2015
Sukacita Menjalankan Kehidupan yang Berpusat kepada Kristus.
November 2015


Sukacita Menjalankan Kehidupan yang Berpusat kepada Kristus

Hidup kita harus berpusat dengan ketepatan dalam Kristus jika kita ingin menemukan sukacita dan kedamaian sejati dalam kehidupan kita.

Dunia di mana kita hidup menaruh tekanan hebat kepada orang-orang yang baik di mana pun untuk merendahkan atau bahkan mengabaikan standar hidup saleh mereka. Namun, terlepas dari kejahatan dan godaan yang mengelilingi kita setiap hari, kita dapat dan akan menemukan sukacita sejati hari ini dengan menjalankan kehidupan yang berpusat pada Kristus.

Memusatkan kehidupan kita pada Yesus Kristus dan Injil-Nya akan mendatangkan kestabilan dan kebahagiaan dalam kehidupan kita, sebagaimana yang diilustrasikan oleh contoh berikut.

Penatua Taiichi Aoba dari Tujuh Puluh, yang tinggal di sebuah desa pegunungan kecil di Shikoku, Jepang, diminta untuk mengajar sebuah kelas di konferensi remaja. “Karenanya, berdirilah kamu di tempat-tempat kudus” dipilih sebagai tema konferensinya. Setelah merenungkan tema dan apa yang harus diajarkan, Penatua Aoba memutuskan untuk menggunakan pekerjaannya sebagai alat mengajar. Pekerjaannya adalah membuat gerabah.

Penatua Aoba membuat gerabah dengan para remaja

Penatua Aoba menceritakan bagaimana kelas remajanya benar-benar melonjak menjadi hidup ketika mereka melihat bagaimana dia dapat hampir secara ajaib mengubah bentuk tanah liat di tangannya menjadi piring, mangkuk, dan cangkir. Setelah demonstrasinya, dia menanyakan apakah ada dari mereka yang ingin mencobanya. Mereka semua mengangkat tangan.

Penatua Aoba mendapati beberapa remaja maju untuk mencoba minat baru mereka. Mereka menganggap, setelah mengamatinya, bahwa ini akan cukup sederhana. Namun, tak seorang pun dari mereka berhasil dalam percobaan mereka untuk membuat bahkan mangkuk yang sederhana. Mereka memaklumkan: “Saya tidak dapat melakukannya!” “Mengapa begitu sulit?” “Ini sangat sulit.” Komentar-komentar ini diucapkan sewaktu tanah liat beterbangan di seluruh ruangan.

Dia bertanya kepada remaja mengapa mereka mendapatkan kesulitan membuat gerabah. Mereka menanggapi dengan beragam jawaban, “Saya tidak memiliki pengalaman,” “Saya tidak pernah dilatih,” atau “Saya tidak berbakat.” Berdasarkan hasilnya, apa yang mereka katakan semuanya benar; namun, alasan yang paling penting bagi kegagalan mereka adalah karena tanah liat tidak diletakkan di pusat roda. Para remaja berpikir mereka telah menaruh tanah liatnya di pusat, tetapi dari perspektif seorang profesional, itu tidak tepat berada di pusat. Dia kemudian memberi tahu mereka, “Mari kita coba sekali lagi.”

Penatua Aoba membuat gerabah

Kali ini, Penatua Aoba menaruh tanah liat tepat di pusat roda dan kemudian mulai memutar roda, membuat lubang di tengah tanah liat. Beberapa remaja mencoba kembali. Kali ini setiap orang mulai bertepuk tangan ketika mereka menuturkan, “Wow, tidak bergoyang,” “Saya dapat melakukannya,” atau “Saya berhasil!” Tentu saja, bentuknya tidak sempurna, tetapi hasilnya benar-benar berbeda dari percobaan pertama. Alasan bagi keberhasilan mereka adalah karena tanah liat secara sempurna berada di pusat roda.

Dunia di mana kita hidup serupa dengan roda pemutar gerabah, dan kecepatan roda itu bertambah. Seperti tanah liat di roda gerabah, kita harus berada di pusat juga. Inti kita, pusat dari kehidupan kita, haruslah Yesus Kristus dan Injil-Nya. Menjalani kehidupan yang berpusat pada Kristus berarti kita belajar tentang Yesus Kristus dan Injil-Nya dan kemudian kita mengikuti teladan-Nya dan menaati perintah-perintah-Nya dengan ketepatan.

Nabi zaman dahulu, Yesaya, menyatakan, “Tetapi sekarang, ya Tuhan, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.”1

Jika kehidupan kita dipusatkan pada Yesus Kristus, Dia dapat secara berhasil membentuk kita yang membentuk kita menjadi siapa kita perlu menjadi agar kembali kepada Dia dan hadirat Bapa Surgawi di kerajaan selestial. Sukacita yang kita alami dalam kehidupan ini akan secara langsung berkaitan dengan seberapa baik kehidupan kita dipusatkan pada ajaran, teladan, dan pendamaian Yesus Kristus.

Brother dan sister, saya lahir dalam keluarga OSZA multigenerasi, sehingga berkat dan sukacita dari memiliki Injil Yesus Kristus sebagai dasar budaya keluarga kami terjalin ke dalam kehidupan kami setiap hari. Tidaklah sampai misi penuh waktu saya sebagai seorang pemuda bahwa saya menyadari dampak positif yang luar biasa dari kegenapan Injil Yesus Kristus terhadap mereka yang sebelumnya tidak pernah mengalami berkatnya dalam kehidupan mereka. Ayat dalam Matius ini mencerminkan proses yang dialami orang-orang yang diinsafkan pada Injil Yesus Kristus, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.”2

Izinkan saya membagikan kepada Anda sebuah contoh dari Kitab Mormon yang mengilustrasikan apa yang seorang insaf bersedia bayarkan untuk menerima sukacita yang berhubungan dengan menemukan harta terpendam yang dibicarakan oleh Yesus dalam perumpamaan harta terpendam di ladang.

Ingatlah dalam kitab Alma pasal 20, Amon dan Lamoni sedang dalam perjalanan ke kota Middoni dengan tujuan menemukan dan membebaskan saudara lelaki Amon, Harun, dari penjara. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan ayah Lamoni, yang adalah raja orang Laman atas seluruh negeri.

Raja merasa sangat kecewa bahwa putranya, Lamoni, melakukan perjalanan bersama Amon, misionaris orang Nefi, yang menurutnya adalah musuh. Dia merasa putranya seharusnya menghadiri pesta besar yang diadakannya untuk para putranya dan orang-orangnya. Raja orang Laman sangat kecewa sehingga dia memerintahkan putranya, Lamoni, untuk membunuh Amon dengan pedangnya. Ketika Lamoni menolak, raja menarik pedangnya sendiri untuk membunuh putranya karena ketidakpatuhan; namun Amon menengahi dan menyelamatkan nyawa Lamoni. Dia akhirnya menguasai raja dan dapat saja membunuhnya.

Berikut adalah apa yang raja katakan kepada Amon saat menemukan dirinya dalam situasi hidup dan mati ini, “Jika engkau membiarkanku hidup aku akan mengabulkan bagimu apa pun yang akan engkau minta, bahkan sampai setengah dari kerajaan.”3

Maka raja bersedia untuk membayar harga dari separuh kerajaannya agar nyawanya selamat. Raja pastilah tercengang ketika Amon hanya meminta agar dia membebaskan saudara lelakinya, Harun, bersama rekan-rekannya dari penjara dan agar putranya, Lamoni, mempertahankan kerajaannya.

Kemudian, karena pertemuan ini, saudara lelaki Amon, Harun, dibebaskan dari penjara Middoni. Setelah kebebasannya dia diilhami untuk melakukan perjalanan ke tempat raja orang Laman memerintah negerinya. Harun diperkenalkan kepada raja dan memiliki privilese mengajarkan kepadanya asas-asas Injil Yesus Kristus, termasuk rencana besar penebusan. Ajaran-ajaran Harun mengilhami raja secara mendalam.

Tanggapan raja terhadap ajaran Harun ditemukan dalam ayat 15 dari Alma pasal 22: “Dan terjadilah bahwa setelah Harun memaparkan hal-hal ini kepadanya, raja berkata: Apa yang hendaknya aku lakukan agar aku boleh memperoleh kehidupan kekal ini yang tentangnya telah engkau bicarakan? Ya, apa yang hendaknya aku lakukan agar aku boleh dilahirkan dari Allah, setelah roh jahat ini dibasmi dari dadaku, dan menerima Roh-Nya, agar aku boleh dipenuhi dengan sukacita, agar aku boleh tidak dienyahkan pada hari terakhir? Lihatlah, katanya, aku akan melepaskan segala yang aku miliki, ya, aku akan meninggalkan kerajaanku, agar aku boleh menerima sukacita yang besar ini.”

Cukup menakjubkan, berlawanan dengan memberikan separuh kerajaannya untuk menyelamatkan hidupnya, raja orang Laman sekarang bersedia untuk menyerahkan seluruh kerajaannya agar dia dapat menerima sukacita yang datang karena memahami, menerima, dan menjalankan Injil Yesus Kristus.

Istri saya, Nancy, juga seorang insaf di Gereja. Dia telah sering kali selama bertahun-tahun menyebutkan kepada saya sukacita yang dia rasakan dalam hidupnya, semenjak menemukan, menerima, dan menjalankan Injil Yesus Kristus. Berikut adalah pemikiran Sister Maynes mengenai pengalamannya:

“Sebagai dewasa muda di usia 20-an, saya berada di titik dalam hidup saya ketika saya mengetahui saya perlu mengubah sesuatu untuk menjadi orang yang lebih bahagia. Saya merasa seperti hanyut tanpa tujuan dan arahan nyata, dan saya tidak tahu ke mana harus pergi untuk menemukannya. Saya senantiasa mengetahui bahwa Bapa Surgawi ada dan terkadang di sepanjang kehidupan saya telah berdoa, merasa bahwa Dia mendengar.

Sewaktu saya memulai pencarian saya, saya menghadiri banyak gereja yang berbeda tetapi akan senantiasa jatuh ke dalam perasaan yang sama dan keputusasaan. Saya merasa sangat diberkati karena doa saya untuk arahan dan tujuan dalam hidup akhirnya dijawab, dan kegenapan Injil Yesus Kristus datang dalam hidup saya. Untuk pertama kalinya saya merasa seperti memiliki tujuan, dan rencana kebahagiaan membawa sukacita yang nyata ke dalam hidup saya.”

Pengalaman lainnya dari Kitab Mormon dengan jelas menggambarkan bagaimana menjalankan kehidupan yang berpusat pada Kristus dapat memenuhi kita dengan kebahagiaan hebat bahkan ketika dikelilingi dengan kesulitan yang luar biasa.

Setelah Nabi Lehi dan keluarganya meninggalkan Yerusalem tahun 600 S.M, mereka mengembara sekitar delapan tahun di padang belantara sampai mereka akhirnya tiba di tanah yang disebut Bountiful, yang dekat dengan pantai. Nefi menggambarkan kehidupan mereka yang penuh pencobaan di padang belantara demikian: “Kami telah menderita banyak kesengsaraan dan banyak kesulitan, … bahkan sedemikian banyaknya sehingga kami tidak dapat menuliskannya semua.”4

Sementara tinggal di Bountiful, Nefi ditugasi oleh Tuhan dengan tanggung jawab untuk membangun sebuah kapal yang akan membawa mereka menyeberangi lautan menuju tanah yang dijanjikan. Setelah tiba di tanah yang dijanjikan, konflik hebat terus muncul di antara orang-orang yang memusatkan kehidupan mereka kepada Kristus dan orang-orang yang tidak percaya yang mengikuti contoh Laman dan Lemuel. Akhirnya, risiko kekerasan antara kedua kelompok sedemikian hebat sehingga Nefi dan mereka yang mengikuti ajaran Tuhan memisahkan diri mereka dan melarikan diri ke padang belantara demi keselamatan. Sampai pada titik ini, sekitar 30 tahun setelah Lehi dan keluarganya meninggalkan Yerusalem, Nefi membuat pernyataan yang tercatat dengan baik dan agak mengejutkan, khususnya setelah mencatat di tulisan suci banyaknya kesengsaraan dan pencobaan yang mereka hadapi sedemikian lama. Inilah kata-katanya: “Dan terjadilah bahwa kami [telah] hidup dengan cara kebahagiaan.”5 Terlepas dari kesulitan mereka, mereka dapat hidup dengan cara kebahagiaan karena mereka berpusat kepada Kristus dan Injil-Nya.

Brother dan sister, seperti tanah liat pada roda pembuat gerabah, hidup kita harus berpusat dengan ketepatan dalam Kristus jika kita ingin menemukan sukacita dan kedamaian sejati dalam kehidupan kita. Teladan dari raja orang Laman; istri saya, Nancy; dan orang-orang Nefi semua mendukung asas sejati ini.

Saya membagikan kesaksian saya hari ini bahwa kita juga dapat menemukan kedamaian itu, kebahagiaan itu, sukacita sejati itu jika kita memilih untuk menjalani kehidupan yang berpusat kepada Kristus, dalam nama Yesus Kristus, amin.