2014
Janganlah Kita Mengambil Jalan yang Salah
Mei 2014


Janganlah Kita Mengambil Jalan yang Salah

Saya berdoa bahwa kita tidak akan kehilangan pandangan dari jalan sehingga kita dapat selalu terhubung dengan surga.

Seorang anak lelaki sedang berlatih piano, dan seorang pemasar, melihatnya melalui jendela, bertanya, “Apakah ibumu ada di rumah?”

Terhadapnya, anak itu menanggapi, “Dan … menurut bapak?”

Kelima anak terkasih kami bermain piano, syukurlah ada motivasi dari istri saya! Ketika guru datang ke rumah kami, putra kami Adrián akan berlari dan sembunyi untuk menghindari pelajarannya. Tetapi suatu hari, sesuatu yang luar biasa terjadi! Dia mulai sedemikian mencintai musik sehingga dia melanjutkan berlatih sendiri.

Jika kita dapat mencapai titik itu dalam proses keinsafan kita, itu akanlah luar biasa. Akanlah luar biasa untuk memiliki hasrat mendalam di hati kita untuk menaati perintah-perintah tanpa siapa pun secara konstan mengingatkan kita dan sebuah keyakinan kukuh bahwa, jika kita mengikuti jalan yang benar, kita akan memperoleh berkat-berkat yang dijanjikan dalam tulisan suci.

Beberapa tahun yang lalu saya pergi ke Taman Nasional Arches dengan istri saya, putri kami, Evelin, dan seorang teman keluarga. Salah satu lengkungan paling terkenal di sana disebut Delicate Arch. Kami memutuskan untuk berjalan sekitar 2 km, memanjat gunung untuk mencapai lengkungan itu.

Kami memulai pada jalan kami dengan rasa antusias yang besar, namun setelah berjalan untuk suatu jarak pendek, mereka perlu beristirahat. Karena hasrat saya untuk tiba di sana, saya memutuskan untuk melanjutkannya sendirian. Tanpa menaruh perhatian pada jalan yang seharusnya saya ambil, saya mengikuti seorang pria yang di depan saya, yang tampaknya maju dengan keyakinan yang besar. Jalan menjadi semakin dan semakin sulit, dan saya harus melompat dari satu batu ke batu lainnya. Karena kesulitannya, saya merasa pasti para wanita dalam kelompok saya tidak akan pernah berhasil. Tiba-tiba saya melihat Delicate Arch, namun betapa terkejutnya saya, saya melihatnya di area yang tidak mungkin diakses oleh saya.

Dengan sangat frustasi, saya memutuskan untuk kembali. Saya menantikan dengan tidak sabar sampai kami bertemu kembali. Pertanyaan pertama saya adalah “Apakah kalian mencapai Delicate Arch?” Dengan gembira mereka mengatakan bahwa mereka mencapainya. Mereka menjelaskan bahwa mereka telah mengikuti tanda-tanda yang menunjukkan jalan, dan dengan hati-hati serta usaha, mereka dapat mencapai tujuan akhir mereka.

Sayangnya, saya telah mengambil jalan yang salah. Betapa besar pelajaran yang saya pelajari hari itu!

Seberapa sering kita melakukan kesalahan tentang jalan yang benar, membiarkan diri kita dituntun oleh tren dunia? Kita perlu terus-menerus bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita menjadi pelaku firman Yesus Kristus.

Ajaran yang menakjubkan ditemukan dalam kitab Yohanes:

“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.

Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:4–5).

Menggunakan analogi ini, kita dapat melihat hubungan yang sangat dekat dan luar biasa yang ada dengan Yesus Kristus dan pentingnya kita masing-masing bagi Dia. Dialah akar dan pokok yang memberikan air hidup bagi kita, air yang akan memperkenankan kita terpelihara sehingga kita dapat menghasilkan banyak buah. Yesus Kristus mengajari kita dengan sedemikian rupa sehingga sebagai ranting—atau makhluk yang bergantung kepada-Nya—kita tidak akan pernah meremehkan nilai dari ajaran-ajaran-Nya.

Ada beberapa kesalahan yang mungkin serius, dan jika kita tidak memperbaikinya pada waktunya, itu dapat secara permanen menuntun kita keluar dari jalan yang benar. Jika kita bertobat dan menerima perbaikan, pengalaman ini akan membuat kita merendahkan hati kita, mengubah tindakan kita, dan sekali lagi mendekat kepada Bapa Surgawi kita.

Saya ingin memberikan sebuah contoh dari konsep ini dengan menggunakan referensi salah satu momen paling dramatis yang dialami Nabi Joseph Smith. Melalui pengalaman ini, Juruselamat telah memberi kita ajaran tak ternilai mengenai asas-asas yang seharusnya kita ingat sepanjang kehidupan kita. Itu terjadi ketika Martin Harris kehilangan 116 halaman yang telah diterjemahkan dari bagian pertama Kitab Mormon.

Setelah bertobat karena tidak mengikuti nasihat Allah, Nabi menerima wahyu yang ada di dalam bagian 3 dari Ajaran dan Perjanjian (lihat Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Joseph Smith [2007], 79–82). Dari apa yang tertulis di ayat 1 sampai 10, saya ingin menyoroti tiga asas yang hendaknya selalu kita ingat:

  1. Pekerjaan dan tujuan Allah tidak dapat digagalkan.

  2. Kita seharusnya tidak lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah.

  3. Ada kebutuhan akan pertobatan yang konstan.

Dalam ayat 13, Tuhan mengajari kita empat tindakan yang hendaknya tidak pernah kita lakukan:

  1. Melecehkan nasihat-nasihat Allah.

  2. Melanggar janji-janji paling sakral yang dibuat di hadapan Allah.

  3. Bergantung pada pertimbangan kita sendiri.

  4. Sesumbar akan kebijaksanaan kita sendiri.

Saya berdoa bahwa kita tidak akan kehilangan pandangan dari jalan sehingga kita dapat selalu terhubung dengan surga, sehingga arus dunia tidak menghanyutkan kita.

Jika ada di antara Anda yang mencapai titik mengabaikan jalan Tuhan—di titik mana pun di sepanjang jalan itu—dengan penuh penyesalan Anda akan merasakan kepahitan dari melecehkan nasihat-nasihat Allah, dari melanggar janji-janji paling sakral yang dibuat di hadapan Allah, dari memercayai pertimbangan Anda sendiri, atau dari sesumbar akan kebijaksanaan Anda sendiri.

Apabila ini masalahnya, saya mendesak Anda untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Suatu waktu seorang cucu menelepon kakeknya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Dia bertanya berapa usia kakeknya. Kakeknya berkata bahwa dia sudah menginjak usia 70 tahun. Cucu lelakinya berpikir sejenak dan kemudian bertanya, “Kakek, apakah kakek memulai semuanya dari 1?”

Sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, orang berpikir mereka tidak akan pernah menjadi tua; gagasan akan kematian tidak pernah terpikir—itu adalah untuk orang yang sangat, sangat tua—dan mencapai titik itu masihlah sekekekalan jauhnya. Seiring waktu, bulan dan musim berlalu, sampai kerutan mulai muncul, energi berkurang, kebutuhan akan dokter menjadi lebih sering, dan seterusnya.

Harinya akan datang ketika kita akan kembali bertemu dengan Penebus dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Saya memohon agar pada saat yang sakral dan luhur tersebut kita dapat mengenali Dia karena pengetahuan yang kita miliki tentang Dia dan karena telah mengikuti ajaran-ajaran-Nya. Dia akan menunjukkan kepada kita tanda pada tangan dan kaki-Nya, dan kita akan bergabung bersama dalam suatu pelukan abadi, menangis bahagia karena telah mengikuti jalan-Nya.

Saya bersaksi ke empat penjuru dunia bahwa Yesus Kristus hidup. Dia mendesak kita, “Simaklah, hai kamu bangsa-bangsa di bumi, dan dengarlah firman dari Allah itu yang menjadikanmu” (A&P 43:23). Semoga kita memiliki kapasitas untuk menangkap, mengindahkan, memahami, dan secara benar menginterpretasikan pesan dari “Allah yang menjadikan [kita]” agar tidak menyimpang dari jalan-Nya, saya mohonkan dalam nama Yesus Kristus, amin.