Adakah yang Lebih Indah: Teman-Teman Seperti Kristus
Allah mengetahui kebutuhan anak-anak-Nya, dan Dia sering bekerja melalui kita, membisiki kita untuk menolong satu sama lain.
Beberapa minggu yang lalu suami saya dan saya menghadiri sebuah sesi bait suci. Sewaktu kami masuk, kami disambut oleh seorang pekerja bait suci, seorang teman terkasih dari lingkungan kami. Sambutan itu mengawali pengalaman luar biasa bagi kami. Kami bertemu dan dilayani, lebih daripada saat kapan pun yang dapat saya ingat, oleh banyak orang yang kami kenal: teman-teman dari lingkungan-lingkungan kami sebelumnya, teman-teman dari masyarakat, pria dan wanita yang telah melayani bersama kami dalam berbagai pemanggilan. Orang terakhir yang saya temui adalah seorang remaja putri yang tidak saya kenali. Dia cantik, dan ketika dia mulai berbicara, saya segera ingat: Robin, salah seorang remaja putri di kelas Pramunita ketika pertama kali saya menjadi presiden Remaja Putri. Sewaktu kami bercakap-cakap dan bertukar kenangan serta pengalaman hidup, dia mengatakan kepada saya betapa berharganya masa itu bagi dirinya. Saya merasakan hal yang sama.
Saya meninggalkan bait suci dengan perasaan terharu karena begitu banyaknya kebaikan, menyadari betapa pentingnya teman-teman bagi saya di sepanjang kehidupan saya. Tuhan telah menyentuh roh saya dari waktu ke waktu, dan lebih sering daripada tidak, sentuhan-Nya telah menjangkau saya melalui tangan seorang teman.
Tiga puluh delapan tahun yang silam pada bulan ini, Dean dan saya, yang saat itu masih pengantin baru, pergi ke New Mexico untuk mengunjungi orang tua saya. Ketika di sana, ayah saya mengajak kami tur sehari ke pegunungan di bagian utara negara bagian itu. Sore harinya, kami melihat sebuah mobil mogok di tepi jalan dengan ban kempes. Si sopir memberitahu ayah saya bahwa ban cadangannya juga kempes dan dia memerlukan tumpangan untuk pergi ke kota terdekat untuk menambal ban. Ayah saya, melihat keluarga pria itu yang ada di dalam mobil, berkata kepadanya, “Anda tidak akan pernah sampai ke kota dan kembali sebelum hari malam. Tetapi dengarlah, Anda memiliki ban yang seukuran dengan ban saya. Ambillah ban cadangan saya, dan lain kali Anda datang ke Albuquerque, kembalikan ban itu pada saya.”
Orang asing tersebut, kaget dengan tawaran itu, mengatakan, “Tetapi Anda bahkan tidak mengenal saya.”
Jawaban ayah, yang khas, adalah, “Anda orang yang jujur, bukan? Anda akan mengembalikan ban itu.”
Beberapa minggu kemudian saya menanyakan kepada ayah saya mengenai ban cadangan itu. Dia memberitahu saya bahwa ban itu telah dikembalikan.
Ayah saya, yang sekarang berusia 90 tahun, masih menjalani kehidupannya seperti itu. Kebanyakan orang seusianya menerima pelayanan khusus, namun ayah saya memberikan makanan kepada “mereka yang lanjut usia.” Dia sering menemani di sisi tempat tidur teman-temannya yang sedang sakit atau menjelang ajal. Dia pergi ke luar dengan gergaji listriknya membantu klub Rotary dengan program pembersihan tahunan mereka. Ketika saya memikirkan kehidupan dan tindakan Ayah, saya teringat dengan pemikiran Presiden Boyd K. Packer: dia “aktif dalam Injil” (“Tahun-tahun Emas,” Liahona, Mei 2003, 82). Kehidupannya, sebagaimana dinyatakan nyanyian rohani, menyentuh kehidupan demi kebaikan, dan dalam sentuhan itu, semua orang diberkati (lihat “Tiap Sentuhan Kebaikan,” Nyanyian Rohani, no. 133). Ayah saya memahami persahabatan.
Sebagai Presidensi Lembaga Pertolongan, kita kadang-kadang mendengar para wanita mengatakan bahwa mereka tidak merasakan kasih Tuhan. Tetapi barangkali mereka akan lebih merasakan kasih-Nya jika mereka mencari tangan-Nya dalam tindakan-tindakan orang-orang yang peduli terhadap mereka. Itu bisa saja seorang anggota di cabang atau lingkungan, seorang tetangga, atau bahkan seorang asing yang memberkati mereka dan memperlihatkan kasih Kristus. Penatua Henry B. Eyring mengajar kita: “Anda dipanggil untuk mewakili Juruselamat. Suara Anda menjadi sama seperti suara-Nya, tangan Anda untuk mengangkat sama seperti tangan-Nya” (“Bangkitlah dari Panggilan Anda,” Liahona, November 2002, 76). Jika kita dapat mengangkat orang lain dalam nama Kristus, sesungguhnya kita juga dapat diangkat.
Seorang pengajar ke rumah yang saya kenal dengan setia mengadakan kunjungan bulanan kepada seorang janda yang telah lanjut usia. Tetapi, lebih dari sekadar mengunjungi, setiap musim gugur, dia menyiapkan pendingin udara sister tersebut dan memeriksa saringan udara dalam alat pemanasnya. Apakah itu kasih Allah, atau kasih si pengajar ke rumah? Tentu saja jawabannya, adalah keduanya.
Adakah yang lebih indah,
yang kita t’rima dari-Nya.
Selain sahabat setia,
Yang menguatkan iman kita.
(Nyanyian Rohani, no. 133).
Saya telah diberkati sepanjang kehidupan saya dengan teman-teman seperti Kristus—dari teman-teman semasa remaja saya, sampai banyak orang yang telah memberkati keluarga saya di semua lingkungan di mana kami pernah tinggal. Iman dan komitmen mereka terhadap Injil Yesus Kristus, pelayanan mereka, petunjuk mereka yang bijak dan lembut, telah memperkaya kehidupan kami. Beberapa dari teman saya sangat berbeda dengan saya. Kami tidak sepaham mengenai beberapa hal, dan kami bahkan suka mengganggu satu sama lain. Namun persahabatan membolehkan perbedaan—bahkan sesungguhnya, itu menyatukan mereka. Saya senang mengunjungi wilayah-wilayah yang terdiri dari beragam latar belakang, usia, dan asal usul etnis.
Saat ini saya mengalami sebuah dimensi persaudaraan antarsister dan persahabatan yang istimewa ketika saya melayani bersama Sister Parkin dan Pingree serta para wanita lainnya dalam presidensi dan dewan pengurus organisasi pelengkap. Mereka adalah para wanita yang baik. Oh, betapa saya mengasihi mereka. Setelah tiga tahun melayani bersama, para sister terkasih dalam presidensi ini mengenal saya dengan baik. Mereka mengetahui iman dan kesaksian saya, namun mereka juga mengetahui kecemasan dan kekhawatiran saya. Mereka mengetahui bahwa ketika saya lelah setelah mengadakan perjalanan lama untuk pelatihan, saya tidak mencerminkan sisi diri saya yang terbaik. Namun saya merasakan kasih dan kesabaran mereka, dan saya tahu mereka masih berpikir baik tentang diri saya. Kesaksian dan doa-doa mereka menguatkan saya. Canda tawa mereka menceriakan hari saya. Dalam segala hal, kami adalah bersaudara.
Saya memiliki pengalaman serupa dengan keluarga saya sendiri. Salah satu adik perempuan saya telah berjuang melawan penyakit kanker beberapa bulan terakhir. Kami tidak tinggal berdekatan, namun telepon membuat dia menjadi dekat. Kami telah berbagi kasih, doa-doa, kenangan, serta kesaksian yang lembut sewaktu dia melewati penderitaan yang menyakitkan ini. Kakak dan adik perempuan saya adalah teman-teman yang berharga. Demikian juga kakak dan adik lelaki saya, suami saya terkasih, anak-anak serta cucu- cucu saya (terlepas betapa pun gaduhnya cucu-cucu itu).
Pada tahun-tahun awal Pemulihan, para anggota baru berkumpul untuk membentuk Sion. Sion berarti sebuah tempat dan tujuan—sebuah semangat. Kita tidak lagi berkumpul dengan cara yang sama. Cabang-cabang dan lingkungan-lingkungan kita saat ini adalah Sion kita. Namun cabang dan lingkungan itu mengambil semangat Sion hanya ketika para anggota saling peduli. Yang menyedihkan, kadang-kadang kita mendengar tentang wanita dan pria yang sakit hati dan menjadi diasingkan oleh anggota Gereja lainnya. Jika Anda berada pada salah satu sisi dari dilema ini—si pelanggar atau si orang yang telah tersinggung—carilah pengampunan; pahamilah peranan Anda sendiri dalam masalah itu. Ingatlah nasihat Kristus kepada kita: “Aku berfirman kepadamu: Jadilah satu, dan jika kamu tidak menjadi satu, kamu bukan milik-Ku” (A&P 38:27).
Baru-baru ini saya berkesempatan untuk berbicara dengan seorang wanita yang menanyakan kepada saya tentang Joseph Smith. Dia jelas-jelas skeptis mengenai pemanggilan dan misinya. Sewaktu saya berbicara kepadanya, perkataan Tuhan kepada Oliver Cowdery muncul di benak saya: “Berdirilah di sebelah hamba-Ku Joseph dengan penuh iman .…” (A&P 6:18). Saya berharap bahwa pada hari itu, dan setiap saat dalam kehidupan saya, dapat dikatakan mengenai saya, “Dia berdiri di sebelah Joseph.” Saya ingin menjadi temannya.
Joseph Smith sendiri adalah teman yang baik bagi banyak orang. Dia mengatakan, “Persahabatan adalah salah satu asas mendasar yang besar dari ‘Mormonisme’; [hal itu dirancang] untuk memperbarui dan memperadabkan dunia, dan menyebabkan peperangan serta perpecahan berakhir dan manusia menjadi teman serta saudara” (History of the Church, 5:517).
Di sisi lain, dia tahu bahwa persahabatan lebih daripada sesuatu yang abstrak. Suatu hari dia mengetahui bahwa rumah seorang anggota telah dibakar oleh musuh. Ketika para anggota menyampaikan rasa iba mereka kepadanya, Nabi mengambil sejumlah uang dari sakunya dan berkata, “Saya merasa iba kepada brother ini senilai uang lima dolar. Seberapa banyak Anda … merasa iba [kepadanya]?” (dalam Hyrum L. Andrus and Helen Mae Andrus, kumpulan, They Knew the Prophet [1974], 150).
Apakah kita merasakan mengenai persahabatan sebagaimana yang dirasakan Nabi Joseph? Apakah kita mengubah perasaan baik kita dengan bantuan praktis? Allah mengetahui kebutuhan anak-anak-Nya, dan Dia sering bekerja melalui kita, membisiki kita untuk menolong satu sama lain. Ketika kita bertindak menuruti bisikan-bisikan seperti itu, kita berdiri di tempat yang kudus, karena kita diberi kesempatan untuk melayani sebagai wakil Allah dalam menjawab sebuah doa.
Brother dan sister, jika kita adalah teman-teman bagi Nabi Joseph, maka kita juga adalah teman-teman bagi Juruselamat. Apakah kita menjalani kehidupan yang menyatakan “berbakti pada nama-Nya”? (lihat Nyanyian Rohani, no. 133). Joseph Smith melakukannya, dan pada tahun ini, sewaktu kita menghormati orang yang telah mengantarkan masa kelegaan kegenapan waktu ini, kita hendaknya mengingat bukan saja persahabatannya kepada umat manusia, namun juga persahabatan dan pengabdiannya kepada Tuhan. Nabi berkata: “Saya akan berusaha menjadi bahagia dengan bagian saya, mengetahui bahwa Allah adalah teman saya. Di dalam Dia saya akan menemukan penghiburan” (The Personal Writings of Joseph Smith, dikumpulkan oleh Dean C. Jesse [1984], 239, ejaan dan tanda baca distandarisasi).
Seharusnya menjadi jelas bagi kita masing-masing, bahwa persahabatan terpenting kita seharusnya dengan Bapa Surgawi kita dan Putra-Nya, Yesus Kristus. Juruselamat dengan penuh kasih telah berfirman kepada kita, “Aku akan menyebutmu teman-teman, sebab kamu adalah teman-teman-Ku” (A&P 93:45). Keinginan-Nya yang terbesar bagi kita, saudara dan saudari-Nya, adalah untuk membawa kita kembali kepada Bapa kita. Dan jalannya bagi kita sudah jelas: kembangkan di dalam kehidupan kita, semampu kita, sifat-sifat dan atribut-atribut Kristus. Patuhi perintah-perintah-Nya dan lakukan pekerjaan serta kehendak-Nya.
Sewaktu saya memikirkan kembali hari ketika saya disambut di dalam bait suci oleh banyak orang yang saya kasihi, saya senang membayangkan bahwa kehidupan kita sehari-hari dapat sama diberkatinya. Saya merasakan kasih yang tampak sekilas seperti kasih murni Kristus—kasih amal yang seharusnya mengisi hati kita. Saya membayangkan lingkungan-lingkungan dan cabang-cabang di mana teman-teman dari berbagai usia dan latar belakang berdiri bersama dan membentuk kehidupan mereka berdasarkan ajaran- ajaran Yesus Kristus.
Saya bagikan kesaksian saya kepada Anda hari ini bahwa Kristus hidup. Saya berterima kasih untuk Dia. Saya berdoa semoga saya dapat senantiasa menjadi teman-Nya dan bahwa dalam melakukan hal itu, saya juga akan menjadi teman Anda. Dalam nama Yesus Kristus, amin.