Dasar bagi Iman Kita
Artikel ini dikutip dari sebuah ceramah yang diberikan kepada para pengajar dan murid Sekolah Hukum Harvard pada 16 Februari 2010.
Sebagai seorang Rasul saya dipanggil untuk menjadi saksi akan ajaran, pekerjaan, dan kuasa Kristus di seluruh dunia. Dalam kapasitas itu saya memberikan kesaksian tentang kebenaran akan asas-asas dari kepercayaan kita.
Kita Orang-Orang Suci Zaman Akhir tahu bahwa ajaran-ajaran dan nilai-nilai kita tidak banyak dipahami oleh mereka yang bukan dari kepercayaan kita. Ini diperlihatkan melalui studi Gary C. Lawrence yang mendunia dalam buku terkininya, How Americans View Mormonism. Tiga perempat dari mereka mensurvei yang berkaitan dengan Gereja kita dengan standar-standar moral yang tinggi, tetapi kira-kira setengahnya berpikir kita tertutup dan misterius serta memiliki “keyakinan yang aneh.”1. Ketika diminta untuk memilih kata-kata berbeda yang menurut mereka menguraikan Orang-Orang Suci Zaman Akhir secara umum, 87 persen menyebutkan “nilai-nilai keluarga yang kuat,” 78 persen menyebutkan “jujur,” dan 45 persen menyebutkan “pengikut buta.”2
Ketika orang-orang yang diwawancarai Lawrence ditanya, “Menurut pemahaman terbaik Anda, apa tuntutan utama Mormonisme?” hanya 14 persen yang dapat menjelaskan sesuatu yang mendekati gagasan tentang pemulihan atau penegakan kembali asal usul kepercayaan Kristen, sementara survei nasional lainnya menanyakan kepada para responden apa satu kata yang paling baik menguraikan kesan mereka tentang agama Mormon, tidak seorang pun menyarankan kata-kata atau gagasan-gagasan tentang asal usul atau pemulihan Kekristenan.3
Kekecewaan saya dengan temuan-temuan ini sedikit berkurang dengan temuan dan observasi lainnya dari Lawrence bahwa pada pokok bahasan agama rakyat Amerika secara umum adalah “taat beragama” tetapi “sangat bebal.” Sebagai contoh, 68 persen mengatakan mereka berdoa setidaknya beberapa kali seminggu, dan 44 persen mengatakan mereka menghadiri kebaktian keagamaan hampir setiap minggu. Pada saat yang sama, hanya setengahnya yang dapat menyebutkan nama bahkan satu dari empat Injil, kebanyakan tidak dapat menyebutkan kitab pertama dari Alkitab, dan 10 persen mengira Joan dari Arc adalah istri Nuh.4
Banyak faktor menambah pada meluasnya pengabaian terhadap pokok bahasan agama, tetapi salah satu di antaranya tentu saja permusuhan atau pengabaian umum dari kalangan akademis terhadap agama. Namun dengan beberapa pengecualian, perguruan tinggi dan universitas telah menjadi tempat-tempat yang tidak memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dimana sikap terhadap agama adalah netral. Mahasiswa dan umat beragama lain yang percaya tentang kenyataan Allah yang hidup dan hukum moralitas yang mutlak menjadi diacuhkan.
Tampaknya tidak realistis mengharapkan kalangan akademis secara keseluruhan untuk mendapatkan lagi peranan penting dalam mengajarkan nilai-nilai moral. Itu akan tetap dalam domain rumah tangga, gereja, perguruan tinggi dan universitas yang berhubungan dengan gereja. Semuanya hendaknya mengharapkan keberhasilan dalam tugas penting ini. Kalangan akademi dapat berpura-pura terhadap kenetralan mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang yang benar dan yang salah, tetapi masyarakat tidak dapat hidup pada kenetralan semacam itu.
Saya telah memilih tiga pokok kebenaran untuk disampaikan sebagai asas-asas dasar iman Orang-Orang Suci Zaman Akhir:
-
Sifat Allah, termasuk peran dari tiga anggota Tubuh Ke-Allah-an dan kebenaran yang terakit bahwa terdapat hukum moral.
-
Tujuan kehidupan.
-
Tiga sumber kebenaran mengenai manusia dan alam semesta: sains, tulisan suci, dan wahyu yang berkesinambungan—serta bagaimana kita dapat mengetahuinya.
1. Sifat Allah
Asas dasar pertama saya dari iman kita adalah bahwa Allah adalah nyata dan demikian pula kebenaran-kebenaran serta nilai-nilai kekal tidak dapat dibuktikan dengan metode ilmiah terkini. Gagasan-gagasan ini tak pelak terkait. Seperti orang-orang percaya lainnya, kami menyatakan keberadaan sang pemberi hukum utama, Allah Bapa Kekal kita, dan keberadaan hukum-hukum moral. Kami menolak kerelatifan moral yang menjadi kepercayaan tidak resmi dari banyak budaya modern.
Bagi kita kebenaran mengenai sifat Allah dan hubungan kita dengan-Nya merupakan kunci bagi segala hal lainnya. Secara signifikan, kepercayaan kita dalam sifat Allah itulah yang membedakan kita dari kepercayaan resmi sebagian besar denominasi Kristen. Pasal-Pasal Kepercayaan kita dimulai dengan ini: “Kami percaya kepada Allah, Bapa yang Kekal, dan kepada Putra-Nya, Yesus Kristus, dan kepada Roh Kudus” (ke-1).
Kita memiliki kepercayaan ini mengenai Tubuh Ke-Allah-an pada umumnya dengan umat Kristen lainnya, tetapi bagi kita itu berarti sesuatu yang berbeda daripada kebanyakan orang. Kita mendukung bahwa tiga anggota tubuh Ke-Allah-an ini adalah tiga makhluk yang terpisah dan berbeda dan bahwa Allah Bapa bukanlah roh melainkan makhluk yang dipermuliakan dengan tubuh yang dapat diraba, demikian pula Putra-Nya yang telah bangkit, Yesus Kristus. Meskipun terpisah dalam identitas, Mereka satu dalam tujuan. Kita mendukung bahwa Yesus mengacu pada hubungan ini ketika Dia berdoa kepada Bapa-Nya agar para murid-Nya dapat “menjadi satu” bahkan seperti Yesus dan Bapa-Nya adalah satu (Yohanes 17:11)—yang dipersatukan dalam tujuan namun tidak dalam identitas. Kepercayaan unik kita bahwa “Bapa memiliki tubuh dari daging dan tulang senyata milik manusia; Putra juga; tetapi Roh Kudus tidak memiliki tubuh dari daging dan tulang, tetapi adalah Sosok dari Roh” (A&P 130:22) adalah penting bagi kita. Namun, sebagaimana yang wawancara Gary Lawrence perlihatkan, kita belum secara efektif menyampaikan kepercayaan ini kepada orang lain.5
Kepercayaan kita dalam sifat Allah berasal dari apa yang kita sebut Penglihatan Pertama, yang mengawali Pemulihan kegenapan Injil Yesus Kristus. Joseph Smith, seorang anak lelaki berusia 14 yang tidak terpelajar mencari tahu manakah gereja yang hendaknya dia ikuti, diberi sebuah penglihatan dimana dia melihat “dua Sosok” yang “kecemerlangan dan kemuliaan” mereka tak teruraikan. Salah seorang dari Mereka menunjuk kepada yang lain dan berkata, “Inilah Putra Terkasih-Ku. Dengarlah Dia!” (Joseph Smith—Sejarah 1:17). Allah Putra mengatakan kepada nabi muda bahwa semua “pernyataan kepercayaan” dari gereja-gereja pada masa itu “kekejian dalam pandangan-Nya” (Joseph Smith—Sejarah 1:19). Pernyataan ilahi ini mengutuk kepercayaan, bukan para pencari yang setia yang memercayainya.
Penglihatan Pertama Joseph Smith memperlihatkan bahwa konsep umum tentang sifat Allah dan Tubuh Ke-Allah-an tidaklah benar dan tidak dapat menuntun kesetiaan mereka pada takdir yang Allah hasratkan bagi mereka. Pencurahan tulisan suci modern berikutnya mengungkapkan signifikansi kebenaran dasar ini dan memberi kita Kitab Mormon. Kitab tulisan suci yang baru ini merupakan kesaksian kedua akan Yesus Kristus. Itu meneguhkan nubuat-nubuat dan ajaran-ajaran Alkitab tentang sifat serta misi Kristus. Itu memperbesar pemahaman kita tentang Injil-Nya dan ajaran-ajaran-Nya selama pelayanan fana-Nya. Itu juga menyediakan banyak ajaran dan ilustrasi mengenai wahyu-wahyu yang melaluinya kita dapat mengetahui kebenaran akan hal-hal ini.
Ajaran-ajaran ini menjelaskan kesaksian kita tentang Kristus. Kita tidak didasarkan pada kebijaksanaan dunia atau filosofi manusia—sekalipun hal itu tradisional atau dihormati. Kesaksian kita tentang Yesus Kristus didasarkan pada wahyu-wahyu dari Allah kepada para nabi-Nya dan kepada kita secara individu.
Apa yang menyebabkan kesaksian kita akan Yesus Kristus kuat? Yesus Kristus adalah Putra Tunggal Allah Bapa yang Kekal. Dia adalah sang Pencipta. Melalui pelayanan fana-Nya yang tak tertandingi, Dia adalah guru kita. Karena Kebangkitan-Nya, semua yang pernah hidup akan dibangkitkan dari kematian. Dia adalah Juruselamat, yang kurban Pendamaiannya membuka pintu bagi kita untuk dapat diampuni dari dosa-dosa pribadi kita sehingga kita dapat dibersihkan untuk kembali ke hadirat Allah Bapa Kekal kita. Inilah pesan utama dari para nabi di segala abad. Joseph Smith menegaskan kebenaran besar ini dalam Pasal-Pasal Kepercayan ke-3 kita: “Kami percaya bahwa melalui Pendamaian Kristus, seluruh umat manusia boleh diselamatkan, melalui kepatuhan pada hukum dan tata cara Injil.”
Sebagai anggota Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir, kita bersaksi bersama Nabi Kitab Mormon Raja Benyamin “bahwa tidak akan ada nama lain diberikan tidak juga jalan tidak juga cara lain apa pun yang melaluinya keselamatan dapat datang kepada anak-anak manusia, hanya dalam dan melalui nama Kristus, Tuhan Yang Mahakuasa” (Mosia 3:17).
Mengapa Kristus merupakan satu-satunya jalan? Bagaimana Dia dapat mematahkan belenggu kematian? Bagaimana mungkin bagi-Nya untuk mengambil bagi Diri-Nya dosa-dosa seluruh umat manusia? Bagaimana diri kita yang penuh noda dan dosa dibersihkan dan tubuh kita dibangkitan melalui Pendamaian-Nya? Misteri-misteri ini tidak dapat sepenuhnya saya pahami. Bagi saya mukjizat Pendamaian Yesus Kristus tak dapat dipahami, tetapi Roh Kudus telah memberi saya kesaksian akan kebenarannya, dan saya bersuka karena saya dapat meluangkan hidup saya dalam menyatakannya.
2. Tujuan Kehidupan Fana
Asas dasar kedua saya terkait dengan tujuan kehidupan fana. Ini berasal dari pemahaman kita tentang tujuan-tujuan Allah Bapa Kekal kita dan masalah takdir kita sebagai anak-anak-Nya. Teologi kita dimulai dengan kepastikan bahwa kita hidup sebagai roh sebelum kita datang ke bumi ini. Itu meyakinkan bahwa kehidupan fana ini memiliki sebuah tujuan. Dan itu mengajarkan bahwa aspirasi tertinggi kita adalah untuk menjadi seperti orang tua surgawi kita, yang akan memperkenankan kita untuk melanggengkan hubungan keluarga kita di sepanjang kekekalan. Kita ditempatkan di bumi untuk memperoleh tubuh jasmani—dan melalui Pendamaian Yesus Kristus serta melalui kepatuhan terhadap hukum-hukum dan tata cara-tata cara Injil-Nya— untuk memenuhi syarat bagi keadaan dan hubungan selestial yang dimuliakan yang disebut permuliaan atau kehidupan kekal.
Kita secara tepat dikenal sebagai sebuah Gereja yang berpusat pada keluarga, tetapi yang tidak dipahami dengan baik adalah bahwa keterpusatan pada keluarga bukanlah sekadar fokus pada hubungan fana melainkan juga sebuah masalah teologi dasar. Di bawah rencana besar dari sang Pencipta yang penuh kasih, misi dari Gerejanya adalah untuk menolong kita mencapai permuliaan dalam kerajaan selestial, dan itu dapat dicapai hanya melalui sebuah pernikahan kekal antara seorang pria dan seorang wanita (lihat A&P 131:1–3).
Ibu saya seorang janda yang setia tidak bingung mengenai sifat dari hubungan keluarga. Dia senantiasa menghormati posisi dari ayah yang setia yang telah tiada. Dia menjadikannya hadir dalam rumah kami. Dia berbicara mengenai durasi kekal pernikahan bait suci mereka dan mengenai takdir kita untuk bersama-sama sebagai sebuah keluarga dalam kehidupan selanjutnya. Dia sering mengingatkan kami tentang apa yang Bapa kita kehendaki untuk kita lakukan agar kita dapat memenuhi syarat bagi janji Juruselamat bahwa kita dapat menjadi sebuah keluarga kekal. Dia tidak pernah merujuk dirinya sebagai seorang janda, dan saya pun tidak pernah menganggap dia seperti itu. Bagi saya, sebagai seorang anak lelaki yang sedang tumbuh, dia bukanlah seorang janda. Dia memiliki seorang suami, dan kami memiliki seorang ayah. Dia hanyalah pergi jauh untuk sementara waktu.
Kami yakin bahwa pernikahan penting bagi pencapaian rencana Allah untuk menyediakan suatu keadaan yang disetujui bagi kelahiran fana dan untuk mempersiapkan anggota keluarga bagi kehidupan kekal. Pengetahuan tentang rencana Allah memberi para Orang Suci Zaman Akhir sebuah perspektif unik mengenai pernikahan dan anak-anak. Kami memandang melahirkan dan mengasuh anak-anak sebagai bagian dari rencana Allah serta sebuah tugas kudus bagi mereka yang diberi kuasa untuk berperan serta di dalamnya.
Kuasa untuk menciptakan kehidupan fana adalah kuasa paling mulia yang telah Allah berikan kepada anak-anak-Nya. Penggunaan akan kuasa kreatif ini dimandatkan dalam perintah pertama untuk “beranak-cuculah dan bertambah banyak” (Kejadian 1:28). Perintah penting lainnya melarang penyalahgunaannya: “Jangan berzina” (Keluarga 20:14), dan supaya kamu menjauhi percabulan” (1 Tesalonika 4:3). Penekanan yang kita tempatkan pada hukum kesucian ini dijelaskan melalui pemahaman kita akan tujuan kuasa prokreasi dalam pemenuhan rencana Allah.
Ada banyak tekanan politik, hukum, dan sosial untuk perubahan-perubahan yang membingungkan jenis kelamin, pengaburan pentingnya pernikahan atau perubahan definisinya, atau pengaburan perbedaan antara pria dan wanita yang penting untuk mencapai rencana besar Allah akan kebahagiaan. Perspektif kekal kita menempatkan kita terhadap perubahan-perubahan semacam itu.
Pada akhirnya, pemahaman kita tentang tujuan kehidupan fana mencakup beberapa ajaran unik mengenai apa yang mengikuti kefanaan. Seperti umat Kristen lainnya, kita percaya bahwa ketika kita meninggalkan kehidupan ini, kita pergi ke surga (firdaus) atau neraka. Namun bagi kita pembagian dua bagian ini dari yang saleh dan yang jahat hanya bersifat sesaat sementara roh-roh dari mereka yang telah mati menunggu kebangkitan mereka dan Penghakiman Terakhir (lihat Alma 40:11–14). Tujuan yang mengikuti Penghakiman Terakhir jauh lebih beragam, dan itu berdiri sebagai bukti akan kebesaran kasih Allah bagi anak-anak-Nya—mereka semua.
Kasih Allah sedemikian besar sehingga Dia mensyaratkan anak-anak-Nya untuk mematuhi hukum-hukum-Nya karena hanya melalui kepatuhan itulah mereka dapat bertumbuh ke arah takdir kekal yang Dia hasratkan bagi mereka. Oleh karena itu, dalam Penghakiman Terakhir kita akan ditempatkan dalam kerajaan kemuliaan yang sepadan dengan kepatuhan kita terhadap hukum-hukum-Nya. Dalam surat keduanya kepada orang-orang Korintus, Rasul Paulus menceritakan sebuah penglihatan tentang seorang pria yang “diangkat ke tingkat yang ketiga dari surga” (2 Korintus 12:2). Berbicara mengenai kebangkitan orang mati, dia menguraikan “tubuh” dengan kemuliaan-kemuliaan yang berbeda, seperti setiap kemuliaan matahari, bulan, dan bintang. Dia merujuk pada dua yang pertama dari hal tersebut sebagai “tubuh surgawi, dan tubuh duniawi” (lihat 1 Korintus 15:40–42). Bagi kita, kehidupan kekal dalam selestial, yang tertinggi, kemuliaan bukanlah suatu persatuan mistis dengan allah-roh yang tak dapat dipahami. Melainkan, kehidupan kekal adalah kehidupan keluarga dengan seorang Bapa yang penuh kasih di Surga dan dengan leluhur serta keturunan kita.
Teologi tentang Injil yang dipulihkan Yesus Kristus adalah dapat dipahami, universal, penuh belas kasih, serta benar adanya. Menyusul pengalaman kehidupan fana yang diperlukan, semua putra dan putri Allah akan pada akhirnya dibangkitkan dan pergi ke sebuah kerajaan kemuliaan yang lebih indah daripada makhluk fana mana pun dapat pahami. Dengan hanya beberapa pengecualian, bahkan mereka yang sangat jahat akan pada akhirnya pergi ke sebuah kerajaan kemuliaan meskipun—lebih rendah. Semua ini akan terjadi karena kasih besar Allah bagi anak-anak-Nya, dan itu semua dimungkinkan karena Pendamaian dan Kebangkitan Yesus Kristus, “yang memuliakan Bapa, dan menyelamatkan segala pekerjaan tangan-Nya” (A&P 76:43).
3. Sumber Kebenaran
Para Orang Suci Zaman Akhir memiliki minat yang besar dalam mengejar pengetahuan. Brigham Young (1801–1977) mengungkapkannya dengan paling baik, “Agama [kita] … menyarankan [kita] untuk meneliti dengan tekun pengetahuan. Tidak ada umat lain yang ada, yang lebih berhasrat untuk melihat, mendengar, belajar, dan mengerti kebenaran.”6
Pada kesempatan lain dia menjelaskan bahwa kita mendorong para anggota kita untuk “meningkatkan pengetahuan [mereka] … dalam setiap cabang [pendidikan], karena semua kebijakan, dan semua seni dan ilmu pengetahuan di dunia berasal dari Allah, dan dirancang demi kebaikan umat-Nya.”7
Kita mencari pengetahuan, tetapi kita melakukannya dalam suatu cara khusus karena kita percaya ada dua dimensi pengetahuan: materi dan rohani. Kita mencari pengetahuan dalam dimensi materi melalui pencarian ilmu pengetahuan dan dalam dimensi rohani melalui wahyu. Wahyu adalah komunikasi Allah kepada manusia—kepada nabi dan kepada kita semua jika kita mencarinya.
Wahyu merupakan salah satu yang jelas dari sifat unik iman kita. Nabi Joseph Smith diarahkan dan diteguhkan melalui aliran wahyu yang berkesinambungan di sepanjang hidupnya. Jumlah yang besar dari wahyu-wahyunya yang diterbitkan, termasuk Kitab Mormon serta Ajaran dan Perjanjian, mendatangkan pemanggilan uniknya sebagai Nabi dari dispensasi waktu zaman akhir ini. Dalam wahyu kenabian ini—kepada Joseph Smith dan kepada para penerusnya sebagai Presiden Gereja—Allah telah mewahyukan kebenaran-kebenaran serta perintah-perintah kepada para pemimpin-nabi-Nya untuk penerangan umat-Nya dan untuk pemerintahan serta arahan Gereja-Nya.
Inilah jenis wahyu yang diuraikan dalam ajaran Perjanjian Lama bahwa “Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (Amos 3:7). Joseph Smith menyatakan, “Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir dilandaskan pada wahyu langsung, sebagaimana Gereja Allah yang sejati adanya selama ini.”8 Dia bertanya, “Ambillah Kitab Mormon serta wahyu-wahyu, dan di manakah agama kita?” Dia menjawab, “Kita tidak memilikinya.”9
Joseph Smith juga mengajarkan bahwa karena wahyu tidak berhenti dengan para Rasul zaman dahulu tetapi berlanjut pada zaman modern ini, setiap orang dapat menerima wahyu pribadi karena keinsafan, pemahaman, dan pembuatan keputusannya. “Adalah hak istimewa bagi anak-anak Allah untuk datang kepada Allah dan mendapatkan wahyu,” tuturnya. “Allah bukanlah orang yang pilih kasih; kita semua memiliki hak istimewa yang sama.”10
Perjanjian Baru menguraikan wahyu pribadi semacam itu. Sebagai contoh, ketika Paulus meneguhkan keyakinannya bahwa Yesus adalah Putra ilahi Allah, Juruselamat berfirman, “Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Matius16:17).
Wahyu pribadi—yang kadang-kadang disebut “inspirasi”—datang dalam banyak bentuk. Sering kali melalui perkataan atau pikiran yang dikomunikasikan ke benak melalui penerangan mendadak atau melalui perasaan positif atau negatif tentang pilihan tindakan yang disetujui. Biasanya itu datang dalam tanggapan terhadap pencarian yang tulus dan sungguh-sungguh. Yesus mengajarkan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Matius 7:7). Wahyu datang ketika kita mematuhi perintah-perintah Allah dan karenanya memenuhi syarat bagi penemanan serta komunikasi dari Roh Kudus.
Beberapa orang mempertanyakan bagaimana para anggota Gereja menerima sebuah ajaran nabi modern untuk membimbing kehidupan pribadi mereka, sesuatu yang tidak lazim dalam kebanyakan tradisi agama. Jawaban kita terhadap tuduhan bahwa Orang-Orang Suci Zaman Akhir mengikuti pemimpin mereka dalam “kepatuhan buta” adalah wahyu pribadi yang sama ini. Kita menghargai para pemimpin kita dan memercayai inspirasi dalam kepimpinan mereka di Gereja serta dalam ajaran-ajaran mereka. Tetapi kita semua diberi hak istimewa dan didorong untuk meneguhkan ajaran-ajaran mereka dengan pencarian yang sungguh-sungguh dan menerima peneguhan melalui wahyu secara langsung dari Allah.
Kebanyakan orang Kristen percaya bahwa Allah menutup kanon—tulisan suci kumpulan kitab-kitab kudus yang diwenangkan yang digunakan sebagai tulisan suci—tak lama setelah kematian Kristus dan bahwa tidak ada wahyu-wahyu yang setara sejak waktu itu. Joseph Smith mengajarkan dan memperlihatkan bahwa kanon tulisan suci dibuka.11 Kenyataannya, kanon tulisan suci dibuka dalam dua cara, dan gagasan tentang wahyu yang berkesinambungan adalah penting bagi keduanya.
Pertama, Joseph Smith mengajarkan bahwa Allah akan membimbing anak-anak-Nya dengan memberikan tambahan baru terhadap kanon tulisan suci. Kitab Mormon adalah tambahannya. Demikian juga dengan wahyu-wahyu dalam Ajaran dan Perjanjian serta Mutiara yang Sangat Berharga. Wahyu yang berkesinambungan penting bagi kita untuk menerima apa yang Tuhan ingin kita pahami dan lakukan di zaman dan keadaan kita sendiri.
Kedua, wahyu yang berkesinambungan membuka kanon sewaktu para pembaca tulisan suci, di bawah pengaruh Roh Kudus, menemukan makna tulisan suci baru dan arahan bagi keadaan pribadi mereka. Rasul Paulus menulis bahwa “segala tulisan suci … diilhamkan Allah” (2 Timotius 3:16; lihat juga 2 Petrus 1:21) dan bahwa “tidak ada orang yang tahu apa, yang terdapat dalam diri Allah, [kecuali dia memiliki] roh yang berasal dari Allah” (1 Korintus 2:11; lihat catatan kaki c, dari Terjemahan Joseph Smith). Ini artinya bahwa untuk memahami tulisan suci, kita memerlukan inspirasi pribadi dari Roh Tuhan untuk menerangi benak kita. Akibatnya, kami mengimbau para anggota kita untuk menelaah tulisan suci serta dengan doa yang sungguh-sungguh mencari inspirasi untuk mengetahui maknanya bagi diri mereka sendiri. Pengetahuan akhir datang lewat wahyu pribadi melalui Roh Kudus.
Yesus mengajarkan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:20). Bagi saya, bagi banyak yang percaya lainnya, dan bagi banyak pengamat, buahnya adalah baik—baik bagi para anggota, baik bagi keluarga mereka, baik bagi komunitas mereka, serta baik bagi bangsa mereka. Perlengkapan bernilai jutaan dolar dan pelayanan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir dan anggotanya yang secara diam-diam dan efisien menyediakan sebagai tanggapan terhadap tragedi seperti gempa bumi di Haiti pada Januari 2010 merupakan bukti akan fakta itu.
Sebagai seorang Rasul saya dipanggil untuk menjadi saksi akan ajaran, pekerjaan, dan kuasa Kristus di seluruh dunia. Dalam kapasitas itu saya memberikan kesaksian tentang kebenaran akan asas-asas dari kepercayaan kita.
Untuk teks lengkap dalam bahasa Inggris, kunjungi www.lds.org/fundamental-premises-of-our-faith.