Bab 10
Memelihara Kemitraan Kekal Pernikahan
“Perasaan termanis akan kehidupan, dorongan-dorongan yang paling murah hati dan memuaskan dari hati manusia, menemukan ungkapan dalam suatu pernikahan yang bertahan murni dan tak ternoda dari kejahatan dunia.”
Dari Kehidupan Gordon B. Hinckley
Suatu malam ketika Presiden dan Sister Hinckley sedang duduk dengan tenang bersama, Sister Hinckley berkata, “Kamu selalu memberi saya sayap untuk terbang, dan saya mengasihi kamu karena hal itu.”1 Mengomentari mengenai ungkapan itu dari istrinya, Presiden Hinckley berkata, “Saya sudah berusaha menghargai individualitasnya, kepribadiannya, hasratnya, latar belakangnya, ambisinya. Biarlah dia terbang. Ya, biarlah dia terbang! Biarlah dia mengembangkan bakatnya sendiri. Biarlah dia melakukan segala sesuatu dengan caranya. Menyingkir dari menghalangi jalannya, dan mengagumi apa yang dia lakukan.”2 Sister Hinckley demikian pula mendukung suaminya—sebagai ayah, dalam minat pribadinya, dan dalam pelayanan Gerejanya yang besar.
Selama sebagian besar dari tahun-tahun pertumbuhan mereka, Gordon B. Hinckley dan Marjorie Pay tinggal di lingkungan yang sama, dan selama bertahun-tahun mereka tinggal di seberang jalan satu sama lain. “Saya melihat dia pertama di Pratama,” Presiden Hinckley belakangan mengenang. “Dia membaca tulisan suci di depan kelas. Saya tidak tahu mengapa itu sangat memengaruhi saya, tetapi saya tidak pernah melupakannya. Lalu dia tumbuh menjadi remaja putri yang cantik, dan saya memiliki perasaan yang baik untuk menikah dengannya.”3
Mereka memiliki kencan pertama mereka—sebuah dansa Gereja—ketika Gordon B. Hinckley berusia 19 tahun dan Marjorie Pay berusia 18 tahun. “Pemuda ini akan menjadi sukses,” Marjorie berkata kepada ibunya setelah itu.4 Hubungan mereka berlanjut tumbuh sementara Gordon kuliah di Universitas Utah. Lalu di tahun 1933, tahun setelah dia lulus, dia dipanggil untuk melayani misi ke Inggris. Ketika dia kembali di tahun1935, mereka melanjutkan kencan mereka, dan di tahun 1937 mereka menikah di Bait Suci Salt Lake. Mengenang bagian awal dari pernikahan mereka, Sister Hinckley berkata:
“Uang sulit diperoleh, tetapi kami penuh harapan dan optimisme. Masa-masa awal itu tidak semuanya bahagia, tetapi dipenuhi dengan tekad dan hasrat yang besar untuk membentuk rumah tangga yang bahagia. Kami saling mencintai, tidak ada keraguan mengenai itu. Tetapi kami juga harus terbiasa dengan satu sama lain. Saya rasa setiap pasangan harus terbiasa dengan satu sama lain.
“Sejak awal saya menyadari akan lebih baik jika kami bekerja lebih keras untuk membiasakan diri terhadap satu sama lain daripada terus-menerus mencoba untuk mengubah satu sama lain—yang saya sadari adalah tidak mungkin .… Harus ada sedikit saling memberi dan menerima, dan banyak fleksibilitas, untuk menjadikan keluarga bahagia.”5
Presiden Hinckley dipanggil sebagai Pembesar Umum di tahun 1958, dan selama tahun-tahun awal pelayanannya, Sister Hinckley biasanya tinggal di rumah mengurus kelima anak mereka sementara dia melakukan perjalanan memenuhi tugas Gereja. Ketika anak-anak mereka tumbuh besar, keluarga Hinckley sering mengadakan perjalanan bersama—sesuatu yang mereka hargai. Di bulan April 1977, hari jadi perkawinan mereka yang ke-40 berlangsung sementara mereka berada dalam perjalanan panjang untuk bertemu dengan para Orang Suci di Australia. Hari itu, Presiden Hinckley menulis dalam jurnalnya:
“Hari ini kami berada di Perth, Australia, keberadaan kami sebagai wakil dari apa yang telah membawa kami selama bertahun-tahun. Kami telah meluangkan hari ini mengadakan pertemuan bersama para misionaris dari Misi Perth Australia. Ini adalah hari yang menyenangkan di mana kami telah mendengar kesaksian dan instruksi. Para misionaris memberi hadiah korsase untuk Marjorie, sesuatu yang belum pernah saya berikan karena tidak ada waktu untuk membelinya.
Kami dapat menulis banyak sekali mengenai pengalaman kami selama 40 tahun .… Kami memiliki pergumulan-pergumulan dan masalah-masalah. Tetapi sebagian besar, kehidupan kami baik-baik saja. Kami telah diberkati dengan sangat luar biasa. Pada usia ini, orang mulai merasakan makna dari kekekalan dan nilai dari kerekanan kekal. Seandainya kami berada di rumah malam ini, kemungkinan besar kami akan mengadakan makan malam bersama keluarga. Seperti yang terjadi, kami berada jauh dari rumah dalam pelayanan Tuhan, dan ini merupakan pengalaman yang indah.”6
Dua puluh dua tahun kemudian, sementara melayani sebagai Presiden Gereja, Presiden Hinckley menulis surat kepada Sister Hinckley mengungkapkan perasaannya setelah lebih dari 60 tahun menikah. “Sungguh kamu telah menjadi rekan yang sangat berharga,” tuturnya. “Sekarang kita telah tumbuh menjadi tua bersama, dan ini merupakan pengalaman yang manis .… Ketika kelak tangan maut dengan lembut menyentuh salah satu dari kita akan ada air mata, ya, tetapi akan ada juga keyakinan yang tenang dan pasti akan perkumpulan kembali dan kerekanan kekal.”7
Di awal tahun 2004 keluarga Hinckley dalam perjalanan pulang dari pendedikasian Bait Suci Accra Ghana ketika Sister Hinckley jatuh pingsan karena kelelahan. Dia tidak pernah bisa memulihkan kekuatannya dan meninggal pada tanggal 6 April 2004. Enam bulan kemudian pada konferensi umum bulan Oktober, Presiden Hinckley berkata:
“Saya memegang tangannya dan melihat kehidupan fana keluar dari jari-jarinya, saya akui saya sedih sekali. Sebelum menikahinya, dialah gadis impian saya .… Dia adalah rekan terkasih saya selama lebih dari dua pertiga abad, kami setara dalam pandangan Allah, sungguh-sungguh pujaan hati saya. Dan sekarang di usia lanjut saya dia menjadi gadis impian saya lagi.”8
Dalam keadaan berkabung, Presiden Hinckley terhibur mengetahui bahwa dia dan Marjorie telah dimeteraikan untuk kekekalan. “Kehilangan mitra yang begitu dikasihi di mana kami telah mengarungi kehidupan yang panjang bersama melewati masa-masa yang indah dan sulit benar-benar menyedihkan,” dia berkata. “Rasa kesepian semakin memuncak. Perasaan sedih merasuk dalam jiwa. Tetapi di malam yang tenang sebuah bisikan lembut terdengar yang mengatakan, ‘Semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja.’ Dan suara itu yang muncul dari tempat yang tak diketahui membawa kedamaian, dan kepastian, dan keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kematian bukanlah akhir, bahwa kehidupan berlangsung terus, dengan pekerjaan untuk dilakukan dan kemenangan yang harus diraih. Suara itu dengan lembut, bahkan tak terdengar oleh suara fana, membawa kepastian bahwa, sepasti adanya perpisahan, akan ada perkumpulan kembali dengan penuh sukacita.”9
Ajaran-Ajaran Gordon B. Hinckley
1
Bapa Surgawi merancang pernikahan dari awal.
Betapa menakjubkan pernikahan di bawah rencana Bapa Kekal kita, rencana yang disediakan dalam kebijaksanaan ilahi-Nya bagi kebahagiaan dan keamanan anak-anak-Nya serta kelangsungan keturunan.
Dia adalah Pencipta kita dan Dia merancang pernikahan dari awal. Pada saat penciptaan Hawa, “Lalu berkatalah manusia itu [Adam]: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku …. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kejadian 2:23–24).
Paulus menulis surat kepada para Orang Suci di Korintus, “Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan” (1 Korintus 11:11).
Dalam wahyu modern, Tuhan telah berfirman, “Dan lagi, sesungguhnya Aku berfirman kepadamu, bahwa barang siapa melarang untuk menikah bukanlah ditetapkan oleh Allah, karena pernikahan ditetapkan oleh Allah bagi manusia” (A&P 49:15) ….
Sesungguhnya tidak seorang pun yang membaca tulisan suci, baik di zaman dahulu maupun di zaman sekarang, dapat meragukan konsep ilahi pernikahan. Perasaan termanis akan kehidupan, dorongan-dorongan yang paling murah hati dan memuaskan dari hati manusia, menemukan ungkapan dalam suatu pernikahan yang bertahan murni dan tak ternoda dari kejahatan dunia.
Pernikahan semacam itu, saya percaya, adalah hasrat—yang diharapkan, yang didambakan, yang didoakan untuk dihasratkan—oleh pria dan wanita di mana pun mereka berada.10
2
Dalam bait suci, seorang suami dan istri dapat dimeteraikan bersama untuk segala kekekalan.
Bait suci … menyediakan berkat-berkat yang tidak bisa dimiliki di tempat lain. Semua yang terjadi di rumah yang sakral ini berhubungan dengan sifat kekal manusia. Di sini, para suami dan istri serta anak-anak dimeteraikan bersama sebagai keluarga untuk segala kekekalan. Pernikahan bukan “sampai kematian memisahkan kita.” Itu adalah selama-lamanya, jika kedua belah pihak hidup layak untuk memperoleh berkat.11
Adakah seorang pria yang benar-benar mengasihi seorang wanita, atau seorang wanita yang benar-benar mengasihi seorang pria, yang tidak berdoa agar hubungan mereka dapat berlanjut setelah kematian? Adakah seorang anak yang telah meninggal di mana orang tuanya tidak merindukan kepastian bahwa anak yang mereka kasihi akan kembali menjadi milik mereka di dunia yang akan datang? Dapatkah siapa pun yang percaya pada kehidupan kekal meragukan bahwa Allah surga akan memberikan kepada para putra dan putri-Nya atribut kehidupan yang paling berharga itu, kasih yang menemukan perwujudannya yang paling berarti dalam hubungan keluarga? Tidak, logika menuntut bahwa hubungan keluarga akan berlanjut setelah kematian. Hati manusia mendambakannya, dan Allah dari surga telah mewahyukan cara di mana itu bisa diperoleh. Tata cara-tata cara sakral di rumah Tuhan menyediakannya.12
Sungguh manis kepastian ini, sungguh menghibur kedamaian ini yang datang dari pengetahuan bahwa jika kita menikah dengan benar dan hidup layak, hubungan kita akan berlanjut, walaupun adanya kepastian akan kematian dan berlalunya waktu. Manusia boleh saja menuliskan lagu-lagu cinta dan menyanyikannya. Mereka mungkin mendambakan dan berharap dan bermimpi. Tetapi semua ini hanya akan menjadi dambaan yang romantis kecuali wewenang dijalankan yang melampaui kuasa waktu dan kematian.13
3
Suami dan istri berjalan berdampingan dalam perjalanan kekal.
Dalam rancangan besar-Nya, ketika pertama kali Allah menciptakan manusia, Dia menciptakan pasangan dua jenis kelamin. Ungkapan tertinggi dari pasangan dua jenis kelamin itu terdapat dalam pernikahan. Yang seorang melengkapi yang lainnya.14
Dalam kerekanan pernikahan tidak ada yang lebih rendah dan juga yang lebih tinggi. Wanita tidak berjalan di depan pria; demikian pula pria tidak berjalan di depan wanita. Mereka berjalan berdampingan sebagai putra dan putri Allah dalam suatu perjalanan kekal.15
Pernikahan, dalam arti yang sesungguhnya, adalah kemitraan yang setara, di mana tidak ada pihak yang menjalankan kekuasaan terhadap yang lain, tetapi alih-alih, dengan masing-masing mendorong dan membantu yang lain dalam tanggung jawab dan aspirasi apa pun yang mungkin dia miliki.16
Para istri, pandanglah suami Anda sebagai rekan yang berharga dan hiduplah layak dalam persekutuan itu. Para suami, lihatlah istri Anda sebagai aset yang paling berharga di waktu fana atau kekekalan, masing-masing adalah putri Allah, rekan yang dengannya Anda dapat berjalan bergandengan tangan, melewati masa-masa indah dan sulit, melewati segala bahaya dan keberhasilan hidup.17
Saya memikirkan mengenai dua orang [teman] yang saya kenal … di tahun-tahun SMA dan universitas saya. Dia adalah anak lelaki dari sebuah kota pedesaan, berpenampilan sederhana, tanpa uang atau potensi yang menjanjikan. Dia telah tumbuh di pertanian, dan kalaupun dia memiliki kualitas yang menarik itu adalah kemampuannya untuk bekerja .… Tetapi dengan segala penampilan pedesaannya, dia memiliki senyuman dan kepribadian yang tampaknya memancarkan kebaikan. Dia adalah seorang gadis kota yang tinggal di rumah yang nyaman ….
Sesuatu yang menakjubkan terjadi di antara mereka berdua. Mereka jatuh cinta .… [Mereka] tertawa dan berdansa dan belajar bersama melewati tahun-tahun itu. Mereka menikah ketika orang bertanya-tanya bagaimana mereka bisa memperoleh uang untuk bertahan hidup. Sang pria berjuang dengan sekolah profesionalnya dan berhasil hampir menjadi juara di kelasnya. Sang wanita hidup hemat dan menabung dan bekerja dan berdoa. Dia mendorong dan mendukung dan ketika segala sesuatu benar-benar sulit dia berkata dengan tenang, “Entah bagaimana kami akan berhasil.” Didukung oleh iman kepada suaminya, sang suami terus berjuang melewati tahun-tahun yang sulit itu. Anak-anak mereka lahir, dan bersama-sama mereka mengasihi dan membesarkan mereka serta memberikan keamanan yang datang dari teladan kasih mereka sendiri dan kesetiaan terhadap satu sama lain. Sekarang empat puluh lima tahun lebih telah berlalu. Anak-anak mereka tumbuh dewasa dan itu berkat kedua orangtua mereka, Gereja, dan komunitas di mana mereka tinggal.
Baru-baru ini, saat berada di sebuah pesawat dari New York, saya berjalan di lorong kabin dalam kondisi setengah gelap dan melihat seorang wanita, berambut putih, kepalanya bersandar di bahu suaminya sementara dia tertidur dan tangan suaminya memegang dengan hangat tangan istrinya. Dia terbangun dan mengenali saya. Istrinya terbangun ketika kami mulai berbicara. Mereka, juga, sedang dalam perjalanan kembali dari New York, di mana dia telah menyampaikan makalah di hadapan salah satu masyarakat yang sangat terpelajar di negeri. Dia menceritakan sedikit mengenainya, tetapi istrinya dengan bangga berbicara mengenai penghargaan yang telah diterima suaminya ….
Saya memikirkan mengenai hal itu setelah kembali ke tempat duduk saya di pesawat. Dan saya berkata pada diri saya sendiri, teman-teman mereka dahulu hanya melihat seorang anak petani dari desa dan anak perempuan yang suka tersenyum dengan bintik-bintik di hidungnya. Tetapi yang dilihat oleh kedua orang ini adalah kasih terhadap satu sama lain, kesetiaan, kedamaian, iman, dan masa depan. Mungkin Anda bisa menyebutnya faktor saling ketertarikan; mungkin itu sedikit faktor, tetapi ada lebih dari itu. Agaknya ada suatu faktor ilahi yang tumbuh, yang ditanamkan di sana oleh Bapa yang adalah Allah kita. Di masa sekolah mereka telah hidup layak untuk mendapatkan sifat ini. Mereka telah hidup dengan kebajikan dan iman, dengan penghargaan dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan satu sama lain. Di tahun-tahun pergumulan sulit mereka dalam pekerjaan dan ekonomi, mereka telah menemukan kekuatan duniawi terbesar mereka dalam kerekanan mereka. Sekarang di usia senja mereka, mereka menemukan kedamaian mereka, kepuasan tenang mereka bersama-sama. Dan selain itu mereka memperoleh kepastian akan kekekalan dari persekutuan penuh sukacita di bawah perjanjian yang sudah lama dibuat dan janji-janji yang sudah lama diberikan di rumah Tuhan.18
4
Allah tidak akan menahan berkat apa pun dari orang-orang layak yang tidak menikah.
Entah bagaimana kita telah memasang label pada satu kelompok yang sangat penting di Gereja. Label itu bertuliskan “Lajang.” Saya berharap kita tidak melakukan itu. Anda adalah individu, pria dan wanita, putra dan putri Allah, bukan sekelompok orang yang “mirip” atau “berbuat hal-hal yang sama.” Karena kebetulan Anda tidak menikah itu tidak berarti menjadikan Anda sangat berbeda dengan yang lainnya. Kita semua sangat mirip dalam penampilan dan respons emosional, dalam kemampuan kita untuk berpikir, untuk berlogika, untuk sengsara, untuk bahagia, untuk mengasihi dan dikasihi.
Anda sama pentingnya seperti yang lainnya dalam rencana Bapa kita di Surga, dan di bawah belas kasihan-Nya tidak ada berkat di mana juga Anda berhak untuk menerimanya akan ditahan dari Anda untuk selamanya.19
Izinkanlah saya sekarang untuk mengatakan sesuatu kepada mereka yang belum pernah memiliki kesempatan untuk menikah. Saya pastikan kepada Anda bahwa kami peka terhadap kesepian yang banyak di antara Anda rasakan. Kesepian adalah hal yang pahit dan menyakitkan. Saya rasa semua orang pernah merasakannya di suatu waktu tertentu. Hati kami menjangkau Anda dengan pemahaman dan kasih ….
… Masa kehidupan Anda ini bisa menjadi indah. Anda memiliki kematangan. Anda memiliki penilaian. Sebagian besar dari Anda memiliki pelatihan dan pengalaman. Anda memiliki kekuatan fisik, mental, dan rohani untuk mengangkat dan membantu dan mendorong.
Ada begitu banyak di sana yang membutuhkan Anda .… Teruslah mengisi baterai rohanimu sampai penuh dan berikan cahaya lampu Anda pada orang lain.20
Bagi Anda yang belum menikah, … Allah telah memberikan kepada Anda bakat tertentu. Dia telah memberi Anda kemampuan untuk melayani kebutuhan orang lain dan memberkati kehidupan mereka dengan kebaikan dan kepedulian Anda. Ulurkanlah tangan kepada seseorang yang membutuhkan ….
Tambahlah pengetahuan demi pengetahuan. Tingkatkan pikiran dan keterampilan Anda dalam suatu bidang disiplin yang dipilih. Ada banyak peluang bagi Anda jika Anda siap untuk memanfaatkannya. … Jangan merasa bahwa karena Anda lajang, Allah telah meninggalkan Anda. Dunia membutuhkan Anda. Gereja membutuhkan Anda. Begitu banyak orang dan kegiatan sosial membutuhkan kekuatan dan kebijaksanaan dan bakat Anda.
Seringlah berdoa, dan jangan hilang harapan .… Jalanilah kehidupan dengan sebaik mungkin, dan Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya yang lebih besar dan dalam masa kekal-Nya akan memberikan kepada Anda jawaban atas doa-doa Anda.21
Bagi Anda yang sudah bercerai, ketahuilah bahwa kami tidak memandang rendah Anda sebagai orang gagal karena sebuah pernikahan yang gagal .… Kami memiliki kewajiban untuk tidak menghakimi, melainkan mengampuni dan melupakan, mengangkat dan membantu. Di saat-saat kesedihan Anda berpalinglah pada Tuhan, yang telah berfirman: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu .… Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Matius 11:28, 30).
Tuhan tidak akan menyangkal Anda dan juga tidak menolak Anda. Jawaban terhadap doa-doa Anda mungkin tidak datang secara dramatis; jawaban itu mungkin tidak mudah dipahami atau bahkan dihargai. Tetapi waktunya akan tiba ketika Anda akan mengetahui bahwa Anda telah diberkati.22
5
Kebahagiaan dalam pernikahan datang dari menunjukkan kepedulian yang penuh kasih terhadap kesejahteraan pasangan.
Peliharalah dan pupuklah pernikahan Anda. Jagalah dan bekerjalah untuk membuatnya tetap kuat dan indah .… Pernikahan adalah kontrak, itu adalah bersatu-padu, itu adalah persatuan di antara seorang pria dan seorang wanita di bawah rencana Yang Mahakuasa. Itu bisa rapuh. Itu membutuhkan pemeliharaan dan upaya yang besar.23
Setelah menangani ratusan situasi perceraian selama bertahun-tahun, saya yakin bahwa penerapan suatu asas tertentu akan lebih membantu daripada asas lain mana pun untuk mengatasi masalah yang serius ini.
Jika setiap suami dan setiap istri mau senantiasa melakukan apa saja yang mungkin untuk memastikan kenyamanan dan kebahagiaan pasangannya maka akan, jika pun ada, sangat sedikit perceraian. Perselisihan tidak akan pernah terdengar. Fitnahan tidak akan pernah ada. Luapan amarah tidak akan terjadi. Melainkan, kasih dan perhatian yang akan menggantikan perundungan serta keburukan ….
Obat bagi kebanyakan masalah pernikahan bukan terdapat pada perceraian. Itu terdapat pada pertobatan dan pengampunan, dalam ungkapan kebaikan dan kepedulian. Itu harus ditemukan dalam penerapan Hukum Emas.
Sungguh pemandangan yang sangat indah ketika seorang remaja putra dan remaja putri bergandengan tangan di altar dalam mengikat janji di hadapan Allah bahwa mereka akan saling menghormati dan mengasihi. Lalu bagaimana dengan gambaran suram ketika beberapa bulan kemudian, atau beberapa tahun kemudian, muncul pernyataan-pernyataan yang menyinggung perasaan, kata-kata kejam dan menyakitkan, amarah, fitnahan keji.
Seharusnya itu tidak terjadi, brother dan sister. Kita dapat menjadikan lebih baik “unsur-unsur yang merendahkan dan melemahkan” ini dalam kehidupan kita (lihat Galatia 4:9). Kita dapat mencari dan mengenali sifat-sifat ilahi dalam diri satu sama lain yang datang kepada kita sebagai anak-anak Bapa di Surga. Kita dapat hidup bersama menurut pola pernikahan yang telah diberikan Allah dalam memenuhi hal itu semampu kita, jika kita mau menjalankan disiplin diri dan berhenti berusaha mendisiplinkan pasangan kita24
Setiap pernikahan mengalami cuaca berbadai. Tetapi dengan kesabaran, saling menghargai, dan panjang sabar, kita dapat mengatasi badai ini. Ketika kesalahan telah dibuat, ini bisa diperbaiki melalui permintaan maaf, pertobatan, dan pengampunan. Tetapi harus ada kerelaan untuk melakukannya di kedua belah pihak ….
Saya telah belajar bahwa hakikat sesungguhnya dari kebahagiaan dalam pernikahan terletak … pada kepedulian yang sungguh-sungguh untuk memberikan penghiburan dan kesejahteraan terhadap rekan. Hanya memikirkan diri sendiri dan kepuasan akan hasrat pribadi tidak akan membangun kepercayaan, kasih, atau kebahagiaan. Hanya ketika terdapat sikap yang tidak mementingkan diri maka kasih, sifat-sifat yang menyertainya akan tumbuh dan berkembang.25
Banyak di antara kita perlu untuk berhenti mencari-cari kesalahan dan mulai mencari kebajikan-kebajikan .… Sayangnya, sejumlah wanita ingin membentuk suami mereka sesuai dengan keinginan mereka. Sejumlah suami menganggap bahwa mereka memiliki hak prerogatif untuk memaksa istri mereka menyesuaikan diri dengan standar-standar yang menurut mereka ideal. Itu tidak akan pernah berhasil. Itu hanya menuntun pada perselisihan, kesalahpahaman, dan kesedihan.
Harus ada rasa hormat terhadap minat satu sama lain. Harus ada kesempatan dan dorongan bagi pengembangan dan pengungkapan bakat individu.26
Tetaplah setia dan beriman terhadap rekan pilihan Anda. Dalam hal yang berhubungan dengan waktu dan kekekalan, pria dan wanita akan menjadi aset terbesar yang akan pernah Anda miliki. Wanita atau pria akan patut mendapatkan yang terbaik dari yang Anda miliki.27
Saran untuk Penelaahan dan Pengajaran
Pertanyaan
-
Presiden Hinckley mengajarkan bahwa Bapa Surgawi telah merancang pernikahan di antara seorang pria dan seorang wanita “untuk kebahagiaan dan keamanan anak-anak-Nya” (bagian 1). Bagaimanakah pengetahuan ini dapat memengaruhi hubungan di antara seorang suami dan istri? Bagaimanakah seorang suami dan seorang istri dapat menjaga pernikahan mereka “murni dan tak ternoda dari kejahatan dunia”?
-
Apa berkat-berkat dari pernikahan kekal dalam kehidupan ini dan dalam kekekalan? (Lihat bagian 2.) Apa pengalaman-pengalaman yang telah memberikan Anda penghargaan yang lebih besar untuk hubungan yang kekal? Bagaimanakah kita dapat mengajar anak-anak tentang pentingnya pernikahan kekal?
-
‘Mengapa pernikahan perlu menjadi “kemitraan yang setara”?’ (Lihat bagian 3.) Apa yang Anda pelajari dari cerita di bagian 3? Bagaimana seorang suami dan istri dapat memupuk jenis kekuatan ini dalam pernikahan mereka?
-
Bagaimana janji-janji dan nasihat Presiden Hinckley di bagian 4 dapat membantu orang-orang yang tidak menikah? Bagaimana ajaran-ajaran di bagian ini berlaku untuk semua orang? Mengapa penting menggunakan bakat dan keterampilan kita untuk melayani orang lain?
-
Apa beberapa cara seorang suami dan istri dapat “memelihara dan memupuk” pernikahan mereka? (Lihat bagian 5.) Apa yang telah Anda pelajari mengenai bagaimana suami dan istri dapat mengatasi tantangan-tantangan dan menemukan kebahagiaan yang lebih besar bersama? Contoh-contoh apa yang telah Anda lihat?
Tulisan Suci Terkait
1 Korintus 11:11; Matius 19:3–6; A&P 42:22; 132:18–19; Musa 2:27–28; 3:18, 21–24
Bantuan Belajar
“Sewaktu Anda mendedikasikan waktu setiap hari, secara pribadi dan bersama keluarga Anda, untuk menelaah firman Allah, kedamaian akan bersemayam dalam hidup Anda. Kedamaian itu tidak datang dari dunia luar. Itu akan datang dari dalam rumah tangga Anda, dari dalam keluarga Anda, dari dalam hati Anda sendiri” (Richard G. Scott, “Jadikan Menjalankan Iman Anda Prioritas Utama Anda,” Ensign atau Liahona, November 2014, 93).