Renungkan: Mengapa Anda merasa Tuhan mengasihi mereka yang memiliki “integritas hati”? (Lihat Ajaran dan Perjanjian 124:15 ).
Saksikan: “Apakah yang Dapat Diberikannya Sebagai Ganti Nyawanya?” (Tidak ada video? Baca halaman berikutnya ).
Bahas: Apa yang dimaksud dengan memiliki integritas? Apa beberapa cara kecil orang memberikan jiwa mereka untuk mendapatkan hal-hal dalam kehidupannya?
Baca: Pasal-Pasal Kepercayaan 1:13 ; Mosia 4:28 ; Ayub 27:5 (di sebelah kanan)
“Kami percaya harus jujur.”
“Dan aku menghendaki agar kamu hendaknya ingat, bahwa barang siapa di antara kamu meminjam dari sesamanya hendaknya dia mengembalikan apa yang dia pinjam, menurut seperti yang dia sepakati, bila tidak engkau akan berbuat dosa; dan barangkali engkau akan menyebabkan sesamamu berbuat dosa juga.”
Praktik: Secara perorangan, nilailah diri Anda sendiri di bidang-bidang berikut.
Berikan angka di depan setiap pernyataan untuk menunjukkan seberapa sering Anda bertindak dengan cara ini. 1 = tidak pernah 2 = kadang 3 = sering 4 = hampir selalu 5 = selalu
Saya memenuhi semua janji, komitmen, dan perjanjian saya.
Saya jujur sepenuhnya dalam segala hal yang saya ucapkan dan dalam catatan yang saya simpan.
Saya tidak melebih-lebihkan untuk membuat segala sesuatu terlihat lebih baik daripada yang sebenarnya.
Saya mengembalikan semua yang saya pinjam dan tidak mengambil barang yang bukan milik saya.
Saya benar-benar setia terhadap pasangan saya baik dalam perkataan maupun tindakan.
Saya tidak pernah berbuat curang, bahkan meskipun saya tahu saya tidak akan ketahuan.
Ketika saya menemukan sesuatu yang bukan milik saya, saya mengembalikannya kepada pemiliknya.
Saya selalu mengembalikan uang yang saya pinjam, termasuk pinjaman DTP dari Gereja.
Komitmen: Buatlah komitmen untuk melakukan tindakan-tindakan berikut selama minggu ini. Berilah tanda centang pada kotak setelah Anda menyelesaikan setiap tugas:
Praktikkan untuk menunjukkan integritas setiap hari.
Ajarkan asas ini kepada keluarga Anda.
Lanjutkan mempraktikkan asas landasan sebelumnya.
“Integritas selalu berarti melakukan apa yang benar dan baik, terlepas apa pun konsekuensi langsungnya. Itu berarti bertindak benar dari kedalaman jiwa kita, tidak hanya dalam tindakan kita tetapi, lebih penting lagi dalam pikiran dan hati kita .… Sedikit berdusta, sedikit berbuat curang, atau sedikit mengambil manfaat yang tidak adil tidak bisa diterima dalam pandangan Tuhan .… Ganjaran yang sempurna dari integritas adalah penemanan secara terus-menerus oleh Roh Kudus, .. [yang akan] membimbing kita dalam segala hal yang kita lakukan.”
Joseph B. Wirthlin, “Personal Integrity,” Ensign, Mei 1990, 30–33
Bantulah semua orang fokus pada tindakan—bukan hanya pada pembicaraan.
Jika Anda tidak bisa menyaksikan video, baca naskah berikut.
Gambar
Penatua Robert C. Gay
PENATUA ROBERT C. GAY: Juruselamat pernah menanyakan kepada para murid-Nya pertanyaan berikut, “Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?””
Ini adalah pertanyaan yang diajarkan ayah saya kepada saya untuk dipikirkan dengan cermat bertahun-tahun yang lalu. Sewaktu saya beranjak dewasa, orang tua saya memberi saya tugas di sekitar rumah dan memberi uang saku untuk pekerjaan tersebut. Saya sering menggunakan uang tersebut, sedikit lebih dari 50 sen seminggu, untuk menonton film di bioskop. Waktu itu harga karcis bioskop adalah 25 sen untuk anak usia 11 tahun. Sisa uang 25 sen saya gunakan untuk membeli coklat batangan, yang harganya 5 sen sepotong. Nonton film dengan lima batang coklat! Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada itu.
Semuanya berjalan dengan baik sampai usia saya beranjak 12 tahun. Sambil berdiri mengantre di suatu sore, saya menyadari bahwa harga karcis untuk anak usia 12 tahun adalah 35 sen, dan itu berarti coklat yang bisa dibeli berkurang dua batang. Karena kurang siap untuk mengurbankan berkurangnya coklat tersebut, saya berdalih pada diri saya sendiri, “Penampilanmu tidak berbeda dengan penampilanmu seminggu yang lalu.” Saya kemudian melangkah dan meminta karcis seharga 25 sen. Petugas kasir tidak mengedipkan mata, dan saya membeli lima batang alih-alih tiga batang coklat, seperti biasa.
Merasa senang dengan keberhasilan saya, saya kemudian bergegas pulang untuk memberitahukan kepada ayah saya mengenai penaklukan saya. Sewaktu saya mengungkapkan perinciannya, dia tidak berkata sepatah kata pun. Setelah saya selesai berbicara, dia hanya memandang saya dan berkata, “Nak, apakah kamu bersedia menjual jiwamu hanya untuk uang lima sen?” Kata-katanya seakan menusuk hati seorang anak yang berusia 12 tahun. Itu adalah pelajaran yang tidak pernah saya lupakan.
(Robert C. Gay, “Apakah yang Dapat Diberikannya Sebagai Ganti Nyawanya?” Ensign atau Liahona, November 2012, 34).