat menuai pahala kesalehan sewaktu Anda dengan setia mengikuti Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.

Catatan

  1. Lihat Spencer W. Kimball, “The False Gods We Worship,” Ensign, Juni 1976, 2–6.

  2. Lihat Lane Anderson, Deseret News, “The Instagram Effect: How the Psychology of Envy Drives Consumerism,” 15 April 2014, C7.

  3. Buku pegangan 2: Mengelola Gereja (2010), 1.3.3. Presiden Boyd K. Packer, Presiden Kuorum Dua Belas Rasul, menegaskan kembali hal ini dalam ceramahnya pada konferensi umum April 2014, “Saksi,” Liahona, Mei 2014, 94–97.

  4. George E. Vaillant, Triumphs of Experience: The Men of the Harvard Grant Study (2012), 108–9.

  5. Lihat James E. Enstrom and Lester Breslow, “Lifestyle and Reduced Mortality among Active California Mormons, 1980–2004,” Preventive Medicine 46 (2008), 135.

  6. Lihat Spencer W. Kimball, “The Role of Righteous Women,” Ensign, November 1979, 103–4; lihat juga Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Spencer W. Kimball (2006), 269.

Jika kita tidak hati-hati, dunia dapat menyebabkan kita memfokuskan pada hal-hal yang menjauhkan kita dari komitmen rohani yang dalam.

Dunia terfokus pada isu-isu ekonomi duniawi sehari-hari, tetapi fokus kita hendaknya adalah pada masalah-masalah rohani.

Kasih adalah unsur utama kebahagiaan di dunia ini.

Kemakmuran sejati di dunia ini berasal dari keseimbangan dalam menyediakan kebutuhan bagi keluarga kita sementara juga mengasihi dan melayani Juruselamat.

Ilustrasi foto oleh LiudmylaSupynska/iStock/Thinkstock; ilustrasi tentang wanita oleh Stockbyte/Thinkstock; ilustrasi tentang beras oleh ririe777/iStock/Thinkstock

Ilustrasi oleh Stockbyte/Thinkstock; Ilustrasi foto oleh Colin Ligertwood

Ilustrasi foto oleh Colin Ligertwood; Ilustrasi oleh Stockbyte/Thinkstock

Ilustrasi oleh Stockbyte/Thinkstock; ilustrasi foto oleh Massonstock/iStock/Thinkstock