Rumah yang Membangun Iman
Pada malam pembaptisan saya dan istri saya tahun 1996, para anggota keluarga dan teman-teman berusaha mencegahnya. Kami mengalami penganiayaan dari sanak keluarga yang mengkritik keluarga kami habis-habisan, dengan mengatakan kami telah memperdagangkan keluarga kami kepada Gereja dan mereka tidak mengasihi kami lagi. Akhirnya teman-teman kami benar-benar meninggalkan kami. Lalu datang kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kehilangan pekerjaan dan penyakit.
Walaupun demikian, keluarga saya dan saya merasa lebih baik dengan setiap kunjungan kami ke Gereja. Di setiap kelas Roh terasa lebih kuat. Para anggota memberikan semangat, dan uskup mengunjungi serta memberi dorongan kepada keluarga kami. Kami tahu dari pengalaman kami sendiri bahwa orang-orang yang mengkritik Gereja adalah salah. Gereja berbuat banyak kebaikan kepada kami. Kami belajar mengenai Yesus Kristus. Kami belajar untuk mengasihi dan melayani. Kami memperoleh sebuah sudut pandang kekal. Terlepas dari apa yang terlihat bahwa semuanya telah berbalik melawan kami, tidak ada yang dapat mengubah kenyataan bahwa kami telah bertanya kepada Tuhan mengenai kebenaran Injil dan Dia telah menjawab doa-doa kami.
Pernah, ketika kami masih menjadi anggota baru dan tinggal di rumah ayah, uskup datang berkunjung. Ayah saya mengusirnya. Dia mengatakan dia tidak ingin anggota Gereja berada di rumahnya. Uskup itu terilhami memanggil kami untuk sebuah wawancara. Dia mengatakan bahwa para anggota dan misionaris tidak akan datang berkunjung ke rumah kami untuk sementara waktu agar tidak membuat keluarga kami geram. Dia mengatakan bahwa kami perlu menjadi tabah dan bahwa kami akan menerima banyak berkat jika kami terus berada di jalan yang lurus dan sempit.
Kami tidak dapat pindah ke rumah kami sendiri karena keadaan pekerjaan saya. Saya tidak bisa menemukan pekerjaan yang baik seperti yang sebelumnya saya dapatkan. Saya melakukan pekerjaan rendahan yang gajinya kecil, namun kami berusaha untuk membayar persepuluhan dan persembahan kami, hadir ke Gereja, serta membeli makanan yang kami butuhkan. Tuhan melipatgandakan berkat-berkat kami, dan kami sungguh-sungguh bahagia.
Pada hari pemeteraian kami di bait suci, ketika saya melihat dua putra kami—Luigi, yang saat itu berusia dua tahun, dan Lucas, berusia satu tahun—memasuki ruang pemeteraian dan meletakkan tangan mereka di atas tangan kami untuk tata cara yang harus dilaksanakan, saya menangis karena bahagia. Saya tidak dapat melupakan pemandangan yang indah itu, roh yang luar biasa, dan perasaan yang saya miliki terasa sepadan dengan semua upaya kami.
Kesulitan-kesulitan tidak hilang, namun beberapa hal mengalami kemajuan. Ayah saya dan bibi serta paman kami berhenti mengkritik Gereja, dan kakek nenek kami menghargai keputusan kami. Melalui teladan kami, kami berusaha untuk memperlihatkan bahwa Gereja telah mengubah hidup kami. Dukungan yang kami berikan satu sama lain sangatlah penting. Ketika saya mengajar di seminari dan melayani sebagai penasihat dalam keuskupan, istri saya selalu mendukung saya.
Di tahun pembaptisan kami seorang teman membeli lahan untuk membangun rumah bagi keluarganya dan keluarga kami dengan cara meminjami kami sebagian uangnya. Kami mulai memimpikan memiliki rumah sendiri. Akhirnya Roh membisiki kami, dan kami mulai menghitung ongkos kerja dan bahan bangunan. Kami merasa bahwa dengan suatu cara kami akan dapat membangun sebuah rumah dimana kami dapat membesarkan anak-anak kami dalam Injil, melakukan pekerjaan misionaris, serta menerima kunjungan dari para anggota Gereja.
Setelah beberapa saat saya mulai akrab dengan Brother Joel, seorang anggota Gereja yang baru dibaptis di lingkungan kami. Imannya sungguh besar. Suatu kali ketika kami sedang melakukan sebuah proyek pelayanan, Brother Joel berkata kepada saya, “José Luis, kita dapat membangun rumah Anda.” Saya terharu, namun saya dapat menguasai diri sampai saya memberitahu istri saya. Itulah jawaban terhadap doa-doa saya.
Beberapa hari kemudian teman yang telah membeli lahan untuk keluarganya dan keluarga kami memberitahu saya bahwa saya dapat memiliki seluruh lahan itu dan membayarnya nanti. Namun saya masih tidak memiliki pekerjaan bagus yang akan memungkinkan saya untuk membeli bahan-bahan bangunan, namun saya tahu Tuhan akan menyediakan caranya. Beberapa minggu kemudian saya dipanggil untuk bekerja di sebuah perusahaan besar. Oleh karena itu, gol kami untuk mulai membangun rumah segera menjadi kenyataan.
Sungguh besar pekerjaan kasih yang dilakukan Brother Joel. Dia melakukan lebih dari sekadar membangun sebuah rumah bagi keluarga saya. Dia siap menolong kami dalam hal apa pun. Dia bekerja hanya pada hari Sabtu. Pekerjaan itu memakan waktu 10 bulan, dan itu tidak mengganggu dengan pekerjaan Gereja kami. Para anggota Gereja yang lain juga membantu kami. Ayah saya datang untuk membantu beberapa kali, yang memungkinkan dia untuk lebih mengenal anggota Gereja. Khususnya dia mengenal Brother Joel, yang menjadi pengajar ke rumah kami.
Pada hari Sabtu ayah saya memuji cara kerja Brother Joel.
Saya mengatakan, “Ayah, tahukah ayah berapa saya harus membayar untuk pelayanan ini?”
Ayah menjawab, “Tidak.”
“Saya tidak membayar dia sepeser pun,” kata saya. “Dia telah melakukan pelayanan ini karena dia mengasihi keluarga saya. Dia adalah orang yang baik.”
Saya menyadari ayah saya sangat terharu, dan tidak berkata apa-apa. Saya merasa dia mungkin ingat bagaimana dia telah memperlakukan uskup dan para misionaris dan dia merasa malu. Dia melihat bahwa para anggota Gereja selalu memperlakukan saya dengan baik.
Pada hari kami menyelesaikan rumah itu, 16 pria, kebanyakan dari mereka anggota Gereja, ada di sana. Sanak keluarga dan teman-teman yang bukan anggota sungguh-sungguh belajar banyak hari itu.
Ketika rumah itu sedang dalam taraf pembangunan, ipar lelaki dan perempuan saya belajar pembahasan dan memutuskan untuk menikah agar mereka dapat dibaptiskan. Pada hari pernikahan mereka, saya melihat mukjizat sama seperti mukjizat lainnya: empat misionaris dan banyak anggota Gereja berada di rumah ayah saya.
Kami tahu Injil ini benar. Ketika kami menjalankan iman, Tuhan akan menyingkirkan rintangan untuk menolong kami. Sekarang saya melihat dinding-dinding rumah kami sebagai sebuah kesaksian bahwa Tuhan mengasihi anak-anak-Nya dan mengetahui kebutuhan mereka. Tentu saja, kami memiliki banyak rintangan lain yang menghadang kami, namun jika kita setia, kita akan dapat mengatasinya. Kita harus selalu ingat apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
José Luis da Silva adalah anggota di Lingkungan Jardim Presidente Dutra, Wilayah São Paulo Brasil Guarulhos.