Kesepian Saat Makan Siang
Penulis tinggal di Utah, AS.
Kali hanya menginginkan teman.
“Roh Kudus berbisik dengan suara lembut tenang” (Children’s Songbook, 105 [diterjemahkan secara bebas]).
Kali berjalan menuju ruang makan dan melihat ke sekeliling. Semua anak yang lain berlarian langsung ke arah teman-teman mereka dan berkumpul di meja. Ruangan itu berisik dengan suara-suara gembira dan tawa riang. Itu baru hari kedua sekolah, namun tampaknya semua orang memiliki teman untuk teman duduk kecuali Kali.
Dia meremas gagang kotak makannya dan berjalan menuju salah satu meja. “Boleh saya duduk di sampingmu?” Kali bertanya.
Seorang gadis dengan rambut kepang panjang berwarna cokelat mendongak. Dia merajuk dan menggelengkan kepalanya. “Tidak. Sudah ada yang duduk di sini,” ujarnya.
“Oke.” Kali pindah ke kursi kosong lainnya dan menaruh kotak makannya.
“Kamu tidak boleh duduk di sini! Saya mau untuk orang lain tempat duduk itu,” seorang anak lelaki dengan kemeja hijau bergaris berkata. Dia mendorong kotak nasi Kali hingga jatuh ke lantai. Semua temannya tertawa.
Kali membungkuk dan mengambil kotak makannya kembali. Dia berjalan ke seberang ruang makan dan duduk di meja yang kosong. Dia melihat seseorang dari lingkungan huniannya dan berusaha untuk melambaikan tangan, namun anak lelaki itu melihat ke arah lain. Kali mengerutkan dahinya. Mengapa tidak ada yang mau menjadi temannya?
Kali menunduk menatap makanannya. Dia tidak berselera makan lagi. Dia menyeka matanya, menutup kotak makannya, dan berjalan ke luar.
Semua orang sudah bermain dengan teman-teman mereka. Kali duduk sendirian di sebuah bangku dan memandangi anak-anak yang lain bersenang-senang tanpa dia. Lalu Kali melihat seorang anak lelaki sebaya dengannya duduk sendiri di rerumputan. Dia mengenakan kemeja kuning bernoda, dan rambutnya berdiri kaku di bagian belakang.
Kali memalingkan wajah. Dia melihat sekelompok anak perempuan dari kelasnya sedang bermain petak empat [foursquare]. Dia berharap mereka akan mengajaknya bermain bersama mereka.
Kali menatap ke arah anak lelaki itu lagi. Kepalanya tertunduk, dan dia sedang memunguti rumput di sekitar kakinya. Kali ingat sesuatu yang terkadang Ibu katakan: Carilah anak-anak yang kesepian.
Kali mengerutkan dahinya. Dia juga kesepian. Tidak seorang pun yang berusaha untuk menjadi teman dia !
Tetapi kemudian Kali memikirkan tentang saat dia dibaptiskan tahun lalu. Dia berjanji untuk mendengarkan Roh Kudus. Mungkin Roh Kudus membantu dia mengingat apa yang Ibu katakan kepadanya. Mungkin Roh Kudus berusaha untuk mengatakan kepadanya agar bermain dengan anak lelaki berkemeja kuning itu.
Kali menghela napas dan bangkit berdiri. Suatu perasaan hangat merasuki hatinya. Dia berjalan menghampiri dan duduk di sebelah anak lelaki itu di rerumputan.
“Hai,” dia menyapa.
“Hai,” jawabnya bergumam.
“Apa warna kesukaanmu?”
“Um … hijau.”
“Itu keren. Saya suka merah jambu,” kata Kali. “Apakah kamu punya binatang favorit?”
Anak lelaki itu duduk agak lebih tegak dan menatapnya. “Ya. Saya benar-benar suka dinosaurus.”
“Oh, saya juga. Favorit saya adalah triceratops.”
Anak lelaki itu tersenyum.
Lalu bel berbunyi. Kali bangkit berdiri dan melambaikan tangan berpamitan kepada anak lelaki itu. Kali tersenyum saat dia berjalan kembali ke ruang kelasnya sendirian. Dia mungkin tidak memiliki teman karib, namun dia merasa bahagia mengetahui dia telah menjadikan waktu istirahat orang lain sedikit lebih baik.