Kehidupan dan Pelayanan Gordon B. Hinckley
Pada 16 Februari 1998, kira-kira 6.700 Orang Suci Zaman Akhir berkumpul di Independence Square di Accra, Ghana. Mereka datang untuk menyambut nabi mereka, Presiden Gordon B. Hinckley.1 Dia berdiri di hadapan mereka, dengan senyuman di wajahnya, dan mengumumkan berita yang sudah lama ditunggu-tunggu bahwa sebuah bait suci akan dibangun di tanah air mereka. Penatua Jeffrey R. Holland dari Kuorum Dua Belas Rasul mengatakan bahwa ketika Presiden Hinckley menyampaikan pengumuman ini, orang-orang “berdiri dan bersorak-sorai, menangis dan berdansa, saling berpegangan tangan, dan terisak-isak.”2 Bertahun-tahun kemudian, setelah bait suci dibangun dan dikuduskan, seorang wanita yang hadir hari itu mengenang perasaan sukacita dan mengungkapkan bagaimana bait suci telah memberkati dia:
“Saya masih memiliki gambaran yang jelas dalam benak saya mengenai kunjungan Nabi Gordon B. Hinckley ke Ghana dan pengumumannya mengenai sebuah bait suci di Tanah Air kami. Kegembiraan di wajah setiap orang, kebahagiaan, teriakan sukacita masih sangat jelas dalam benak saya .…
“Sekarang, karena sebuah bait suci di negara kami, saya dinikahkan dan dimeteraikan dengan suami saya untuk waktu fana dan kekekalan. Berkat dari hidup dengan keluarga setelah kehidupan fana ini memberi saya harapan yang besar sewaktu saya berusaha melakukan segala yang dapat saya lakukan untuk menjadi bersama keluarga saya untuk selama-lamanya.”3
Di seluruh dunia, Presiden Hinckley membantu orang-orang menemukan “harapan besar” ini dalam upaya untuk menjalankan Injil Yesus Kristus. Seperti yang diilustrasikan melalui peristiwa di Ghana, dia sering melayani kepada ribuan orang pada saat yang sama. Dia juga menjangkau orang-orang satu demi satu. Penatua Adney Y. Komatsu dari Tujuh Puluh mengatakan mengenai perasaannya sebagai presiden misi ketika Presiden Hinckley mengunjungi misinya:
“Belum pernah selama tiga tahun pelayanan saya dia mengkritik saya, walaupun dengan segala kelemahan saya .… Dan itu mendorong saya .… Setiap kali dia turun dari pesawat dia akan memegang tangan saya seperti dia akan memompa air dari sumur dengan semangat besar. ‘Presiden Komatsu, bagaimana kabar Anda? … Kerja Anda baik sekali.’ Dia memberi semangat kepada saya seperti itu … dan ketika dia pergi saya merasa saya harus berusaha 105 persen, bukan hanya 100 persen.”4
Orang merasakan dorongan semangat dari Presiden Hinckley bukan hanya karena kata-katanya yang mengilhami tetapi karena cara dia menjalani hidup. Presiden Russell M. Nelson dari Presiden Kuorum Dua Belas Rasul mengatakan:
“Sewaktu [Presiden dan Sister Hinckley] pergi dari sebuah gedung pertemuan ke bandara di Amerika Tengah, kendaraan mereka terlibat dalam kecelakaan. Sister Nelson dan saya berada di belakang mereka dan melihat hal itu terjadi. Sebuah truk [yang] di atasnya bermuatan batang-batang besi yang tidak diikat dengan aman mendekati kendaraan yang dia tumpangi di sebuah persimpangan. Untuk menghindari tabrakan, pengemudi truk menghentikan truk secara tiba-tiba, menyebabkan batang-batang besi tersebut terlepas bagaikan tombak menghantam mobil yang ditumpangi Hinckley. Jendela-jendela kaca mobil hancur; bagian sepatbor dan pintu-pintu penyok. Kecelakaan itu bisa saja sangat serius. Sementara kaca jendela yang hancur disingkirkan dari pakaian dan kulit mereka, Presiden Hinckley berkata: ‘Terima kasih Tuhan untuk bantuan-Nya; sekarang mari kita lanjutkan perjalanan dengan mobil lain.’”5
Pernyataan ini, yang diucapkan secara spontan dalam keadaan krisis, adalah cerminan dari kehidupan dan pelayanan Presiden Hinckley sebagai murid Yesus Kristus. Dia, sebagaimana yang diamati oleh Penatua Holland, “selalu dipenuhi dengan iman kepada Allah dan pada masa depan.”6
Pusaka Keluarga—Landasan Iman dan Ketekunan
Ketika Gordon Bitner Hinckley dilahirkan pada 23 Juni 1910, dia adalah anak pertama ibunya, tetapi delapan kakak kandung menyambutnya ke dalam keluarga. Ayah Gordon, Bryant Stringham Hinckley, menikah dengan Ada Bitner setelah kematian istri pertamanya, Christine. Ada dan Bryant memiliki empat anak lagi setelah Gordon, dan mereka membesarkan keluarga besar mereka dengan kasih—dan tanpa membedakan-bedakan misalnya saudara tiri laki-laki dan saudara tiri perempuan. Dari masa-masa awalnya, Gordon belajar menghargai keluarganya.
Nama akhir dan tengah Gordon adalah pengingat akan pusaka agungnya. Leluhur dari pihak Hinckley mencakup para pionir awal di tanah yang akan menjadi Amerika Serikat. Sejumlah orang telah dibuang ke tanah itu pada tahun 1600-an karena kepercayaan Kristen mereka. Yang lain merupakan penumpang kapal Mayflower, tahun 1620, salah satu kapal pertama yang mengangkut emigran dari Eropa ke Amerika Utara. Lebih dari dua abad kemudian, kakek Gordon dari pihak ayah, Ira Nathaniel Hinckley, adalah satu satu pionir Orang Suci Zaman Akhir masa awal. Pada tahun 1843, sebagai anak laki-laki berusia 14 tahun yang baru saja menjadi yatim, Ira menjadi anggota Gereja di Nauvoo, Illinois, setelah mendengar khotbah Joseph and Hyrum Smith. Nenek buyut Gordon, Anna Barr Musser Bitner Starr juga seorang pionir. Putranya, Breneman Barr Bitner, kakek Gordon dari pihak ibu, kemudian mengenang perjalanan mereka ke Lembah Salt Lake Valley di tahun1849: “Saya [usia 11 tahun] naik sepasang lembu yang dipasang kuk dan wagon sarat muatan melalui panas dan dingin melintasi padang gurun dan sungai-sungai dan gunung-gunung ke lembah ini.”7
Bryant Hinckley sering mengingatkan anak-anak dan cucu-cucunya mengenai pusaka kaya mereka. Berbicara mengenai perjalanan berbahaya para pengembara dengan kapal Mayflower dan musim dingin panjang dan tidak menyenangkan yang mereka hadapi ketika mereka tiba di tempat tujuan, dia pernah berkata: “Ketika kapal Mayflower siap untuk kembali di musim semi, hanya 49 [dari 102] orang yang selamat. Tidak seorang pun kembali [ke Inggris]. Semangat ini diturunkan kepada Anda semuanya—semangat untuk tidak pernah menengok ke belakang.”8 Sementara Gordon tetap setia pada prinsip ini, dia menerima kesempatan untuk belajar dan melayani dan memberikan kesaksian yang tidak pernah dapat dia bayangkan.
Masa Kanak-Kanak—Belajar untuk Menjadi Optimis, Tekun, dan Setia
Waktu masih kecil, Gordon B. Hinckley belum menjadi individu yang energik, kuat seperti yang orang-orang tahu di tahun-tahunnya kemudian. Dia “seorang anak yang ringkih, lemah,” rentan terhadap penyakit-penyakit.9 Ketika Gordon yang berusia dua tahun “terserang kasus batuk rejan parah, … seorang dokter mengatakan kepada Ada satu-satunya obat adalah udara pedesaan yang bersih. Bryant menanggapi dengan membeli sebuah tanah pertanian berukuran lima hektar … dan membangun sebuah rumah musim panas kecil.”10 Tanah pertanian itu, yang terletak di sebuah area di Lembah Salt Lake yang disebut East Mill Creek, adalah berkat bagi seluruh keluarga, yang menyediakan anak-anak sebuah tempat untuk menjelajah dan bermain dan untuk mempelajari pelajaran-pelajaran berharga sewaktu mereka bekerja bersama.
Ada dan Bryant Hinckley adalah orangtua yang optimis, tekun yang menciptakan peluang-peluang bagi anak-anak mereka untuk tumbuh dan berhasil. Mereka mengadakan malam keluarga segera setelah program itu diperkenalkan pada tahun 1915. Mereka membagikan cerita-cerita sebelum tidur, sering kali dari tulisan suci. Mereka mengalokasikan sebuah kamar di rumah mereka sebagai perpustakaan di mana anak-anak dapat membaca buku-buku yang baik. Mereka mengilhami kedisplinan pada anak-anak mereka dengan mendorong mereka dengan semangat dan mengharapkan yang terbaik dari mereka.
Sewaktu Gordon tumbuh, imannya meningkat, dipelihara dengan pengaruh iman orangtuanya yang terus-menerus. Lalu suatu hari dia memiliki sebuah pengalaman yang membantu membentuk landasan kesaksiannya terhadap Nabi Joseph Smith.
“Semasa saya kecil, berusia dua belas tahun, ayah saya mengajak saya ke sebuah pertemuan imamat di pasak di mana kami tinggal. Saya duduk di baris belakang sementara ayah saya, sebagai presiden pasak, duduk di mimbar. Pada pembukaan pertemuan tersebut, yang pertama yang pernah saya hadiri, tiga atau empat ratus pria berdiri. Mereka adalah para pria dari berbagai latar belakang dan banyak profesi pekerjaan, tetapi masing-masing memiliki di dalam hatinya keyakinan yang sama, di mana mereka bersama-sama menyanyikan kata-kata yang agung ini:
Puji Dia yang Tinggal dengan Yehova.
Yesuspun telah mengurapinya.
Nabi, Pelihat, pembuka zaman akhir,
Raja dan bangsa ’kan memujanya.
Sesuatu terjadi dalam diri saya sewaktu saya mendengar para pria penuh iman itu bernyanyi. Masuklah ke dalam hati saya yang masih anak-anak suatu pengetahuan, yang ditempatkan di sana oleh Roh Kudus, bahwa Joseph Smith sesungguhnya adalah seorang nabi dari Yang Mahakuasa.”11
Melanjutkan Pendidikan dan Masa-Masa Sulit
Pada masa kanak-kanaknya, Gordon tidak menyukai sekolah, lebih menyukai kegiatan di luar rumah daripada dinding dan bangku-bangku di ruang kelas. Namun, sewaktu dia menjadi dewasa, dia belajar menghargai buku-buku, sekolah, dan perpustakaan di rumah sama halnya dengan lapangan-lapangan di mana dia telah berlari bertelanjang kaki sewaktu masih kecil. Dia lulus dari sekolah menengah atas di tahun 1928 dan memulai kuliah di Universitas Utah pada tahun yang sama.
Empat tahun kuliah di universitas nyaris membuat dia menghadapi tantangan-tantangan yang besar. Pada tahun 1929 pasar saham Amerika Serikat jatuh, dan Depresi Besar melanda seluruh negeri dan dunia. Pengangguran hampir 35 persen di Salt Lake City, tetapi Gordon beruntung memiliki pekerjaan sebagai pekerja bidang pemeliharaan untuk membayar uang kuliah dan perlengkapan sekolah. Bryant, yang bekerja sebagai manajer di Gimnasium Deseret Gereja, memotong gajinya sendiri agar karyawan-karyawan lain dapat mempertahankan pekerjaan mereka.12
Memperburuk tekanan keuangan ini adalah ditemukannya penyakit kanker pada diri ibunya Gordon. Dia meninggal pada tahun 1930, pada usia 50 tahun ketika Gordon berusia 20 tahun. Luka yang ditimbulkan oleh kematian ibunya “dalam dan menyakitkan,” Gordon berkata.13 Cobaan pribadi ini, digabungkan dengan pengaruh falsafah duniawi dan sinisme masa itu, menuntun dia pada pertanyaan-pertanyaan sulit. “Itu adalah saat ketika saya merasakan patah semangat yang luar biasa,” Gordon mengenang, “dan itu sangat terasa di kampus. Saya merasakannya sendiri. Saya mulai mempertanyakan beberapa hal, termasuk barangkali dalam porsi yang kecil keyakinan orangtua saya. Itu bukan hal yang luar biasa bagi siswa universitas, tetapi suasananya sangat kritis pada saat itu.”14
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam diri Gordon, saat dalam keadaan sulit, tidak membuat dia menggoyahkan imannya. “Bagi saya ada suatu landasan dasar kasih yang berasal dari orangtua yang hebat dan keluarga yang baik, uskup yang luar biasa, para guru yang berbakti dan setia, dan tulisan suci untuk dibaca dan direnungkan,” dia berkata. Berbicara mengenai tantangan-tantangan di masa itu baginya dan orang-orang lain seusianya, dia berkata: “Walaupun di masa remaja kami mengalami kesulitan memahami banyak hal, di dalam hati ada sesuatu yang mencerminkan kasih kepada Allah dan pekerjaan besar-Nya yang membantu kami mengatasi keraguan dan rasa takut apa pun. Kami mengasihi Tuhan dan kami mengasihi teman-teman yang baik dan terhormat. Dari kasih seperti itu kami memperoleh kekuatan yang besar.”15
Pelayanan Misionaris dan Keinsafan Pribadi
Gordon lulus dari Universitas Utah di bulan Juni 1932 dengan jurusan utama bahasa Inggris dan jurusan kedua bahasa-bahasa kuno. Satu tahun kemudian, dia mendapati dirinya di persimpangan jalan. Dia menanti-nantikan saat untuk melanjutkan pendidikannya agar dia dapat menjadi seorang wartawan. Bahkan di tengah-tengah Depresi, dia telah memiliki rekening tabungan dalam jumlah yang cukup untuk membantu pendidikannya. Dia juga memikirkan mengenai pernikahan. Dia dan Marjorie Pay, seorang remaja putri yang tinggal di seberang jalan, menjadi semakin saling menyukai.
Lalu, tepat sebelum hari ulang tahunnya yang ke-23, Gordon bertemu dengan uskupnya, John C. Duncan, yang menanyakan apakah dia telah memikirkan mengenai melayani misi. Ini adalah “sebuah saran yang mengejutkan” bagi Gordon,16 karena sedikit remaja putra yang dipanggil untuk misi selama Depresi. Keluarga-keluarga tidak memiliki uang untuk mendukung mereka.
Gordon mengatakan kepada Uskup Duncan bahwa dia akan melayani, tetapi dia khawatir mengenai bagaimana keluarganya akan bisa membantu dengan keuangan. Kecemasannya meningkat ketika dia mengetahui bahwa bank di mana dia memiliki rekening tabungan telah bangkrut. “Namun demikian,” dia berkata, “Saya ingat ayah saya mengatakan, ‘Kami akan melakukan semua yang bisa kami lakukan untuk memastikan bahwa kebutuhanmu dipenuhi,’ dan dia dan saudara lelaki saya berkomitmen untuk memastikan saya bisa pergi misi. Pada saat itulah kami menemukan tabungan dalam jumlah kecil yang telah ibu tinggalkan—uang receh yang ditabung dari belanja keperluan dapur dan belanja-belanja lainnya. Dengan tambahan dari sedikit bantuan itu, tampaknya saya bisa pergi misi.” Dia menganggap koin-koin dari ibunya itu sebagai sesuatu yang sakral. “Saya menjaganya dengan kehormatan saya,” dia berkata.17 Dia dipanggil untuk melayani di Misi Eropa.
Merasa bahwa putranya masih merasa khawatir Bryant Hinckley mempersiapkan sebuah pengingat sederhana mengenai sumber kekuatan yang sesungguhnya. “Ketika saya pergi untuk misi,” kenang Presiden Gordon B. Hinckley, “ayah saya yang baik memberikan kepada saya satu kartu yang di atasnya tertulis empat …: ‘Jangan takut, percaya saja’ (Markus 5:36).”18 Kata-kata itu akan mengilhami Elder Gordon B. Hinckley untuk melayani misi yang setia, terhormat, khususnya ketika itu digabungkan dengan lima kata lagi dari surat ayahnya beberapa minggu kemudian.
Tambahan lima kata datang pada saat keputusasaan mendalam, yang telah dimulai pada tanggal 29 Juni 1933, hari pertama Elder Hinckley di Preston, Inggris. Ketika dia tiba di apartemennya, rekannya mengatakan kepadanya bahwa mereka akan berbicara di alun-alun kota malam itu. “Anda memiliki orang yang salah untuk pergi bersama Anda,” Elder Hinckley menanggapi, hanya untuk mendapati dirinya menyanyi dan berbicara dari sebuah podium beberapa jam kemudian, menghadapi kerumunan orang banyak yang tidak tertarik.19
Elder Hinckley menemukan bahwa banyak orang tidak bersedia mendengarkan pesan mengenai Injil yang dipulihkan. Kemiskinan yang diciptakan oleh krisis keuangan di seluruh dunia tampaknya memengaruhi jiwa orang-orang yang berdesak-desakan bersamanya di kereta listrik, dan sedikit yang bisa dia temukan untuk mendekatkan dia kepada mereka. Selain itu, secara fisik dia merasa lelah sengsara. Dia ingat, “Di Inggris rumput menyerbuki dan berubah menjadi biji pada akhir bulan Juni dan awal Juli, yang tepat ketika saya tiba.”20 Ini memicu alergi yang dia miliki, yang membuat segala sesuatu tampaknya menjadi lebih parah. Dia merindukan keluarganya. Dia merindukan Marjorie. Dia merindukan hal-hal familier negaranya. Pekerjaan ini membuat dia frustrasi. Dia dan rekan sesama misionaris memiliki sangat sedikit kesempatan untuk mengajar simpatisan, walaupun mereka mengajar dan berceramah di cabang-cabang kecil setiap Minggu.
Merasa bahwa dia membuang-buang waktunya dan uang keluarganya, Elder Hinckley menulis surat kepada ayahnya menjelaskan situasinya yang tidak bahagia. Bryant Hinckley menjawab dengan nasihat bahwa putranya akan bisa mengatasi masalah dalam kehidupannya. “Gordon terkasih,” dia menulis, “Saya menerima suratmu baru-baru ini. Saya hanya memiliki satu saran.” Dan kemudian kelima kata itu ditambahkan pada empat kata yang telah dia tulis sebelumnya: “Lupakan dirimu dan pergilah bekerja.”21 Nasihat ini mengulangi sebuah petikan tulisan suci yang Elder Hinckley telah baca bersama rekannya di awal pagi itu: “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya” (Markus 8:35).
Dengan surat dari ayahnya di tangannya, Elder Hinckley muda berlutut dan membuat janji bahwa dia akan menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Pengaruhnya hampir seketika. “Seluruh dunia berubah,” dia berkata. “Kabut terangkat. Matahari mulai bersinar dalam kehidupan saya. Saya memiliki minat baru. Saya melihat keindahan tanah ini. Saya melihat kebesaran orang-orang. Saya mulai merasa betah di tanah yang indah ini.”22
Mengenang masa-masa itu, Gordon menjelaskan bahwa dia juga menerima bantuan dari ibunya. Dia merasakan kehadirannya yang memberikan penghiburan, khususnya selama masa-masa yang sulit dan patah semangat. “Lalu saya mencoba, sebagaimana saya telah mencoba sejak itu, untuk menjalani hidup dan melaksanakan tugas saya agar mendatangkan kehormatan bagi nama ibu saya,” dia berkata. “Pikiran hidup di bawah standar yang diharapkan ibu saya adalah menyakitkan, dan telah membangkitkan disiplin yang tanpa dukungan itu disiplin akan berkurang.”23
Dia menjadi seorang misionaris dengan tujuan dan semangat. Catatan dari delapan bulan pertama misinya menunjukkan bahwa walaupun dia tidak membaptis siapa pun, dia mendistribusikan 8.785 pamflet, meluangkan waktu lebih dari 440 jam bersama para anggota, menghadiri 191 pertemuan, memiliki 220 percakapan Injil, dan mengukuhkan satu orang.24
Di bulan Maret 1934, Elder Hinckley ditransfer dari Preston ke London untuk bekerja sebagai asisten Elder Joseph F. Merrill dari Kuorum Dua Belas Rasul, yang mengetuai Misi Inggris dan Eropa.25 Dia meluangkan sisa misinya di sana, bekerja di kantor di siang hari dan mengajar Injil di malam hari. Baptisan orang insaf sedikit, tetapi di dalam hati putra Bryant dan Ada Hinckley, percikan keinsafan menjadi nyala api yang bertahan lama.
Sebuah Kesempatan Baru untuk Melayani Tuhan
Ketika Gordon kembali dari misinya, dia berkata, “Saya tidak pernah ingin mengadakan perjalanan lagi. Saya telah mengadakan perjalanan sejauh yang pernah saya inginkan.”26 Dia dan dua rekan misionaris telah mengelilingi Eropa dan Amerika Serikat dalam perjalanan mereka pulang dari misi, suatu hal yang lazim di masa itu, dan dia lelah. Ketika keluarganya pergi berlibur tidak lama setelah dia kembali misi, dia tidak ikut. Walaupun kelelahan, dia menikmati sedikit kepuasan saat dia merenungkan mengenai perjalanannya: dia merasa bahwa dia telah melihat pemenuhan bagian dari berkat bapa bangsanya. Bertahun-tahun kemudian dia menuturkan:
“Saya menerima berkat bapa bangsa ketika saya masih kecil. Dalam berkat itu dikatakan bahwa saya akan mengangkat suara saya dalam kesaksian akan kebenaran di bangsa-bangsa di bumi. Saya telah bekerja di London untuk waktu yang lama dan telah memberikan kesaksian berkali-kali di sana. Kami [pergi ke Amsterdam], dan saya memiliki kesempatan dalam sebuah pertemuan untuk mengucapkan sepatah dua kata dan memberikan kesaksian saya. Kami kemudian pergi Berlin, di mana saya memiliki kesempatan yang sama. Kami kemudian pergi ke Paris, di mana saya memiliki kesempatan yang sama. Kami kemudian pergi ke Amerika Serikat, ke Washington, D.C., dan pada suatu hari Minggu di sana saya memiliki kesempatan yang sama. Ketika saya tiba di rumah, saya merasa lelah .… Saya berkata, ‘… saya telah menyelesaikan fase [itu] dari berkat saya. Saya telah mengangkat suara saya di ibu kota-ibu kota besar di dunia ….’ Dan saya benar-benar telah merasa seperti itu.”27
Sebelum Gordon dapat menganggap misinya tuntas, dia harus memenuhi satu tugas lagi. Penatua Joseph F. Merrill telah meminta dia untuk membuat janji dengan Presidensi Utama Gereja untuk melaporkan mengenai kebutuhan-kebutuhan di Misi Inggris dan Eropa. Di suatu pagi tanggal 20 Agustus 1935, kurang dari satu bulan setelah dia kembali dari misi, Gordon diantar ke ruang dewan di Gedung Administrasi Gereja. Berjabatan tangan dengan setiap anggota Presidensi Utama—Presiden Heber J. Grant, J. Reuben Clark Jr., dan David O. McKay—dia tiba-tiba merasa kewalahan dengan tugas yang telah diberikan kepadanya. Presiden Grant berkata, “Brother Hinckley, kami akan memberi Anda waktu lima belas menit untuk menceritakan kepada kami apa yang Penatua Merrill ingin kami dengar.”28
Selama 15 menit berikutnya, misionaris yang baru saja kembali dari misi ini memaparkan keprihatinan Penatua Merril—bahwa para misionaris memerlukan materi-materi cetakan yang lebih baik untuk membantu mereka dalam pekerjaan mereka. Sebagai tanggapan, Presiden Grant dan para penasihatnya mengajukan pertanyaan demi pertanyaan, dan pertemuan itu mundur satu jam lebih lama daripada yang direncanakan.
Dalam perjalanannya pulang dari pertemuan itu, Gordon tidak bisa menebak bagaimana 75 menit itu akan memengaruhi kehidupannya. Dua hari kemudian dia menerima telepon dari Presiden McKay, yang menawarkan dia sebuah pekerjaan sebagai sekretaris pelaksana Komite Radio, Publisitas, dan Kepustakaan Misi Gereja yang baru dibentuk. Komite ini, yang terdiri dari enam anggota Kuorum Dua Belas, akan bekerja untuk menangani kebutuhan yang Gordon telah uraikan dalam pertemuannya dengan Presidensi Utama.29
Sekali lagi, Gordon menunda rencananya untuk melanjutkan sekolah dan karier sebagai wartawan. Dia pergi bekerja mengembangkan naskah-naskah untuk program radio dan strip-strip film, menulis pamflet-pamflet untuk misionaris, mengembangkan hubungan profesional dengan pionir media, dan menyelidiki dan menulis mengenai sejarah Gereja. Dia memberikan kontribusi terhadap pesan-pesan yang dirancang untuk membangun iman para anggota Gereja dan berhubungan dengan orang-orang di luar Gereja. Seorang teman pernah mengirim surat kepadanya yang memuji dia mengenai satu naskah radio dan menanyakan bagaimana dia telah mengembangkan karunia menulis dan berbicara seperti itu. Gordon menjawab:
“Jika saya memiliki bakat apa pun untuk berbicara atau menulis, saya sangat bersyukur kepada Bapa di Surga. Saya tidak terlalu memikirkannya sebagai kemampuan alami; alih-alih, kekuatan apa pun yang mungkin saya miliki telah datang melalui kesempatan-kesempatan yang telah terbuka bagi saya.”30
Pekerjaan Gordon bersama komite telah mempertajam keterampilannya sebagai seorang penulis. Itu juga telah mendapatkan kesempatan berharga untuk belajar dari para rasul dan nabi. Sewaktu Gordon melihat keenam anggota Dua Belas mempertimbangkan keputusan-keputusan dan mengajar satu sama lain, dia memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai panggilan kudus dari para pria beragam latar belakang ini dan proses penerimaan wahyu yang terjadi ketika mereka berembuk bersama.
Penatua Stephen L Richards, yang kemudian melayani sebagai Penasihat Pertama dalam Presidensi Utama, adalah ketua komite. Gordon menggambarkan dia sebagai orang “yang penuh perhatian, penuh pertimbangan, cermat, dan bijaksana. Dia tidak pernah terburu-buru dalam mengambil tindakan melainkan mempertimbangkan dengan hati-hati sebelum dia melanjutkan. Saya belajar bahwa paling baik jika melanjutkan dengan hati-hati dalam pekerjaan ini, karena apa pun keputusan yang dibuat memiliki konsekuensi dan pengaruh yang luas bagi kehidupan banyak orang.”31
Kelima anggota komite yang lain adalah Penatua Melvin J. Ballard, John A. Widtsoe, Charles A. Callis, Alonzo A. Hinckley (paman Gordon), dan Albert E. Bowen. Mengenai mereka, Gordon berkata:
“Saya sangat akur dengan orang-orang yang hebat itu, yang sangat baik pada saya. Tetapi saya belajar bahwa mereka adalah manusia biasa. Mereka memiliki kelemahan dan masalah, tetapi itu tidak mengganggu saya. Pada kenyataannya, itu memperkuat penilaian saya mengenai mereka karena saya melihat muncul di atas kehidupan fana mereka suatu unsur ilahi, atau setidaknya suatu unsur pengudusan terhadap perkara besar yang mereka utamakan dalam kehidupan mereka. Saya melihat ilham yang bekerja dalam kehidupan mereka. Saya tidak meragukan mengenai panggilan kenabian mereka atau mengenai fakta bahwa Tuhan berbicara dan bertindak melalui mereka. Saya melihat sisi kemanusiaan mereka, kelemahan-kelemahan mereka—dan mereka semua memiliki beberapa. Tetapi saya juga melihat kekuatan paling besar mereka akan iman dan kasih mereka kepada Tuhan, dan kesetiaan penuh mereka terhadap pekerjaan dan terhadap kepercayaan yang ditempatkan pada mereka.”32
Pernikahan, Keluarga, dan Pelayanan Gereja
Tentu saja, Gordon tidak memikirkan hanya mengenai pekerjaan. Kencannya dengan Marjorie Pay berlanjut ketika dia kembali dari Inggris. Kepergiannya memang sulit bagi Marjorie demikian pula Gordon. “Walaupun saya ingin sekali dia pergi misi,” Marjorie berkata kemudian, “Saya tidak akan pernah melupakan perasaan kekosongan dan kesepian yang saya rasakan ketika kereta api meninggalkan stasiun.”33
Pada musim gugur tahun 1929, empat tahun sebelum Gordon berangkat ke Inggris, Marjorie telah mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas-kelas di Universitas Utah, hanya untuk mendapati bahwa ayahnya telah kehilangan pekerjaan akibat Depresi Besar. Dia segera membatalkan kelas-kelasnya dan mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai sekretaris untuk membantu mendukung orangtuanya dan kelima adiknya—suatu upaya yang berlanjut setelah Gordon kembali dari misinya tahun 1935. Dia tidak pernah lagi memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan resmi, tetapi dia bertekad untuk terus belajar, maka dia mendidik dirinya sendiri dengan membaca.
Watak ceria, etos kerja, dan komitmen besar Marjorie terhadap Injil menimbulkan rasa cintanya kepada Gordon, dan dia terkesan dengan kebaikan hati dan iman Gordon. “Sewaktu kami mendekati ke jenjang pernikahan,” dia berkata, “Saya merasa sangat yakin bahwa Gordon mencintai saya. Tetapi bagaimanapun saya juga tahu bahwa saya tidak akan pernah menjadi yang utama baginya. Saya tahu saya akan menjadi yang kedua dalam kehidupannya dan bahwa Tuhan akan menjadi yang utama baginya. Dan itu tidak masalah.” Dia melanjutkan: “Tampaknya bagi saya bahwa jika Anda memahami Injil dan tujuan keberadaan kita di sini, Anda akan menginginkan seorang suami yang mengutamakan Tuhan terlebih dahulu. Saya merasa aman mengetahui dia adalah orang seperti itu.”34
Gordon dan Marjorie menikah di Bait Suci Salt Lake pada 29 April 1937, dan pindah ke rumah musim panas Hinckley di East Mill Creek. Mereka memasang tungku perapian, membuat perbaikan-perbaikan lain yang diperlukan untuk kehidupan sepanjang tahun, merawat kebun buah-buahan dan taman, dan mulai membangun rumah mereka sendiri pada sebidang tanah berdekatan. Maka kawasan pedesaan yang Gordon sukai selama musim-musim panas di masa kanak-kanaknya menjadi tempat di mana dia dan Marjorie akan menjadikan rumah mereka dan membesarkan anak-anak mereka—Kathleen, Richard, Virginia, Clark, dan Jane.
Gordon dan Marjorie menegakkan rumah tangga yang penuh kasih, saling menghormati, kerja keras, dan berasaskan Injil. Doa keluarga harian memberikan jendela bagi anak-anak untuk melihat iman dan kasih orangtua mereka. Sewaktu keluarga berdoa bersama, anak-anak juga merasakan kedekatan dengan Bapa mereka di Surga.
Rumah Hinckley adalah tempat di mana diberlakukan beberapa aturan tetapi dengan harapan-harapan yang besar. Marjorie berbicara mengenai hal-hal yang tidak patut diperjuangkan. Menggambarkan mengenai pendekatan dalam berbagi peran sebagai orangtua bersama suaminya, dia berkata: “Saya telah belajar bahwa saya perlu memercayai anak-anak, sehingga saya mencoba untuk tidak pernah mengatakan tidak jika saya mungkin bisa mengatakan ya. Ketika kami membangun sebuah keluarga, itu adalah masalah berkomunikasi setiap hari dan memiliki sedikit waktu yang menyenangkan dalam prosesnya. Seperti yang dapat saya lihat bahwa bagaimanapun saya tidak akan mampu membuat semua keputusan bagi anak saya, saya berusaha untuk tidak mencemaskan mengenai setiap hal kecil.”35 Sebagai akibat dari kepercayaan orangtua terhadap mereka, anak-anak merasa dihormati dan memperoleh pengalaman dan keyakinan. Dan ketika jawabannya tidak, anak-anak memahami bahwa itu bukan pembatasan sewenang-wenang.
Rumah Hinckley juga dipenuhi dengan tawa ria. Dia pernah berkata: “Satu-satunya jalan untuk bisa menjalani kehidupan adalah tertawa saat menjalaninya. Anda harus memilih tertawa atau menangis. Saya lebih suka tertawa. Tangisan membuat saya sakit kepala.”36 Dengan orangtua yang dapat menertawakan diri mereka sendiri dan menemukan rasa humor dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak melihat rumah sebagai tempat berlindung yang menyenangkan.
Pelayanan Gereja senantiasa menjadi bagian kehidupan bagi Gordon dan Marjorie. Gordon melayani sebagai pengawas Sekolah Minggu pasak dan kemudian dipanggil dalam dewan umum Sekolah Minggu, di mana dia melayani selama sembilan tahun. Dia kemudian melayani sebagai penasihat dalam sebuah presidensi pasak dan sebagai presiden pasak, sementara Marjorie melayani dalam Pratama, Remaja Putri, dan Lembaga Pertolongan. Anak-anak menyaksikan pelayanan Gereja sebagai kesempatan istimewa yang menyenangkan—suatu contoh yang masing-masing dari mereka akan ikuti dalam tahun-tahun dewasa mereka.
Persiapan Melalui Upaya-Upaya Profesional
Selama enam tahun pertama pernikahan Marjorie dan Gordon, Gordon terus bekerja dengan Komite Radio, Publisitas, dan Kepustakaan Misi Gereja. Dia berbakti dalam pekerjaannya, dan proyek-proyek dan tenggat waktu sering membawa dia pada titik lebih jauh dari kemampuan dan pengalamannya—dan lebih dari itu. Dalam sebuah surat kepada seorang teman, dia menulis:
“Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Pekerjaan dari komitenya dengan deretan nama panjang yang semakin bertambah dan semakin rumit dan semakin menarik ….
… Radio, film, dan berbagai jenis kepustakaan … membuat saya terus berdoa, menjadi rendah hati, sibuk, dan berada di tempat kerja selama berjam-jam yang panjang .… Yang kesemuanya membuat saya bergantung sedikit lebih banyak pada kaca mata, … sedikit lebih banyak pada bahu yang membungkuk ke depan, sedikit lebih tenang, dan sedikit lebih bertanya-tanya akan mengarah ke mana semua ini.”37
Pada awal tahun 1940-an, Perang Dunia II membawa perubahan dalam pekerjaan Gordon. Pekerjaan misionaris penuh waktu menjadi terhenti karena perang, sehingga pekerjaannya menyediakan bahan-bahan misionaris menjadi tidak terlalu mendesak. Merasa bertanggung jawab untuk membantu dalam upaya peperangan, dia melamar pada sekolah calon perwira di Angkatan Laut Amerika Serikat. Akan tetapi, karena riwayatnya yang memiliki alergi dia tidak memenuhi syarat. “Saya tertekan atas penolakan itu,” dia kemudian mengakui “Perang sedang berlangsung, dan setiap orang melakukan sesuatu untuk membantu. Saya merasa bahwa saya seharusnya berperan serta dalam cara lain apa pun.”38 Hasrat ini menuntun dia untuk melamar pekerjaan sebagai asisten pengawas untuk perusahaan Denver and Rio Grande Railroad. Karena kereta api adalah penting dalam mengerahkan pasukan-pasukan dan perbekalan untuk perang, Gordon merasa bahwa pekerjaan ini akan membantu dia melayani negaranya. Perusahaan menerima dia bekerja di tahun 1943, dan dia bekerja di depot mereka di Salt Lake City sampai dia dan keluarganya dipindahkan ke Denver, Colorado, tahun 1944.
Pengawas di perusahaan kereta api terkesan dengan pekerjaan Gordon, dan ketika perang berakhir pada tahun 1945, mereka menawarkan dia sebuah posisi permanen dengan masa depan profesional yang tampaknya cerah. Pada saat yang bersamaan, Penatua Stephen L Richards menelepon dan meminta Gordon untuk kembali bekerja penuh waktu di Gereja. Walaupun perusahaan kereta api dapat menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi daripada Gereja, Gordon mengikuti hatinya dan kembali ke Salt Lake City.39
Cakupan pekerjaan Gordon di kantor pusat Gereja tidak lama setelah itu diperluas dibandingkan dengan tanggung jawabnya sebelumnya. Pada tahun 1951 dia diangkat sebagai sekretaris pelaksana Komite Misionaris Umum Gereja dan diberi tanggung jawab untuk mengawasi operasi sehari-hari Departemen Misionaris yang baru dibentuk. Departemen ini mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan menyebarkan Injil, termasuk produksi, penerjemahan, dan distribusi bahan-bahan yang digunakan oleh misionaris; pelatihan untuk misionaris dan presiden misi; dan media hubungan masyarakat yang digunakan untuk membangun jembatan dan menghilangkan mitos-mitos mengenai Gereja.40
Pada musim gugur 1953, Presiden David O. McKay memanggil Gordon ke kantornya dan meminta dia untuk mempertimbangkan sebuah pertanyaan yang tidak berhubungan langsung dengan tugas-tugas Departemen Misionaris. “Brother Hinckley,” dia memulai, “seperti yang Anda tahu, kita sedang membangun sebuah bait suci di Swiss, dan itu akan berbeda dengan bait suci-bait suci kita yang lain di mana itu harus melayani anggota yang berbicara dalam banyak bahasa. Saya ingin Anda mencari cara untuk menyajikan petunjuk bait suci dalam berbagai bahasa Eropa sementara menggunakan pekerja bait suci dalam jumlah minimum.”41
Presiden McKay menyediakan sebuah tempat di mana Gordon dapat mencari ilham dan bebas dari tuntutan beban kerjanya di Departemen Misionaris. Pada malam-malam akhir pekan, Sabtu, dan terkadang Minggu, Gordon bekerja di sebuah ruangan kecil di lantai lima Bait Suci Salt Lake. Di banyak Minggu pagi, Presiden McKay bergabung dengannya untuk membagikan gagasan-gagasan, melihat dengan cermat penyajian tentang pemberkahan, dan berdoa memohon arahan.
Setelah merenungkan, berdoa, dan mencari wahyu, Gordon merekomendasikan agar penyajian tentang pemberkahan dibuat dalam bentuk film, dengan kata-kata petunjuk yang sakral disulihsuarakan dalam beberapa bahasa. Presiden McKay dan yang lainnya menyetujui rekomendasinya dan menugaskan dia untuk memproduksi film tersebut. Gordon bekerja bersama satu tim yang terdiri dari para profesional yang berbakat dan setia yang menuntaskan proyek pada bulan September 1955. Dia lalu secara pribadi membawa film tersebut ke Bait Suci Bern Swiss dan mengawasi persiapan-persiapan teknis untuk sesi pemberkahan awal.42
Gordon tersentuh melihat karyanya mendatangkan sukacita bagi para Orang Suci di Eropa: “Sewaktu saya melihat orang-orang itu berkumpul dari sepuluh negara untuk berperan serta dalam tata cara-tata cara bait suci; sewaktu saya melihat orang-orang lanjut usia dari balik Tirai Besi yang telah kehilangan keluarga-keluarga mereka dalam perang yang telah memengaruhi mereka, dan menyaksikan ekspresi sukacita dan air mata kegembiraan yang datang dari hati mereka sebagai akibat dari kesempatan yang telah diberikan kepada mereka; sewaktu saya melihat para suami dan istri yang masih muda bersama keluarga mereka—anak-anak mereka yang ceria dan elok—dan melihat keluarga-keluarga tersebut disatukan dalam sebuah hubungan kekal, saya tahu dengan kepastian bahkan melampaui apa yang telah saya ketahui sebelumnya bahwa [Presiden McKay] diilhami dan diarahkan oleh Tuhan untuk mendatangkan berkat-berkat tak ternilai ini ke dalam kehidupan pria dan wanita yang beriman berkumpul dari berbagai bangsa di Eropa.”43
Dua puluh tahun telah berlalu sejak Gordon kembali dari misinya, dan dia belum memenuhi impiannya untuk menerima gelar tingkat lanjut dan menjadi wartawan. Alih-alih, dia telah belajar menggunakan teknologi baru untuk menyebarkan firman Allah, mengembangkan hubungan yang positif dengan orang-orang dari keyakinan lain, mempelajari dan menulis pekerjaan sejarah Gereja, dan membantu mempersiapkan jalan bagi ribuan Orang Suci Zaman Akhir untuk menerima berkat-berkat dari bait suci. Pengalaman-pengalaman ini akan berfungsi sebagai landasan bagi pelayanan yang akan dia berikan selama sisa kehidupannya.
Pelayanan Sebagai Asisten Dua Belas
Pada hari Sabtu, 5 April 1958, putra Gordon dan Marjorie, Richard menjawab sebuah panggilan telepon. Penelepon tidak menyebut namanya, tetapi Richard mengenali suara Presiden David O. McKay dan bergegas untuk memberitahukan kepada ayahnya. Setelah berbicara singkat dengan Presiden McKay, Gordon segera mandi, mengganti bajunya, dan langsung mengendarai mobil ke kantor Presiden Gereja. Karena dia telah menerima penugasan dari Presiden McKay sebelumnya, dia berpikir bahwa dia akan diminta membantu sesuatu dalam persiapan untuk sesi konferensi umum keesokan harinya. Dia terkejut mendapati bahwa Presiden McKay memiliki sesuatu yang lain di benaknya. Setelah ucapan salam yang ramah, Presiden McKay meminta Gordon untuk melayani sebagai Asisten Dua Belas. Para Pemimpin Utama yang melayani dalam posisi ini, yang dihentikan tahun 1976, adalah para Pembesar Umum Gereja. Gordon masih melayani sebagai presiden Pasak East Mill Creek ketika Presiden McKay memberikan panggilan ini.
Keesokan harinya, Penatua Gordon B. Hinckley menerima suara dukungan dalam konferensi umum. Walaupun dia mengakui dalam ceramah konferensi pertamanya bahwa dia “diliputi dengan perasaan tidak mampu,” dia menerima tanggung jawab barunya dengan iman dan semangat.44
Satu tugas utama yang menjadi tanggung jawab Penatua Hinckley sebagai Asisten Dua Belas adalah untuk mengawasi pekerjaan Gereja di seluruh Asia. Dia tidak mengetahui banyak mengenai orang-orang di sana dan tidak berbicara satu pun bahasa-bahasa mereka, tetapi dengan cepat dia menyukainya, dan mereka menyukai dia. Kenji Tanaka, seorang anggota Orang Suci Zaman Akhir, menceritakan mengenai pertemuan pertama Penatua Hinckley di Jepang: “Semangat Penatua Hinckley dapat dilihat di matanya yang bersinar. Kata pertamanya kepada kami adalah Subarashii! [‘Luar biasa!’] Suasana pertemuan itu berubah dari kaku dan formal menjadi keramahan dan kedekatan dengannya, dan perasaan hangat menyelimuti suasana itu.”45
Ini adalah perasaan yang dia bagikan ke mana pun dia pergi di Asia. Dia membantu orang-orang melihat bahwa dengan iman kepada Tuhan, mereka dapat mencapai hal-hal besar dan membantu Gereja tumbuh di tanah air mereka masing-masing. Dia juga tetap dekat dengan para misionaris penuh waktu, mengetahui bahwa ketekunan mereka akan memiliki dampak langsung terhadap orang-orang yang mereka layani.
Saksi Khusus bagi Nama Kristus
Deringan telepon yang menimbulkan perubahan hidup lainnya berbunyi pada hari Sabtu yang lain—30 September 1961. Kali ini Marjorie yang mendengar suara akrab dari Presiden McKay di saluran telepon. Sekali lagi Presiden Gordon B. Hinckley bergegas pergi ke kantor Presiden Gereja. Sekali lagi dia terkejut dan terharu ketika dia mengetahui alasan untuk kunjungan tersebut. Ketika dia tiba, Presiden McKay mengatakan kepadanya, “Saya telah terilhami untuk mencalonkan Anda untuk mengisi kekosongan di Kuorum Dua Belas Rasul, dan kami ingin mendukung Anda hari ini dalam konferensi.”46 Sekali lagi Penatua Hinckley bergerak maju dengan iman dan semangat walaupun merasa tidak mampu.
Sebagai seorang Rasul, Penatua Hinckley menerima tanggung jawab tambahan. Dia terkadang bertemu dengan para pemimpin pemerintah dan para pembesar lainnya. Dia sering diminta untuk berbicara di depan umum mewakili Gereja untuk menangani kritik-kritik dan keresahan budaya di Amerika Serikat. Dia berada di garis terdepan dalam upaya-upaya untuk memperkuat kemampuan siaran Gereja dan untuk menggunakan teknologi dalam menyebarkan Injil di seluruh dunia. Bahkan dalam peran-peran yang diperluas ini, dia tidak pernah lupa akan tanggung jawabnya untuk memperkuat iman individu-individu dan keluarga-keluarga. Baik dia berbicara kepada satu orang atau sepuluh ribu orang, dia memiliki cara pribadi untuk memengaruhi orang, yaitu yang menjadi ciri khas pelayanannya: untuk membawa orang-orang, satu demi satu, kepada Kristus.
Penatua Hinckley melanjutkan tugasnya mengawasi pekerjaan di Asia selama tujuh tahun berikutnya, dan dia bersukacita melihat pertumbuhan teman-temannya di sana. Dia mengamati, “Adalah pengalaman yang mengilhami … menyaksikan cara bagaimana Tuhan melaksanakan rancangan agung-Nya di bagian-bagian bumi itu.”47
Sewaktu penugasan berubah di antara Kuorum Dua Belas Rasul, Penatua Hinckley menerima kesempatan untuk melayani di bagian-bagian lain di dunia. Ke mana pun dia pergi, dia menunjukkan kepedulian terhadap individu. Pada tahun 1970, ketika dia mengawasi pekerjaan Gereja di Amerika Selatan, dia mengadakan perjalanan ke Cile setelah mengetuai sebuah konferensi pasak di Peru. Dua hari setelah tiba di Cile, dia mengetahui bahwa sebuah gempa bumi yang menghancurkan telah melanda Peru dan bahwa empat misionaris hilang. Dia segera membuat rencana untuk kembali ke Peru walaupun itu akan menunda kepulangannya. “Hati nurani saya mengatakan bahwa saya tidak bisa pulang sementara di sana ada misionaris yang hilang,” dia berkata.48
Dia tiba di Lima, Peru, pada hari berikutnya. Ketika misionaris yang hilang tersebut menemukan seorang operator radio amatir, mereka bisa menelepon Lima, dan Penatua Hinckley berbicara kepada mereka. Misionaris tersebut berada di sebuah ruangan kecil yang dipenuhi dengan orang-orang yang selamat lainnya, dan percakapan mereka disiarkan melalui pengeras suara. “Sewaktu suara Penatua Hinckley berbicara melalui pengeras suara di ruangan tersebut yang dipadati dengan orang-orang yang gaduh ingin berbicara di radio, tiba-tiba seluruh ruangan menjadi tenang. Walaupun dia berbicara dalam bahasa Inggris, dan orang-orang ini semua berbahasa Spanyol, mereka mulai berbicara di antara satu sama lain secara berbisik dan menanyakan, ‘Siapa orang itu?’ Terdapat perasaan, bahkan di tengah-tengah kegaduhan itu, bahwa suara tersebut bukan berasal dari orang biasa.”49
Selama dua tahun pertama mengawasi Gereja di Amerika Selatan, Penatua Hinckley mengunjungi setiap misi; menciptakan misi-misi baru di Kolombia dan Ekuador; membantu menciptakan pasak-pasak baru di Lima, Peru, dan São Paulo, Brasil; dan membantu menyelesaikan hambatan visa bagi misionaris yang dipanggil untuk melayani di Argentina. Dia berada di tengah-tengah sedang melakukan lebih banyak lagi ketika, di bulan Mei 1971, dia ditugaskan untuk mengawasi delapan misi di Eropa.50
Penatua Hinckley sering merasa lelah karena jadwal yang padat ini. Dia selalu senang kembali pulang dan meluangkan waktu bersama Marjorie dan anak-anak. Akan tetapi, Marjorie bisa mengetahui bahwa ketika dia jauh dari tempat kerja terlalu lama, dia menjadi gelisah. Pemanggilannya sebagai Rasul—salah satu dari “saksi khusus bagi nama Kristus di seluruh dunia” (A&P 107:23)—tidak pernah jauh dari pikirannya.
Tanggung Jawab Besar sebagai Penasihat dalam Presidensi Utama
Pada 5 Juli 1981, setelah melayani di Kuorum Dua Belas selama hampir 20 tahun, Penatua Hinckley menerima panggilan mengejutkan yang lain. Presiden Spencer W. Kimball, yang waktu itu Presiden Gereja, meminta dia untuk melayani sebagai penasihat dalam Presidensi Utama, selain Presiden N. Eldon Tanner dan Marion G. Romney. Ini tidak lazim tetapi tidak berarti belum pernah terjadi sebelumnya dari pola memiliki dua penasihat. Presiden Kimball dan kedua penasihatnya tidak sehat secara fisik dan memerlukan dukungan tambahan dalam Presidensi.51
Pada ceramah konferensi umum pertamanya dalam kapasitas baru ini, Presiden Hinckley mengatakan: “Hasrat saya satu-satunya adalah untuk melayani dengan setia kapan saja saya dipanggil .… Panggilan sakral ini telah membuat saya sadar akan kelemahan-kelemahan saya. Jika saya telah menyakiti siapa pun, saya minta maaf dan berharap Anda mengampuni saya. Apakah penugasan ini lama atau singkat, saya berjanji untuk berusaha sebaik mungkin, disertai dengan kasih dan iman.”52
Upaya terbaiknya diperlukan karena kesehatan Presiden Kimball, Tanner, dan Romney menurun. Sebagian besar pekerjaan sehari-hari Presidensi Utama jatuh ke tangan Presiden Hinckley. Dia juga memikul banyak dari tanggung jawab untuk upaya-upaya yang lebih besar, seperti pengudusan Bait Suci Jordan River Utah. Selain itu, dia menghadapi sejumlah kritik dari publik terhadap Gereja dan para pemimpinnya, baik di masa lalu maupun yang sekarang. Pada konferensi umum bulan April 1982 dia memberikan nasihat:
“Kita hidup dalam masyarakat yang hidup dari kritik .… Saya mendesak Anda untuk melihat gambaran besar dan berhenti khawatir mengenai hal-hal kecil .… Ini hanya hal yang kecil dibandingkan dengan besarnya pelayanan [para pemimpin Gereja] dan dengan besarnya kontribusi mereka.”53
Presiden Tanner meninggal pada 27 November 1982, dan kesehatan Presiden Kimball dan Romney menurun hingga pada titik sehingga pada bulan konferensi umum April 1983, Presiden Hinckley, yang waktu itu telah dipanggil sebagai Penasihat Kedua dalam Presidensi Utama, duduk di samping dua kursi kosong di podium. Dengan cara yang sangat pribadi, dia merasakan apa yang pernah dia sebut “kesendirian kepemimpinan.”54
Presiden Hinckley melanjutkan dengan perhatian dan doa, tidak ingin mendahului nabi. Dia memanggil para anggota Dua Belas—khususnya Penatua Ezra Taft Benson, presiden kuorum—untuk bantuan dalam menjalankan urusan sehari-hari Gereja. Presiden Hinckley bekerja keras bergandengan tangan dengan Kuorum Dua Belas, selalu dibimbing oleh nasihat dari Presiden Kimball. Bagaimanapun, dia merasakan beban besar.
Walaupun tanggung jawab Presiden Hinckley dalam Presidensi Utama membuat dia harus berada di Salt Lake City sebagian besar waktu, dia terkadang mengadakan perjalanan untuk melayani para anggota dan misionaris di bagian-bagian lain di dunia. Pada tahun 1984 dia kembali ke Filipina. Delapan belas tahun sebelumnya dia telah menguduskan gedung pertemuan pertama di sana; sekarang dia akan menguduskan bait suci pertama. Dalam doa pengudusan, dia berkata:
“Bangsa Filipina ini adalah bangsa yang terdiri dari banyak pulau yang rakyatnya mencintai kebebasan dan kebenaran, yang hatinya peka terhadap kesaksian para hamba-Mu, dan yang responsif terhadap pesan Injil kekal. Kami bersyukur kepada-Mu untuk iman mereka. Kami bersyukur kepada-Mu untuk roh pengorbanan mereka. Kami bersyukur kepada-Mu untuk mukjizat kemajuan pekerjaan-Mu di tanah ini.”55
Kemajuan berkelanjutan Gereja terlihat jelas di bulan Juni 1984 ketika, mewakili Presidensi Gereja, Presiden Hinckley mengumumkan pemanggilan Presidensi Area—para anggota Tujuh Puluh yang akan tinggal di seluruh dunia dan mengawasi pekerjaan Gereja di area-area geografis yang ditugaskan. Bekerja di bawah arahan Presidensi Utama dan Kuorum Dua Belas Rasul, para pemimpin ini akan memberikan banyak kepemimpinan dan pelatihan yang diperlukan di area-area mereka. “Kami tidak bisa membuat semua keputusan di Salt Lake City,” dia berkata. “Kami harus berbuat sesuatu mengenai mendesentralisasikan wewenang.”56 Kira-kira satu tahun kemudian, berbicara kepada para pemimpin Gereja dari seluruh dunia, Presiden Hinckley berkata: “Saya yakin bahwa ini adalah langkah maju yang diilhami dan besar yang telah kami ambil dalam beberapa bulan terakhir. Saya yakin bahwa seringnya para orang-orang yang baik ini berada di tengah Anda memberikan Anda ketenangan batin yang besar. Para Pemimpin Utama ini pada dasarnya berusaha menyatukan seluruh tubuh Gereja bersama.”57
Setelah memimpin Gereja melalui pertumbuhan yang luar biasa selama 12 tahun, Presiden Spencer W. Kimball wafat pada 5 November 1985. Rasul senior, Presiden Ezra Taft Benson, ditetapkan sebagai Presiden Gereja. Dia meminta Gordon B. Hinckley untuk melayani sebagai Penasihat Pertama dalam Presidensi Utama dan Thomas S. Monson untuk melayani sebagai Penasihat Kedua. Dengan tiga anggota Presidensi Utama yang sehat ini, Presiden Hinckley merasa bebannya menjadi lebih ringan dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengunjungi para Orang Suci di seluruh dunia.
Dalam waktu beberapa tahun, kesehatan Presiden Benson mulai menurun, dan tanggung jawab sehari-hari dalam menjalankan Gereja jatuh kembali ke tangan Presiden Hinckley. Namun, kali ini dia tidak sendirian dalam Presidensi Utama. Dengan vitalitas dan energi, Presiden Hinckley dan Presiden Monson menjaga Gereja berada di jalur yang benar, selalu menghormati pemanggilan Presiden Benson sebagai nabi, pelihat, dan pewahyu. Mereka mengembangkan pertemanan dan kemitraan yang kuat, abadi.
Presiden Benson meninggal pada 30 Mei 1994, dan Presiden Howard W. Hunter menjadi Presiden Gereja. Sekali lagi, Presiden Hinckley dan Presiden Monson melayani sebagai penasihat. Pada bulan Juni, Presiden dan Sister Hinckley mendampingi Presiden Hunter dan istrinya Inis dan Penatua M. Russell Ballard dan istrinya, Barbara, ke Nauvoo, Illinois, untuk menghadiri peringatan ke-150 tahun Joseph dan Hyrum Smith mati syahid. Ini akan menjadi satu-satunya perjalanan yang Presiden Hunter dan Presiden Hinckley akan lakukan bersama-sama. Presiden Hunter telah bergumul dengan masalah kesehatan selama bertahun-tahun, dan kesehatannya menurun dengan cepat setelah perjalanan ini. Pada 27 Februari 1995, dia meminta Presiden Hinckley untuk memberikan berkat imamat. Dalam pemberkatan tersebut, Presiden Hinckley mendoakan bagi kesehatan Presiden Hunter tetapi juga berkata bahwa dia berada di tangan Tuhan.58 Beberapa hari kemudian, pada 3 Maret 1995, Presiden Hunter meninggal dunia.
Nabi, Pelihat, dan Pewahyu dan Presiden Gereja
Kematian Presiden Hunter, walaupun tidak mengejutkan, membuat keluarga Hinckley sangat sedih. Sebagai Rasul senior, Presiden Hinckley adalah yang berikutnya dalam garis kepemimpinan untuk menjadi Presiden Gereja. Sister Hinckley mengenang saat mereka menerima berita mengenai kematian Presiden Hunter: “Presiden Hunter telah pergi, dan kami ditinggalkan untuk maju terus. Saya merasa sangat sedih, merasa sendirian. Gordon juga demikian. Dia kelu. Dan dia merasa sangat kesepian. Tidak seorang pun dapat memahami apa yang dia lalui.”59
Setelah pemakaman Presiden Hunter, Presiden Hinckley mendapatkan penghiburan dalam bait suci. Sendirian dalam ruang pertemuan Presidensi Utama dan Kuorum Dua Belas di Bait Suci Salt Lake, dia membaca tulisan suci dan merenungkan mengenai apa yang dia baca. Dia merenungkan mengenai kehidupan, pelayanan, dan Pendamaian Yesus Kristus. Kemudian dia menelaah potret-potret di dinding, yang menggambarkan seluruh Presiden Gereja dari Joseph Smith hingga Howard W. Hunter. Dia mencatat pengalaman ini dalam jurnalnya:
“Saya berjalan di sekeliling di depan potret-potret ini dan memandang ke dalam mata pria-pria yang ada di dalamnya. Saya merasa hampir seolah-olah saya dapat berbicara kepada mereka. Saya merasa hampir seolah-olah mereka berbicara kepada saya dan memberikan ketenteraman .… Saya duduk di kursi yang telah saya duduki sebagai penasihat pertama Presiden. Saya meluangkan waktu cukup lama memandang pada potret-portret itu. Setiap orang tampaknya hampir menjadi hidup. Mata mereka tampaknya memandang ke arah saya. Saya merasa bahwa mereka memberi dorongan semangat kepada saya dan menjanjikan dukungan mereka. Mereka tampaknya berkata kepada saya bahwa mereka telah berbicara mewakili sebuah dewan yang diadakan di surga, bahwa saya tidak perlu takut, bahwa saya akan diberkati dan didukung dalam pelayanan saya.
“Saya berlutut dan memohon kepada Tuhan. Saya lama berbicara kepada-Nya dalam doa .… Saya yakin bahwa melalui kuasa Roh, saya mendengar firman Tuhan, tidak melalui suara, tetapi sebuah perasaan hangat yang terasa di dalam hati saya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang saya telah ajukan dalam doa.”60
Setelah pengalaman ini dia kembali mencatat pikiran-pikirannya: “Saya merasa lebih baik, dan saya memiliki kepastian yang jauh lebih kuat di dalam hati saya bahwa Tuhan sedang melakukan kehendaknya berkenaan dengan perkara dan kerajaan-Nya, bahwa saya akan didukung sebagai Presiden Gereja dan nabi, pelihat, dan pewahyu, dan melayani dalam waktu seperti ini sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Dengan penegasan dari Roh di dalam hati saya, saya sekarang siap untuk bergerak maju melakukan pekerjaan dengan segenap kemampuan saya. Sulit bagi saya untuk percaya bahwa Tuhan menempatkan saya dalam tanggung jawab yang paling tinggi dan sakral ini .… Saya berharap bahwa Tuhan telah melatih saya untuk melakukan apa yang Dia harapkan dari saya. Saya akan memberikan kesetiaan total saya, dan saya pasti akan mengupayakan arahan-Nya.”61
Presiden Gordon B. Hinckley ditetapkan sebagai Presiden Gereja pada 12 Maret 1995, dan keesokan harinya dia berbicara pada sebuah konferensi pers dan menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan Penatuan Jeffrey R. Holland melaporkan bahwa “menjelang akhir dari tanya-jawab yang hangat, sering jenaka, selalu menang terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan dalam konferensi pers ini, Presiden Hinckley ditanya oleh seorang wartawan, ‘Apa yang akan menjadi fokus Anda? Apa yang akan menjadi tema administrasi Anda?
“Secara insting dia menjawab, ‘Lanjutkan. Ya. Tema kami adalah untuk melanjutkan pekerjaan besar yang telah dilanjutkan oleh para pendahulu kami.’”62
Presiden Hinckley tetap setiap pada janji itu. Dengan menghormati para nabi yang telah mendahuluinya, dia melanjutkan dengan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Dan dengan iman kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus, dia mengikuti wahyu untuk melaksanakan pekerjaan itu dengan cara-cara baru.
Menampilkan Gereja “Dari Keadaan Tak Dikenal” (D&P 1:30)
Menjelang awal pelayanan Presiden Hinckley, Penatua Neal A. Maxwell dari Kuorum Dua Belas mengamati: “Presiden Hinckley membantu menuntun Gereja dari keadaan tak dikenal. Gereja tidak dapat bergerak maju sebagaimana yang seharusnya jika kita tersembunyi di bawah gantang. Seseorang harus melangkah maju, dan Presiden Hinckley bersedia melakukannya. Dia adalah seorang pria yang memiliki pengetahuan sejarah dan modern pada saat yang bersamaan, dan dia memiliki karunia untuk mengungkapkan yang memungkinkan dia untuk menyajikan pesan kita dengan cara yang menarik perhatian bagi orang di mana pun berada.”63
Latar belakang luas yang dimiliki Presiden Hinckley dalam media dan penyiaran membantu mempersiapkan diri untuk upaya ini. Sebagai Presiden Gereja, dia sering mengadakan wawancara dengan wartawan di seluruh dunia, menjawab pertanyaan mereka mengenai ajaran dan kebijakan Gereja dan memberikan kesaksiannya tentang Juruselamat dan Injil yang dipulihkan. Setiap kali, pengertian meningkat dan pertemanan berkembang.
Yang menjadi perhatian khusus adalah sebuah wawancara tahun 1996 dengan wartawan veteran Mike Wallace dari program televisi 60 Minutes. Tn. Wallace dikenal sebagai pewawancara yang keras, dan Presiden Hinckley mengakui awalnya sedikit ragu sebelum acara tersebut ditayangkan pada televisi nasional di Amerika Serikat. “Jika hasilnya akan bermanfaat, saya akan bersyukur,” dia berkata. “Jika tidak, saya berjanji tidak akan menginjakkan kaki lagi ke dalam jebakan seperti itu lagi.”64
Wawancaranya bermanfaat, menunjukkan banyak aspek positif dari Gereja. Hasil lain adalah bahwa Mike Wallace dan Presiden Hinckley menjadi teman.
Pada tahun 2002, Salt Lake City menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin, menempatkan Gereja dalam sorotan internasional Presiden Hinckley dan para penasihatnya dimintai pendapat mengenai bagian dari perencanaan. “Kami telah membuat keputusan cermat bahwa kami tidak akan menggunakan ini sebagai waktu atau tempat untuk mencari jiwa,” dia berkata, “tetapi kami yakin bahwa dari peristiwa yang penting ini akan datang hal yang indah bagi Gereja.”65 Dia benar. Puluhan ribu orang mengunjungi Lembah Salt Lake dan disambut oleh tuan rumah yang ramah—para Orang Suci Zaman Akhir dan orang-orang lain yang bekerja sama untuk menciptakan pertandingan olimpiade yang berhasil. Para pengunjung ini berjalan di sekeliling Taman Bait Suci, mendengarkan Paduan Suara Tabernakel, dan mengunjungi Perpustakaan Sejarah Keluarga. Miliaran orang melihat Bait Suci Salt Lake melalui televisi dan melihat Gereja ditayangkan secara positif oleh para wartawan. Itu adalah, sebagaimana yang Presiden Hinckley katakan, “hal yang luar biasa bagi Gereja.”
Selain menggunakan sarana-sarana komunikasi yang sudah lama dibangun, Presiden Hinckley menerapkan inovasi. Misalnya, dia melihat Internet sebagai sarana untuk membawa Gereja lebih dekat kepada anggotanya dan membagikan Injil yang dipulihkan kepada mereka dari keyakinan lain. Selama pelayanannya, Gereja meluncurkan LDS.org, FamilySearch.org, dan Mormon.org.
Pada 23 Juni 2004, hari ketika Presiden Hinckley berusia 94 tahun, dia dianugerahi Medali Kebebasan Presiden, penghargaan warga sipil tertinggi di Amerika Serikat. Sebagai tanggapan dia berkata: “Saya sangat terhormat untuk menerima penghargaan bergengsi ini dari Presiden Amerika Serikat. Saya sangat bersyukur. Dalam arti yang lebih luas, itu mengakui dan menghormati Gereja yang telah memberikan saya begitu banyak kesempatan dan yang kepentingannya telah saya coba untuk layani.”66 Dia melihat penghargaan ini sebagai lambang dari reputasi Gereja yang semakin positif dan bukti bahwa Gereja sesungguhnya sedang ditampilkan dari keadaan tak dikenal.
Perjalanan di antara para Orang Suci Zaman Akhir
Presiden Hinckley tidak suka situasi ketat dalam perjalanan, tetapi hasratnya untuk melayani di antara para Orang Suci Zaman Akhir lebih kuat daripada hasratnya untuk tetap berada di rumah. Dia mengatakan bahwa dia ingin “berada di antara umat kita untuk menyatakan penghargaan dan dorongan semangat, serta untuk memberikan kesaksian tentang keilahian pekerjaan Tuhan.”67 Pada awal pelayanannya dia memberikan komentar, “Saya bertekad bahwa selagi saya memiliki kekuatan saya akan ke luar di antara orang-orang di dalam negeri dan di luar negeri .… Saya berniat untuk terus bergerak dengan semangat selama saya masih bisa. Saya ingin berbaur dengan orang-orang yang saya kasihi.”68
Selama pelayanannya sebagai Presiden Gereja, dia mengadakan perjalanan secara luas di dalam negeri Amerika Serikat mengunjungi lebih dari 90 negara di luar Amerika Serikat. Secara keseluruhan, dia mengadakan perjalanan dengan menempuh jarak lebih dari satu juta mil (1,6 juta kilometer) sebagai Presiden Gereja, bertemu dengan para Orang Suci di seluruh bagian dunia.69
Di beberapa area, orang-orang harus melakukan upaya yang lebih besar untuk bertemu dengan dia daripada yang dia lakukan untuk menemui mereka. Misalnya, pada tahun 1996 dia dan Sister Hinckley mengunjungi Filipina, di mana anggota Gereja telah tumbuh menjadi lebih dari 375.000. Presiden dan Sister Hinckley dijadwalkan untuk berbicara di suatu malam pada sebuah pertemuan di Stadion Araneta Manila. Pada pertengahan sore hari itu, stadion “penuh melampaui kapasitas. Barisan antrean mulai terbentuk pada pukul 7:00 pagi untuk sebuah pertemuan yang baru dijadwalkan akan mulai dua belas jam lagi. Hitungan resmi kemudian menunjukkan bahwa sekitar 35.000 anggota telah memadati stadion berkapasitas 25.000 tempat duduk termasuk lorong-lorong dan tempat-tempat terbuka di mana orang banyak berkumpul. Banyak Orang Suci telah mengadakan perjalanan dua puluh jam dengan perahu dan bus untuk datang ke Manila. Bagi sebagian orang, biaya perjalanan tersebut sama dengan beberapa bulan gaji ….
“Ketika Presiden Hinckley mendengar berita bahwa stadion penuh dan bahwa manajer bangunan bertanya-tanya apakah ada cara lain mereka dapat memulai pertemuan lebih awal, dia segera berkata, ‘Mari kita mulai.’ Dia dan Sister Hinckley memasuki gelanggang yang luas itu .… Seolah-olah direncanakan, jemaat secara spontan berdiri, bertepuk tangan, dan kemudian mulai menyanyikan dengan emosional lagu ‘Kami Bersyukur bagi Nabi.’”70
Mengetahui bahwa dia dan para pemimpin utama lainnya tidak bisa pergi ke mana pun mereka mau, Presiden Hinckley mendukung penggunaan teknologi untuk mengajar para pemimpin di seluruh dunia. Menggunakan teknologi satelit, dia mengetuai siaran pelatihan kepemimpinan, yang pertama diadakan di bulan Januari 2003.
Mempromosikan Pentingnya Belajar dan Mengajar Kebenaran Rohani dan Keduniawian
Presiden Hinckley menyatakan: “Tidak seorang pun dari kita … cukup mengetahui. Proses pembelajaran adalah proses yang tak berkesudahan. Kita harus membaca, kita harus mengamati, kita harus mengasimilasi, dan kita harus merenungkan apa yang membuka pikiran kita.”71 Dia juga mengatakan: “Pengajaran yang efektif adalah inti dari kepemimpinan di Gereja. Kehidupan kekal hanya akan datang ketika para pria dan wanita diajar sedemikian efektifnya sehingga mereka mengubah dan mendisiplinkan hidup mereka. Mereka tidak dapat dipaksa ke dalam kebenaran atau ke dalam surga. Mereka harus dibimbing, dan itu berarti pengajaran yang efektif.”72
Presiden Hinckley berhasrat untuk memberikan lebih banyak makanan rohani bagi para Orang Suci Zaman Akhir di seluruh dunia. Pada tahun 1995 dia dengan bersemangat menyetujui sebuah rencana untuk menerbitkan seri baru buku-buku yang akan memberikan kepada para anggota Gereja sebuah perpustakaan Injil. Tidak lama kemudian Gereja mulai menerbitkan seri ini, yang disebut Ajaran-Ajaran Presiden Gereja, yang mana buku ini adalah bagiannya.
Pembelajaran mengenai hal-hal dunia juga penting bagi Presiden Hinckley. Dia khawatir mengenai para anggota Gereja di kawasan-kawasan yang sangat miskin di dunia yang tidak mampu memperoleh pendidikan yang lebih tinggi atau pelatihan kejuruan. Tanpa pendidikan dan pelatihan seperti itu, kebanyakan dari mereka akan tetap dalam kemiskinan. Dalam sesi imamat konferensi umum April 2001, Presiden Hinckley mengatakan:
“Dalam upaya untuk memperbaiki situasi ini, kami mengusulkan sebuah rencana—rencana yang kami yakin diilhami oleh Tuhan. Gereja sedang menghimpun dana yang sebagian besar dari kontribusi para Orang Suci Zaman Akhir yang setia yang telah dan akan memberikan kontribusi untuk tujuan ini. Kami sangat bersyukur kepada mereka .… Kami akan menyebutnya Dana-tetap Pendidikan.”73
Presiden Hinckley menjelaskan bahwa mereka yang memperoleh manfaat dari program akan diberikan pinjaman, yang diambil dari dana yang disumbangkan oleh para anggota Gereja, untuk sekolah atau pelatihan kejuruan. Setelah menyelesaikan pendidikan atau pelatihan mereka, mereka akan diharapkan untuk membayar pinjaman mereka sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk membantu yang lain. Presiden Hinckley juga menjelaskan bahwa Dana-tetap Pendidikan akan “didasarkan pada asas-asas yang sama dengan asas-asas yang mendasari Dana-tetap Emigirasi,” yang Gereja dirikan pada tahun 1800-an untuk membantu para Orang Suci yang perlu beremigrasi ke Sion.74
Dalam waktu enam bulan, para Orang Suci Zaman Akhir telah menyumbangkan jutaan dolar ke Dana-tetap Pendidikan.75 Satu tahun setelah memperkenalkan rencana itu, Presiden Hinckley mengumumkan: “Upaya ini sekarang berada di atas landasan yang kuat .… Remaja putra dan putri yang berada di kawasan kurang mampu di dunia, remaja putra dan putri yang sebagian besar adalah purna misionaris, akan dimungkinkan untuk memperoleh pendidikan yang baik yang akan mengangkat mereka keluar dari belenggu kemiskinan di mana leluhur mereka telah berjuang selama beberapa generasi.”76 Program ini terus memberkati para Orang Suci Zaman Akhir, baik si penerima maupun si pemberi.
Bersaksi Mengenai Kesucian Pernikahan dan Keluarga
Dalam pertemuan Lembaga Pertolongan umum yang diadakan pada 23 September 1995, Presiden Hinckley mengatakan:
“Dengan sedemikian banyak penyesatan yang disampaikan sebagai kebenaran, dengan sedemikian banyak penipuan perihal standar-standar dan nilai-nilai, dengan sedemikian banyak pikatan serta bujukan untuk mengambil noda dunia, kami merasa harus memperingatkan dan mengingatkan lebih awal. Sebagai kelanjutan dari ini kami dari Presidensi Utama dan Kuorum Dua Belas Rasul saat ini mengeluarkan sebuah maklumat kepada Gereja dan kepada dunia sebagai sebuah pernyataan dan peneguhan akan standar, ajaran, dan praktik yang berkenaan dengan keluarga yang para nabi, pelihat, dan pewahyu dari Gereja ini telah berulang kali nyatakan di sepanjang sejarahnya.”77
Dengan pendahuluan ini, Presiden Hinckley membaca, untuk pertama kali di kepada umum, “Keluarga: Maklumat kepada Dunia.”
Kesucian pernikahan dan keluarga adalah tema terus-menerus dalam ajaran-ajaran Presiden Hinckley. Dia mengecam perundungan dalam bentuk apa pun dan mendorong orangtua dan anak-anak untuk sabar terhadap satu sama lain, untuk mengasihi satu sama lain, untuk mengajar satu sama lain, dan untuk melayani satu sama lain. Dalam sepucuk surat tertanggal 11 Februari 1999, dia dan para penasihatnya dalam Presidensi Utama mengatakan:
“Kami meminta para orang tua untuk membaktikan upaya terbaik mereka untuk mengajar dan membesarkan anak-anak mereka dalam asas-asas Injil yang akan mempertahankan mereka dekat dengan Gereja. Rumah adalah dasar dari suatu kehidupan yang saleh, dan tidak ada perantaraan lain yang dapat mengambil tempatnya atau memenuhi fungsi penting dalam membawa ke depan tanggung jawab yang diberikan Allah ini.
Kami menasihati para orangtua dan anak-anak untuk memberikan prioritas tertinggi bagi doa keluarga, malam keluarga, penelaahan dan pengajaran Injil, dan kegiatan-kegiatan keluarga yang sehat. Betapa pun berharga dan pantasnya tuntutan atau kegiatan lain, itu tidak boleh diizinkan untuk menggantikan tugas-tugas yang ditetapkan secara ilahi yang hanya orangtua dan keluarga dapat lakukan secara memadai.”78
Menjangkau Orang Insaf Baru
Presiden Hinckley senang melihat orang-orang dalam jumlah besar bergabung ke dalam Gereja, tetapi dia khawatir mengenai individu-individu yang diwakili oleh jumlah tersebut. Pada awal pelayanannya dia berkata:
“Dengan jumlah orang insaf yang senantiasa meningkat, kita harus mengerahkan upaya yang semakin substansial untuk membantu mereka sewaktu mereka menemukan jalan mereka. Setiap dari mereka membutuhkan tiga hal: seorang teman, sebuah tanggung jawab, dan pemeliharaan dengan ‘firman Allah yang baik’ (Moroni 6:4). Adalah tugas dan kesempatan kita untuk menyediakan hal-hal ini.”79
Memperkuat orang insaf baru adalah tema terus-menerus bagi Presiden Hinckley. Penatua Jeffrey R. Holland membagikan laporan berikut mengenai dia yang menekankan tema ini: “Dengan mata yang bersinar dan sebuah tangan dipukulkan pada meja di depannya, dia berkata kepada Dua Belas baru-baru ini, ‘Brethren, ketika hidup saya berakhir dan pelayanan akhir berakhir, saya akan muncul saat saya lewat, memandang mata Anda masing-masing, dan mengatakan, “Bagaimana dengan pekerjaan retensi kita?”’”80
Pembangunan Bait Suci
Pada tahun 1910, tahun Gordon B. Hinckley dilahirkan, ada 4 bait suci yang beroperasi di dunia, dan semuanya ada di Utah. Pada tahun 1961, ketika dia ditahbiskan sebagai Rasul, jumlahnya telah meningkat menjadi 12. Kemajuan ini adalah signifikan, tetapi Penatua Hinckley sering mengungkapkan kekhawatiran bahwa banyak orang di dunia memiliki akses terbatas pada berkat-berkat bait suci. Pada tahun 1973, sewaktu melayani sebagai ketua Komite Bait Suci Gereja, dia menulis dalam jurnalnya: “Gereja dapat membangun [banyak] bait suci [yang lebih kecil] untuk biaya Bait Suci Washington [yang waktu itu sedang dibangun]. Itu akan membawa bait suci kepada orang-orang alih-alih mengharuskan orang-orang menempuh perjalanan jarak yang sangat jauh untuk pergi ke bait suci.”81
Ketika dia didukung sebagai Presiden Gereja tahun 1995, jumlah bait suci yang beroperasi meningkat menjadi 47, tetapi hasratnya untuk memiliki lebih banyak bait suci masih kuat. Dia berkata, “Hasrat kuat saya adalah untuk memiliki bait suci di mana pun diperlukan agar umat kita, di mana pun mereka mungkin berada, dapat, tanpa melakukan banyak pengorbanan, datang ke Rumah Tuhan untuk tata cara mereka sendiri dan untuk kesempatan melakukan pekerjaan perwakilan bagi mereka yang sudah mati.”82
Pada konferensi umum bulan Oktober 1997, Presiden Hinckley menyampaikan sebuah pengumuman bersejarah: Gereja akan mulai membangun bait suci-bait suci yang lebih kecil di seluruh dunia.83 Dia kemudian mengatakan, “Konsep bait suci yang lebih kecil datang, saya pikir, sebagai wahyu langsung.”84 Pada tahun 1998 dia mengumumkan bahwa 30 bait suci baru yang lebih kecil, beserta bait suci-bait suci lain yang sudah direncanakan atau yang sedang dibangun, akan mencakup “total 47 bait suci baru selain 51 bait suci yang sekarang beroperasi.” Dengan semua orang yang mendengarkan menjadi senang, Presiden Hinckley kemudian menambahkan, “Saya pikir kita lebih baik menambahkan 2 bait suci lagi untuk menjadikannya genap menjadi 100 pada akhir abad ini, 2.000 tahun ‘sejak kedatangan Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus dalam daging’ (A&P 20:1).” Lalu dia menjanjikan, “Masih akan ada tambahan lagi di waktu yang akan datang.”85
Pada 1 Oktober 2000, Presiden Hinckley menguduskan Bait Suci Boston Massachusetts, bait suci yang ke-100 yang beroperasi. Sebelum akhir tahun 2000, dia menguduskan dua bait suci lagi. Ketika dia meninggal tahun 2008, Gereja memiliki 124 bait suci yang beroperasi, dengan 13 lagi sudah diumumkan akan dibangun. Presiden Hinckley telah terlibat dalam perencanaan dan pembangunan sebagian besar darinya, dan dia secara pribadi telah menguduskan 85 dari bait suci tersebut dan telah menguduskan ulang 13 (8 dari pengudusan ulang adalah bait suci yang telah dia kuduskan sebelumnya).
Pusat Konferensi
Pada konferensi umum bulan Oktober 1995, Presiden Hinckley mengisyaratkan sebuah gagasan yang ada di dalam benaknya. Berbicara dari Tabernakel di Taman Bait Suci, dia berkata: “Tabernakel yang luar biasa ini tampaknya akan tumbuh lebih kecil setiap tahun. Kita sekarang bertemu dengan kelompok-kelompok yang jauh lebih besar yang berkumpul di bawah satu atap dalam beberapa konferensi-konferensi regional.”86 Pada konferensi umum bulan April 1996, Presiden Hinckley berkata lebih banyak lagi mengenai gagasannya:
“Saya menyesal bahwa banyak yang ingin bertemu dengan kami dalam Tabernakel pagi ini tidak bisa masuk. Ada banyak sekali yang berkumpul di halaman. Balai yang unik dan luar biasa ini, yang dibangun oleh leluhur pionir kita dan dikuduskan bagi penyembahan Tuhan, memiliki tempat duduk yang nyaman kira-kira 6.000. Sebagian dari Anda yang duduk di bangku-bangku yang keras itu selama dua jam mungkin mempertanyakan kata dengan nyaman.
Hati saya turut bersimpati kepada mereka yang ingin masuk dan tidak dapat ditampung. Kira-kira satu tahun yang lalu saya menyarankan kepada para Pemimpin Utama agar barangkali waktunya telah tiba ketika kita hendaknya mempelajari kemungkinan membangun rumah ibadah khusus lainnya dengan skala yang jauh lebih besar yang akan menampung tiga atau empat kali lipat jumlah yang dapat duduk dalam gedung ini.”87
Pada 24 Juli 1997, peringatan ke-150 kedatangan pionir di Lembah Salt Lake, pencangkulan pertama untuk bangunan baru—yang akan disebut Pusat Konferensi—di blok utara Taman Bait Suci. Kurang dari tiga tahun kemudian, di bulan April 2000, sesi-sesi pertama konferensi umum diadakan di sini, walaupun bangunan tersebut belum selesai seluruhnya. Presiden Hinckley menguduskan Pusat Konferensi pada konferensi umum bulan Oktober 2000. Sebelum memanjatkan doa pengudusan, dia berdiri di mimbar, yang terbuat dari kayu kenari hitam yang telah dia tanam di halaman rumahnya sendiri, dan berkata:
“Hari ini kita akan menguduskannya sebagai sebuah rumah untuk menyembah Allah Bapa yang Kekal dan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Kami berharap dan kami berdoa bahwa akan dilanjutkan ke seluruh dunia dari mimbar ini pernyataan tentang kesaksian dan ajaran, tentang iman kepada Allah yang Hidup, dan rasa syukur atas kurban pendamaian besar Penebus kita.”88
Kesaksian mengenai Yesus Kristus
Pada 1 Januari 2000 Presiden Gordon B. Hinckley, para penasihatnya dalam Presidensi Utama, dan Kuorum Dua Belas Rasul menerbitkan sebuah pernyataan yang berjudul “Kristus yang Hidup: Kesaksian Para Rasul.” Mengenai Juruselamat, mereka menyatakan, “Tidak ada seorang lain pun yang memiliki pengaruh yang demikian dalam ke atas semua orang yang pernah hidup dan yang masih akan hidup di atas bumi ini.”89
Dan tidak ada seorang lain pun yang memiliki pengaruh yang demikian dalam pada Presiden Gordon B. Hinckley. Selama lebih dari 46 tahun dia melayani sebagai saksi khusus bagi nama Yesus Kristus. Beberapa bulan setelah dia dan para pemimpin utama menerbitkan “Kristus yang Hidup,” Presiden Hinckley berdiri di hadapan para Orang Suci Zaman Akhir dan mengatakan: “Dari semua hal yang karenanya saya merasa bersyukur pagi ini, satu yang paling menonjol. Itu adalah kesaksian yang hidup tentang Yesus Kristus, Putra dari Yang Mahakuasa, Raja Damai, Yang Kudus.”90
Pencobaan dan Pengharapan
Pada akhir konferensi umum April 2004, Presiden Hinckley mengatakan: “Saudara-saudara, saya dengan berat hati ingin melibatkan hal pribadi untuk sesaat. Beberapa dari Anda memerhatikan ketidakhadiran Sister Hinckley. Untuk pertama kalinya selama 46 tahun, sejak saya menjadi Pembesar Umum, dia tidak hadir dalam konferensi umum .… Kami sedang dalam perjalanan pulang [dari Afrika di bulan Januari] ketika dia jatuh pingsan karena keletihan. Sejak itu dia mengalami saat yang sulit .… Saya rasa jam terus berputar, dan kami tidak tahu bagaimana memutarnya kembali.
Ini adalah saat menyedihkan bagi saya. Kami telah menikah selama 67 tahun bulan ini. Dia merupakan ibu dari lima anak yang penuh karunia serta terampil, nenek dari 25 cucu serta buyut yang jumlahnya terus bertambah. Kami telah berjalan berdampingan selama tahun-tahun ini, rekan dalam kedudukan yang sama melalui badai serta sukacita bersama. Dia telah berbicara jauh dan luas mengenai kesaksian akan pekerjaan ini, menyampaikan kasih, semangat, serta iman ke mana pun dia pergi.”91
Dua hari kemudian, pada 6 April, Marjorie Pay Hinckley meninggal dunia. Jutaan orang, yang mengasihi dia atas hatinya yang peduli, cerdas, dan iman yang kuat, berduka bersama Presiden Hinckley. Dia berterima kasih atas surat-surat dukungan dan kasih yang datang dari seluruh dunia. Ungkapan ini, dia berkata, “memberi penghiburan di saat-saat kami berduka.”92 Banyak orang memberikan sumbangan atas nama Sister Hinckley kepada Dana-tetap Pendidikan.
Meskipun sulit baginya atas kehilangan Marjorie, Presiden Hinckley melanjutkan dengan pekerjaan Gereja, walaupun kesehatannya sendiri sedikit menurun. Dia mulai membawa tongkat. Terkadang dia menggunakannya untuk menopang dirinya, tetapi lebih sering dia menggunakannya untuk melambai kepada anggota Gereja. Presiden Thomas S. Monson ingat sebuah percakapan dengan dokter Presiden Hinckley, yang khawatir mengenai cara Presiden Hinckley menggunakan—dan tidak menggunakan—tongkatnya. Dokter berkata: “Yang tidak kita inginkan adalah jika dia terjatuh dan mengalami patah pinggul, atau yang lebih parah lagi. Alih-alih, dia melambai-lambaikannya dan kemudian tidak menggunakannya ketika berjalan. Beritahukan kepadanya bahwa tongkat itu telah diresepkan oleh dokternya, dan dia perlu untuk menggunakannya sebagaimana tongkat itu diperuntukkan.” Presiden Monson menjawab, “Dokter, saya penasihat Presiden Hinckley. Anda adalah dokternya. Anda yang memberitahukan kapadanya!”93
Pada awal tahun 2006, pada usia 95 tahun, Presiden Gordon didiagnosa memiliki kanker. Pada ceramah konferensi bulan Oktober tahun itu, dia berkata: “Tuhan telah mengizinkan saya untuk hidup, saya tidak tahu untuk berapa lama. Tetapi berapa lama pun waktunya, saya akan terus memberikan yang terbaik bagi tugas yang saya miliki .… Saya merasa sehat, kesehatan saya baik. Namun ketika saatnya tiba untuk seorang pengganti, pergantiannya akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan kehendak Dia yang memiliki Gereja ini.”94
Satu tahun kemudian, di bulan Oktober 2007, Presiden Hinckley menutup konferensi umum terakhirnya dengan mengatakan: “Kami menantikan untuk melihat Anda kembali bulan April yang akan datang. Saya berusia 97 tahun, tetapi saya berharap masih dapat bertemu di konferensi yang akan datang. Semoga berkat-berkat surga tercurah kepada Anda saat ini adalah doa saya yang rendah hati dan sungguh-sungguh dalam nama Penebus kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus, amin.”95
Putri Presiden dan Sister Hinckley, Virginia menggambarkan empat tahun setelah kematian Sister Hinckley sebagai “tahun-tahun prestasi” dalam kehidupan Presiden Hinckley. Virginia kemudian mengingat mengenai sebuah doa yang Presiden Hinckley panjatkan pada 20 Januari 2008, satu minggu sebelum kematiannya, ketika menguduskan sebuah gedung pertemuan yang telah direnovasi di Salt Lake City:
“Dalam doa itu, dalam cara yang tidak lazim, dia memohon kepada Tuhan bagi dirinya sebagai nabi. Dia berbicara dalam rasa syukur bahwa sejak zaman Joseph Smith hingga saat ini Engkau telah memilih dan menetapkan seorang nabi bagi umat ini. Kami bersyukur kepada-Mu dan memohon kepada-Mu agar Engkau mau menghibur dan mendukungnya serta memberkatinya sesuai dengan kebutuhannya dan tujuan-tujuan besar-Mu.’”96
Pada hari Kamis, 24 Januari 2008, Presiden Hinckley merasa, untuk pertama kalinya, tidak mampu berperan serta bersama para pemimpin utama dalam pertemuan bait suci mingguan mereka. Hari Minggu berikutnya, 27 Januari, Presiden Monson memberikan kepadanya berkat imamat, dibantu oleh Presiden Henry B. Eyring dan Presiden Boyd K. Packer. Kemudian di hari itu, Presiden Gordon B. Hinckley dengan tenang meninggal dunia di rumah, dikelilingi oleh lima anak dan pasangan-pasangan mereka.
Beberapa hari kemudian, ribuan orang memberikan penghormatan sewaktu mereka melewati peti jenazah Presiden Hinckley di tempat melayat dalam Balai Pusat Konferensi para Nabi. Para pemimpin dari gereja-gereja lain dan para pemimpin dalam pemerintahan dan bisnis juga mengirimkan ucapan belasungkawa, mengungkapkan rasa syukur atas pengaruh dan ajaran-ajaran Presiden Hinckley.
Upacara pemakaman diadakan di Puat Konferensi dan disiarkan ke gedung-gedung Gereja di seluruh dunia. Paduan Suara Tabernakel menyanyikan sebuah nyanyian pujian yang baru sebagai bagian dari pertemuan itu, berjudul “Apakah yang Manusia Sebut Kematian Itu?” Kata-kata dari nyanyian pujian itu ditulis oleh Presiden Hinckley—kesaksiannya yang terakhir mengenai Yesus Kristus kepada teman-temannya yang telah memandang kepadanya sebagai seorang nabi:
Apakah yang manusia sebut kematian itu,
Kepergian secara diam-diam di malam hari?
’Ini bukanlah akhir, namun permulaan.
Dari dunia yang lebih baik dan lebih terang.
Ya Allah, sentuhlah hatiku yang terluka.
Dan tenangkan rasa takut dan gelisahku.
Biarlah harapan dan iman, yang besar dan murni,
Memberi kekuatan dan damai ’tuk hapus air mataku
Tak ada kematian, namun hanyalah perubahan.
Dengan pahala kemenangan;
Karunia Dia yang mengasini semua orang,
Putra Allah, Yang Kudus.97