Hukum yang Terutama
Ketika kita menjangkau untuk menolong yang paling hina dari anak-anak Bapa Surgawi, kita melakukannya bagi Dia.
Brother dan sister, saya ingin mengajukan satu pertanyaan yang sangat penting. Sifat-sifat apa yang membedakan kita dengan paling baik sebagai anggota Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir?
Hari ini saya ingin berbicara mengenai jawaban terhadap pertanyaan ini.
Di abad pertama Sebelum Masehi, para anggota Gereja yang sedang tumbuh di Korintus sangat antusias mengenai Injil. Hampir semuanya adalah anggota baru di Gereja. Banyak yang tertarik dengan Gereja karena pengkhotbahan Rasul Paulus dan yang lainnya.
Namun Orang-Orang Suci di Korintus juga suka bertengkar. Mereka saling berdebat. Beberapa orang merasa unggul dibanding yang lainnya. Mereka saling memperkarakannya di pengadilan.
Ketika Paulus mendengar hal ini, merasa sangat sedih, dia menulis surat kepada mereka memohon agar mereka menjadi lebih bersatu. Dia menjawab banyak pertanyaan yang telah mereka perdebatkan. Kemudian, pada akhirnya, dia memberi tahu mereka bahwa dia ingin memperlihatkan kepada mereka “jalan yang lebih baik.”1
Apakah Anda ingat kata-kata yang dia tulis berikutnya?
“Sekalipun aku dapat berkat-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”2
Pesan Paulus kepada kelompok Orang-Orang Suci yang masih baru ini adalah sederhana dan langsung: Tidak ada dari yang Anda lakukan yang membuat banyak perbedaan jika Anda tidak memiliki kasih. Anda dapat berbicara dengan lidah, memiliki karunia nubuat, memahami semua rahasia dan memiliki semua pengetahuan—bahkan seandainya Anda memiliki iman untuk memindahkan gunung, tanpa kasih itu tidak ada gunanya sama sekali bagi Anda.3
“Kasih yang murni adalah kasih suci Kristus.”4 Juruselamat meneladankan kasih itu dan mengajarkannya bahkan sewaktu dia disiksa oleh orang-orang yang menghina dan membenci-Nya.
Pada suatu kesempatan, orang-orang Farisi ingin menjebak Yesus dengan mengajukan kepada-Nya sebuah pertanyaan yang mustahil dapat dijawab: “Guru,” mereka bertanya, “hukum manakah yang terutama dalam Hukum Taurat?”5
Orang-orang Farisi telah memperdebatkan pertanyaan ini sekian lama dan telah mengenali lebih dari 600 hukum.6 Jika memprioritaskan hal itu merupakan tugas yang sedemikian sulit bagi para ahli Taurat, tentunya mereka mengira pertanyaan tersebut akan mustahil dijawab oleh putra tukang kayu dari Galilea ini.
Namun ketika orang-orang Farisi mendengar jawaban-Nya, mereka pastilah resah, karena itu menunjuk langsung pada kelemahan besar mereka. Dia menjawab:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”7
Sejak hari itu, pernyataan yang terilhami ini terus diulang dari generasi ke generasi. Nah bagi kita, ukuran kasih kita adalah ukuran kebesaran jiwa kita.
Tulisan suci memberi tahu kita bahwa: “Orang yang mengenal Allah, ia dikenal oleh Allah.”8 Sungguh janji yang luar biasa—untuk dikenal oleh-Nya. Itu membuat orang bersukacita, berpikir bahwa sang Pencipta langit dan bumi dapat mengenal kita dan mengasihi kita dengan kasih yang murni dan kekal.
Para tahun 1840, Joseph Smith mengirim surat kepada Dua Belas dimana dia mengajarkan bahwa “kasih adalah salah satu sifat utama Tuhan, dan harus dinyatakan oleh mereka yang mengaku menjadi para putra Allah. Seseorang yang dipenuhi dengan kasih Allah tidak puas dengan hanya memberkati keluarganya, tetapi meluas hingga seluruh dunia, ingin sekali memberkati seluruh ras manusia.”9
Sewaktu kita menjangkau dalam kasih kepada orang-orang yang ada di sekeliling kita, kita memenuhi separuh dari hukum yang terutama untuk “mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.”10
Kedua hukum itu penting karena, sewaktu kita saling menanggung beban, kita memenuhi hukum Kristus.11
Kasih adalah permulaan, pertengahan, dan akhir dari jalan menuju kemuridan. Kasih menghibur, menasihati, menyembuhkan, dan melegakan. Kasih menuntun kita melalui lembah kekelaman dan melalui tabir kematian. Pada akhirnya, kasih menuntun kita pada kemuliaan dan keagungan kehidupan kekal.
Bagi saya, Nabi Joseph Smith telah senantiasa meneladankan kasih murni Kristus. Dia pernah mengatakan bahwa banyak yang, “berseru mengenai saya, dan bertanya, ‘Mengapa dia mendapatkan begitu banyak pengikut dan mempertahankan mereka?’ Saya menjawab: bahwa itu karena saya memiliki asas kasih.”12
Alkisah adalah seorang anak lelaki berusia 14 tahun yang telah datang ke Nauvoo dalam mencari saudara lelakinya yang tinggal dekat situ. Anak muda ini tiba pada musim dingin dan tidak memiliki uang maupun teman. Ketika dia bertanya tentang saudara lelakinya, anak lelaki itu dibawa ke sebuah rumah besar yang tampak seperti hotel. Di sana, dia bertemu seorang pria yang mengatakan, “Masuklah, nak, kami akan merawatmu.”
Anak lelaki itu diterima, dan dibawa masuk ke dalam rumah dimana dia diberi makan, dihangatkan, dan diberi tempat untuk tidur.
Keesokan harinya hari amat dingin, tetapi meskipun demikian, anak lelaki itu menyiapkan dirinya untuk berjalan sejauh delapan mil ke tempat saudara lelakinya tinggal.
Ketika pria pemilik rumah itu melihat hal ini, dia meminta anak muda itu untuk tinggal sejenak. Dia mengatakan bahwa sebuah rombongan akan segera datang dan bahwa dia dapat ikut dengan mereka.
Ketika anak lelaki itu menjawab, mengatakan bahwa dia tidak memiliki uang, pria itu mengatakan kepadanya agar tidak khawatir mengenai hal itu, karena mereka akan mengurusnya.
Kemudian, anak lelaki itu mengetahui bahwa pria pemilik rumah itu tak lain adalah Joseph Smith, nabi orang Mormon. Anak lelaki ini mengingat tindakan kasih ini sepanjang sisa hidupnya.13
Dalam sebuah pesan terbaru dari “Musik dan Kata-Kata yang Diilhami” Paduan Suara Mormon Tabernakel, kisah dituturkan mengenai seorang pria dan wanita lanjut usia yang telah menikah selama bertahun-tahun. Karena si istri perlahan-lahan kehilangan penglihatannya, dia tidak lagi dapat merawat dirinya sendiri sebagaimana yang dia lakukan selama bertahun-tahun. Tanpa diminta, si suami mulai memberi kuteks pada kuku-kuku jari istrinya.
“Dia tahu bahwa istrinya dapat melihat kuku-kuku jarinya ketika dia mendekatkannya ke matanya, pada sudut yang tepat, dan itu membuatnya tersenyum. Dia senang melihat istrinya bahagia, jadi dia terus memberi kuteks pada kuku-kuku jari istrinya selama lebih dari lima tahun sebelum dia meninggal dunia.”14
Itu adalah contoh tentang kasih murni Kristus. Kadang-kadang, kasih yang terbesar tidak ditemukan dalam pemandangan yang dramatis yang para penyair dan penulis gambarkan. Sering kali, perwujudan terbesar dari kasih adalah tindakan kebaikan dan perhatian sederhana yang kita berikan kepada mereka yang kita temui di sepanjang jalan kehidupan.
Kasih sejati bertahan selamanya. Kasih selamanya sabar dan pengampun. Kasih memercayai, mengharapkan, dan mampu mengatasi segala hal. Itulah kasih Bapa Surgawi yang dimiliki bagi kita.
Kita semua ingin merasakan kasih seperti ini. Bahkan ketika kita membuat kesalahan-kesalahan, kita berharap orang lain mau mengasihi kita tanpa memedulikan kesalahan kita—bahkan seandainya kita tidak patut menerimanya.
O, betapa menakjubkannya untuk mengetahui bahwa Bapa Surgawi mengasihi kita—bahkan dengan segala kesalahan kita! Kasih-Nya sedemikian besar sekali pun kita percaya bahwa kita tidak dapat diselamatkan, Dia percaya kita dapat diselamatkan.
Kita melihat diri kita hanya memikirkan tentang hari kemarin dan hari ini. Bapa Surgawi melihat dari segi potensi yang kita miliki. Meskipun kita mungkin merasa cukup puas, Bapa Surgawi tidak, karena Dia melihat kita mampu menjadi makhluk-makhluk yang mulia.
Injil Yesus Kristus adalah Injil transformasi. Itu mengangkat kita sebagai pria dan wanita di bumi dan memurnikan kita menjadi pria dan wanita sepanjang kekekalan.
Arti dari pemurnian ini adalah kasih kita yang seperti Kristus. Tidak ada rasa sakit yang tak dapat diredakan oleh kasih, tidak ada kepedihan yang tak dapat dilenyapkan oleh kasih, juga tidak ada kebencian yang tak dapat diubah oleh kasih. Seorang dramawan Yunani, Sophocles, menulis: “Satu kata membebaskan kita dari semua kesulitan dan rasa sakit dalam kehidupan. Kata itu adalah kasih.”15
Saat-saat yang paling berharga dan kudus dalam kehidupan kita adalah saat-saat yang dipenuhi dengan roh kasih. Semakin besar kasih kita, semakin besar sukacita kita. Pada akhirnya, pertumbuhan dari kasih semacam itu adalah ukuran sejati dari keberhasilan dalam hidup.
Apakah Anda mengasihi Tuhan?
Luangkanlah waktu bersama-Nya. Renungkanlah firman-Nya. Pikullah kuk-Nya. Berusahalah untuk memahami dan mematuhi, karena “inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya.”16 Apabila kita mengasihi Tuhan, kepatuhan tidak lagi menjadi beban. Kepatuhan menjadi kesukaan. Ketika kita mengasihi Tuhan kita tidak mencari hal-hal demi keuntungan kita dan memalingkan hati kita pada hal-hal yang akan memberkati dan meneguhkan orang lain.
Sewaktu kasih kita kepada Tuhan diperdalam, pikiran dan hati kita menjadi dimurnikan. Kita mengalami “suatu perubahan yang dahsyat … dalam hati [kita], sehingga [kita] tidak lagi berkeinginan untuk berbuat jahat, tetapi berbuat baik terus-menerus.”17
Brother dan sister, sewaktu Anda berdoa dengan sungguh-sungguh memikirkan apa yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan keselarasan, kerohanian, dan membangun kerajaan Allah, pikirkanlah mengenai tugas kudus Anda untuk mengajar orang lain agar mengasihi Tuhan serta sesama mereka. Inilah tujuan inti kehidupan kita. Tanpa kasih amal—atau kasih murni Kristus—hal lain apa pun yang kita capai tidaklah penting. Dengan kasih, semua hal lainnya menjadi penuh semangat dan hidup.
Ketika kita mengilhami dan mengajar orang lain untuk memenuhi hati mereka dengan kasih, kepatuhan mengalir dari dalam ke luar dalam tindakan pelayanan sukarela dan tidak mementingkan diri. Ya, mereka yang pergi melakukan pengajaran ke rumah karena tugas, contohnya, dapat memenuhi kewajiban mereka. Namun mereka yang melakukan pengajaran ke rumah karena kasih yang tulus bagi Tuhan dan bagi sesama mereka sesungguhnya cenderung akan melakukan tugas itu dengan sikap yang sangat berbeda.
Kembali ke pertanyaan awal saya, Sifat-sifat apa yang membedakan kita dengan paling baik sebagai anggota Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir? Saya akan menjawab: kita adalah umat yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran kita dan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri.
Itulah ciri khas kita sebagai sebuah umat. Itu bagaikan tanda bagi dunia yang memperlihatkan murid siapa kita ini.18
Di akhir zaman, Juruselamat tidak akan menanyakan sifat pemanggilan kita. Dia tidak akan bertanya mengenai harta milik atau kedudukan kita. Dia akan menanyakan apakah kita melayani mereka yang sakit, memberi makan dan minum mereka yang lapar, mengunjungi mereka yang ada di penjara, atau membantu mereka yang lemah.19 Ketika kita menjangkau untuk menolong yang paling hina dari anak-anak Bapa Surgawi, kita melakukannya bagi Dia.20 Itulah inti Injil Yesus Kristus.
Jika kita sungguh-sungguh ingin belajar cara mengasihi, yang perlu kita lakukan adalah memikirkan kehidupan Juruselamat kita. Ketika kita mengambil lambang-lambang sakramen, kita diingatkan akan teladan besar kasih dalam seluruh sejarah manusia. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal.”21
Kasih Juruselamat bagi kita sedemikian besar sehingga menyebabkan, “yaitu Allah, yang paling Besar daripada segala-galanya, bergemetar karena rasa sakit, dan berdarah di setiap pori kulit.”22
Karena Juruselamat telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita,23 kita memiliki harapan yang gilang-gemilang, keyakinan serta keamanan bahwa ketika kita meninggalkan kehidupan duniawi ini, kita akan hidup kembali bersama-Nya. Melalui Kurban Tebusan Yesus Kristus, kita dapat dibersihkan dari dosa dan berdiri sebagai pengambil manfaat dari karunia Bapa kita Yang Mahakuasa. Kemudian kita akan mengetahui kemuliaan yang Allah “telah [sediakan] … untuk mereka yang mengasihi Dia.”24
Inilah kuasa kasih murni yang mengubah.
Ketika Yesus memberikan sebuah perintah baru kepada para murid-Nya untuk “saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu,”25 Dia memberi mereka kunci besar bagi kebahagiaan dalam kehidupan ini dan kemuliaan di kehidupan yang akan datang.
Kasih adalah yang paling utama dalam semua hukum—semua yang lainnya bergantung padanya. Itulah fokus kita sebagai para pengikut Kristus yang hidup. Itu merupakan satu-satunya sifat yang, jika dikembangkan, akan paling meningkatkan kehidupan kita.
Saya bersaksi bahwa Allah hidup. Kasih-Nya adalah tak terbatas dan kekal. Itu terulur bagi semua anak-Nya. Karena Dia mengasihi kita, Dia telah menyediakan para nabi dan rasul untuk membimbing kita di zaman kita. Dia telah memberi kita Roh Kudus yang mengajar, menghibur, dan mengilhami.
Dia telah memberi kita tulisan suci-Nya. Dan saya sangat bersyukur bahwa Dia telah memberi kita masing-masing hati yang dapat merasakan kasih murni Kristus.
Saya berdoa semoga hati kita dapat dipenuhi dengan kasih itu dan semoga kita dapat menjangkau kepada Bapa Surgawi dan sesama dengan visi baru dan iman baru. Saya bersaksi bahwa sewaktu kita melakukannya, kita akan menemukan kekayaan yang lebih melimpah di dalam kehidupan. Dalam nama Yesus Kristus, amin.