Bab 16
Pernikahan dan Peranan sebagai Orang Tua: Mempersiapkan Keluarga Kita untuk Kehidupan Kekal
Dengan dibimbing oleh orang tua yang saleh dan mengasihi, keluarga dapat bersatu untuk membantu membangun Kerajaan Allah dan mengambil bagian dalam semua berkat surga.
Dari Kehidupan Wilford Woodruff
Wilford Woodruff dan Phoebe Whittemore Carter menikah pada tanggal 13 April 1837, di Kirtland, Ohio. Sepanjang kehidupan mereka bersama, mereka mengalami banyak pencobaan, sehingga dengannya mereka tumbuh dalam pengabdian terhadap satu sama lain, anak-anak mereka, dan Kerajaan Allah. Satu pengalaman seperti itu datang pada musim dingin tahun 1838, kira-kira lima bulan sebelum pemanggilan Wilford Woodruff dalam kerasulan. Ketika Brother Woodruff memimpin serombongan Orang Suci dalam perjalanan untuk berkumpul dengan anggota Gereja lainnya, istrinya sakit parah. Dia kemudian menceritakan:
“Pada tanggal 23 November istri saya, Phoebe, terserang sakit kepala yang amat parah, yang berakhir dengan demam otak. Dia menjadi semakin tertekan dari hari ke hari ketika kami melanjutkan perjalanan kami. Adalah penderitaan yang mengerikan bagi seorang wanita untuk melakukan perjalanan dalam kereta gerobak melalui jalan-jalan yang tidak mulus, apalagi dalam keadaan sakit seperti itu. Pada saat yang bersamaan anak kami juga sedang sakit parah.”
Di hari-hari berikutnya, keadaan Sister Woodruff menjadi semakin parah, meskipun mereka sempat berhenti dalam perjalanan mereka dan menemukan tempat-tempat untuk beristirahat. Brother Woodruff mengenang, “Pada tanggal 3 Desember mendapati istri saya dalam keadaan amat lemah. Saya menghabiskan hari itu untuk merawat dia, dan hari berikutnya saya kembali ke Eaton [kota di sekitarnya] untuk mendapatkan beberapa benda untuknya. Dia terlihat perlahan-lahan semakin lemah keadaannya, dan pada malam harinya rohnya tampak meninggalkan tubuhnya, dan dia meninggal.
“Para sister berkumpul di sekeliling tubuhnya, meratap, sementara saya berdiri memandangnya dalam duka. Roh dan kuasa Allah mulai meliputi diri saya sampai, untuk pertama kalinya sepanjang masa sakitnya, iman memenuhi jiwa saya, meskipun dia terbaring di hadapan saya seperti orang yang mati.”
Diperkuat dalam imannya, Wilford Woodruff memberi istrinya sebuah berkat keimamatan. “Saya meletakkan tangan saya ke atasnya,” katanya, “Dan di dalam nama Yesus Kristus saya mengecam kuasa kematian dan si pemusnah [perusak], dan memerintahkan yang sama itu untuk meninggalkan dia, dan roh kehidupan untuk memasuki tubuhnya.
Rohnya kembali ke dalam tubuhnya, dan sejak jam itu dia dipulihkan, dan kami semua merasa perlu untuk memuji nama Allah, serta percaya kepada-Nya dan mematuhi perintahperintah-Nya.
Sementara kejadian ini sedang berlangsung terhadap diri saya (seperti yang diceritakan oleh istri saya sesudah itu) rohnya meninggalkan tubuhnya, dan dia melihat tubuhnya terbaring di atas tempat tidur, dan para sister meratap. Dia melihat ke arah mereka dan ke arah saya, serta kepada bayinya, dan, sementara menatap pemandangan ini, dua sosok pribadi datang ke dalam ruangan .… Salah seorang utusan ini memberitahunya bahwa dia dapat membuat pilihan: dia boleh pergi untuk beristirahat di dunia roh, atau, dengan satu syarat dia dapat memiliki hak istimewa untuk kembali ke dalam tabernakelnya [tubuh jasmaninya] dan melanjutkan pekerjaannya di bumi. Syaratnya adalah, jika dia merasa dapat berdiri di samping suaminya, dan bersamanya melalui semua masalah, pencobaan, penderitaan, dan kesengsaraan dunia yang harus dilaluinya demi Injil sampai akhir. Ketika dia melihat keadaan suami dan anaknya dia mengatakan, ‘Ya, saya akan melakukannya!’
Pada saat keputusan itu dibuat kuasa iman berada bersama saya, dan ketika saya memberkati dia, rohnya memasuki tabernakelnya .…
Pada pagi hari tanggal 6 Desember, Roh mengatakan kepada saya, ‘Bangunlah, dan lanjutkan perjalananmu!’ Dan melalui belas kasihan Allah istri saya dimungkinkan untuk bangun dan berpakaian sendiri dan berjalan menuju kereta gerobak, dan kami melanjutkan perjalanan dengan sukacita.”1
Setia pada janjinya, Sister Woodruff mendampingi suaminya, bahkan ketika kewajibannya sebagai seorang Rasul menuntutnya untuk berada jauh dari keluarganya untuk waktu yang lama. Pada tanggal 4 Mei 1840, ketika Penatua Woodruff sedang melayani pekerjaan misionaris di Inggris, dia mengiriminya sepucuk surat, mengatakan, “Saya tahu bahwa adalah kehendak Allah engkau harus bekerja di kebun anggur-Nya; karena itu, saya merasa didamaikan dengan kehendak-Nya dalam hal-hal ini. Saya tidak pernah menggerutu atau mengeluh sejak engkau meninggalkan saya, tetapi menantikan harinya ketika engkau akan pulang ke rumah kembali ke dalam pelukan keluargamu, setelah menunaikan pekerjaan misionarismu dalam kasih dan rasa takut akan Allah. Engkau selalu berada bersama saya ketika saya datang ke hadapan takhta Allah, dan ketika saya memohon perlindungan serta berkat-berkat bagi diri saya sendiri dan anak-anak, saya mengharapkan hal yang sama bagi rekan saya terkasih, yang telah pergi jauh dari saya, bahkan ke negeri asing, untuk mengkhotbahkan kegenapan Injil Yesus Kristus.”2
Pada saat-saat perpisahan seperti itu, Presiden Woodruff juga menyatakan kerinduan bagi keluarganya, dipadukan dengan suatu tekad yang kuat untuk melakukan kehendak Tuhan. Pada tanggal 3 April 1847, dia bersiap untuk melakukan perjalanan dengan rombongan pionir pertama ke Lembah Salt Lake. Dia menulis di dalam buku hariannya: “Saya belum pernah merasakan beban yang lebih besar di benak saya kapan pun sewaktu meninggalkan keluarga saya untuk pergi sebagai misionaris daripada saat ini. Doa saya kepada Allah adalah agar Dia akan mendukung diri saya dan keluarga untuk bertemu kembali di bumi seperti yang telah dilakukan-Nya dalam banyak pekerjaan misionaris yang telah saya lakukan di bumi di dalam kebun anggur Tuhan.”3 Empat hari kemudian keluarganya menyaksikannya berangkat dari tempat permukiman para Orang Suci di Winter Quarters, Nebraska. Berhenti di puncak sebuah punggung bukit tidak jauh dari tempat permukiman, dia mengambil waktu untuk menengok ke arah keluarganya melalui teropong kecilnya.”4
Wilford Woodruff bersukacita dalam pengetahuan bahwa keluarganya dapat kekal. Kebenaran ini memberinya kekuatan untuk mengatasi kesulitan hidup. Dia mengatakan, “Saya sering berpikir bahwa jika saya bekerja sampai saya menjadi setua Metusalah dan dengan cara itu dapat memiliki keluarga saya tinggal bersama dalam kemuliaan di dunia-dunia kekal, itu akan sepadan bagi saya untuk semua rasa sakit dan penderitaan yang dapat saya tanggung di dunia ini.”5 Janji keluarga kekal memengaruhi tindakan-tindakannya terhadap para anggota keluarganya. Dalam sepucuk surat kepada putrinya, Blanche, dia mengamati: “Kita semua berharap untuk hidup bersama selamanya setelah kematian. Saya pikir kita semua sebagai orang tua dan anak-anak hendaknya mengusahakan segala hal semampu kita untuk membuat satu sama lain bahagia selama kita hidup agar kita tidak memiliki sesuatu yang perlu disesali.”6
Ajaran-Ajaran Wilford Woodruff
Berkat-berkat pernikahan dan peranan sebagai orang tua adalah lebih berharga daripada kekayaan duniawi.
Tuhan telah memberitahu kita bahwa pernikahan ditetapkan oleh Allah bagi manusia [lihat A&P 49:15]. Lembaga perkawinan, di beberapa masyarakat menurut apa yang kita baca, telah jatuh hampir menjadi sesuatu yang tidak disukai. Diperkirakan bahwa ada kecenderungan yang semakin meningkat ke arah ini di antara kita. Alasannya, tidak diragukan lagi, bisa ditelusuri ke peningkatan kekayaan dan kecenderungan para pemuda untuk menghindar dari mengambil ke atas diri mereka beban seorang istri dan keluarga. Kita telah berada jauh dari kesederhanaan zaman-zaman terdahulu, kita mungkin secara alami bisa mengharapkan kecenderungan ini akan meningkat ketika para pemuda mungkin kesulitan untuk menawarkan pernikahan kepada gadis-gadis muda kecuali mereka dapat memberi para gadis itu keadaan senyaman rumah yang mereka nikmati di bawah atap orang tua mereka. Pelatihan kebiasaan yang berlebihan atau bermewah-mewah terhadap para gadis juga akan berdampak pada keengganan para pemuda untuk menikah .… Kaum muda dari kedua jenis kelamin itu hendaknya diajari bahwa tidaklah perlu bagi kebahagiaan dalam pernikahan untuk memiliki kekayaan.7
Ketika para putri Sion diminta oleh para pemuda untuk bergabung dengan mereka dalam ikatan pernikahan, daripada bertanya—“Apakah pria ini memiliki rumah bata yang bagus, sepasang kuda yang cakap dan kereta yang indah?” mereka hendaknya bertanya—“Apakah dia seorang pria Allah? Apakah dia memiliki Roh Allah bersamanya? Apakah dia seorang Orang Suci Zaman Akhir? Apakah dia berdoa? Apakah dia memiliki Roh di dalam dirinya untuk menjadikannya memenuhi syarat untuk membangun kerajaan?” Jika dia memilikinya, lupakanlah kereta serta rumah bata itu, bersepakatlah dan persatukanlah diri Anda bersama menurut hukum Allah.8
Adalah kewajiban para pemuda [di] Sion ini untuk mengambil para putri Sion menjadi istri, dan mempersiapkan tabernakel [tubuh jasmani] bagi roh-roh manusia, yaitu anak-anak Bapa kita di Surga. Mereka menantikan tabernakel, mereka ditetapkan untuk datang ke sini, dan mereka seharusnya dilahirkan di tanah Sion daripada di Babel.9
Saya berseru kepada para orang tua di seluruh Sion untuk melakukan semampu Anda untuk membujuk para putra dan putri Anda agar berjalan di jalan kesalehan dan kebenaran serta untuk meningkatkan kesempatan di hadapan mereka. Janganlah biarkan hati Anda sepenuhnya tertuju pada kesia-siaan dan urusan dunia, tetapi belajarlah untuk menghargai kenyataan bahwa anak-anak yang setia merupakan bagian dari berkat-berkat yang paling terpilih dan paling besar.10
Berkat-berkat yang telah Allah wahyukan kepada kita dalam tata tertib patriakh pernikahan—dimeteraikan untuk waktu fana dan sepanjang kekekalan—tidaklah kita hargai sebagaimana seharusnya.11
Kita hendaknya menghargai keluarga kita, dan kebersamaan yang kita miliki bersama, mengingat bahwa jika kita setia kita akan mewarisi kemuliaan, kebakaan, dan kehidupan kekal, dan ini merupakan yang terbesar di antara semua karunia Allah bagi manusia [lihat A&P 14:7].12
Melalui ajaran dan teladan orang tua, anak-anak dapat bersiap untuk melayani di Gereja dan tetap setia pada iman.
Saya tidak pernah memiliki keraguan apa pun sehubungan dengan kebenaran dan kejayaan akhir dari pekerjaan ini. Saya tidak pula memilikinya hari ini. Saya tidak ragu-ragu mengenai Sion menjadi segala yang dilihat para nabi, dalam kemuliaannya, dalam kuasanya, dalam kekuasaan dan kekuatannya, dengan kuasa Allah berada di atasnya.
Menimbang semua hal ini, pertanyaan yang timbul di benak saya, yang telah membuat saya berpikir banyak, adalah, siapa yang akan membawa kerajaan ini dan bertanggung jawab mengenainya? Kepada siapa Tuhan akan memandang untuk mengambil kerajaan ini dalam kejayaan akhirnya dan mempersiapkannya dalam kesempurnaan serta kemuliaannya bagi kedatangan Putra Manusia? Kepada para putra dan putri kita .… Ke atas bahu merekalah kerajaan ini harus ditempatkan, sewaktu para ayah dan penatua mereka telah meninggal dan pergi ke sisi lain tabir. Ini dihadapan saya sama jelasnya seperti terang matahari di langit. Dan ketika saya mempertimbangkan hal ini, saya bertanya pada diri sendiri, bagaimana keadaan para remaja putra dan putri kita? Apakah kita, sebagai orang tua, melakukan kewajiban kita terhadap mereka? Apakah mereka berusaha untuk membuat diri mereka memenuhi syarat dan bersiap untuk tujuan kekal dan pekerjaan besar yang terbentang di hadapan mereka?13
Tidak seorang pun dari kita tahu jalan apa yang akan diambil anak-anak kita. Kita memberi mereka teladan yang baik, dan kita berupaya untuk mengajarkan kepada mereka asas-asas yang benar; tetapi ketika mereka mencapai usia pertanggungjawaban mereka memiliki hak pilihan mereka dan mereka bertindak bagi diri mereka sendiri.14
Dalam semangat kita untuk mengkhotbahkan Injil kepada orang-orang di segala bangsa, kita hendaknya tidak melupakan kewajiban yang berada pada kita sehubungan dengan membesarkan dengan benar anak-anak kita sendiri, menanamkan di dalam diri mereka, selagi muda, kasih bagi kebenaran dan kebajikan, dan rasa khidmat bagi hal-hal kudus, serta menyediakan bagi mereka pengetahuan mengenai asas-asas Injil.15
Marilah kita berusaha dan membesarkan anak-anak kita dalam pemeliharaan [ajaran] dan nasihat Tuhan [lihat Efesus 6:4]. Marilah kita memberi mereka teladan yang baik serta mengajarkan kepada mereka asas-asas yang baik sementara mereka masih muda. Mereka diberikan kepada kita oleh Bapa surgawi kita; mereka adalah kerajaan kita, mereka adalah landasan permuliaan dan kemuliaan kita; mereka adalah tanaman untuk diketahui [lihat A&P 124:61], dan kita hendaknya berupaya untuk mengukuhkan mereka di hadapan Tuhan, serta mengajar mereka untuk berdoa kepada dan untuk beriman kepada Tuhan sejauh kita bisa, agar ketika kita telah meninggal dan pergi dan mereka menggantikan kita di panggung aksi ini mereka dapat mengemban pekerjaan zaman akhir dan Kerajaan Allah yang besar ini di atas permukaan bumi.16
Mereka yang hidup di bawah apa yang disebut sebagai peraturan yang beradab, diajari hukum moral—sepuluh perintah—mereka diajari untuk tidak berbohong, tidak bersumpah, tidak mencuri, singkatnya, tidak melakukan hal-hal yang dianggap tidak ber-Tuhan, tidak kudus dan tidak benar di tengah masyarakat. Sewaktu orang tua mengajarkan kepada anak-anak mereka asas-asas ini di masa muda mereka, itu meningalkan kesan dalam benak mereka, dan secepat anak-anak itu mencapai usia pertanggungjawaban, kesan-kesan dini itu akan memiliki pengaruh terhadap tindakan mereka, dan sepanjang sisa kehidupan mereka. Anak-anak yang menerima kesan demikian dan dilatih demikian, selamanya akan terkejut saat mereka mendengar kenalan mereka menyumpah, menyebut nama Allah dengan sia-sia, dan jika sekalipun mereka belajar untuk menyumpah mula-mula dibutuhkan upaya keras untuk mengatasi kesan-kesan dini mereka.17
Adalah … berkat besar bagi anak-anak untuk memiliki orang tua yang berdoa dan mengajarkan kepada anak-anak mereka asas-asas yang baik, serta memberikan teladan yang baik di hadapan mereka. Orang tua tidak dapat dengan benar menegur anak-anak mereka karena melakukan hal-hal yang mereka sendiri lakukan.18
Jika kita memberikan teladan yang baik bagi anak-anak kita, dan berusaha untuk mengajar mereka sejak masa kanak-kanak mereka sampai mencapai kedewasaan; mengajari mereka untuk berdoa dan menghormati Yang Mahakuasa; mengajari mereka asas-asas yang akan mendukung mereka di tengah segala pencobaan, agar Roh Tuhan boleh berada di atas mereka, … maka mereka tidak akan mudah menyimpang. Kesan yang baik akan mengikuti mereka sepanjang hidup, dan asas apa pun yang mungkin disajikan, kesan-kesan baik itu tidak akan pernah meninggalkan mereka.19
Orang tua yang bijak tidak akan memperkenankan masalah-masalah luar menjadi lebih penting daripada keluarga mereka.
Saya telah lama yakin bahwa iblis sedang mengerahkan tenaga yang besar untuk menanamkan baji di antara orang tua dan anak-anak, berusaha untuk mengilhami serta memasukkan ke dalam benak putra dan putri para Orang Suci gagasan-gagasan merusak yang akan menahan mereka dari mengikuti jejak kaki para ayah dan ibu mereka .…
… Betapa pentingnya agar kita hendaknya menjadi ayah dan ibu yang bijak, dan agar kita hendaknya bertindak secara bijaksana dalam menanamkan ke dalam benak muda mereka semua asas itu yang akan menuntun mereka kepada yang adil, dan untuk melaksanakan di dalam kehidupan mereka asas-asas kesalehan dan kebenaran .…
… Adalah hal yang penting untuk mengetahui caranya bertindak agar mendapatkan perasaan dan kasih sayang keluarga kita, yang akan menuntun mereka ke jalan dimana mereka dapat diselamatkan. Ini merupakan suatu pembelajaran dan pekerjaan yang hendaknya tidak dikesampingkan oleh para orang tua .… Sering kali kita mungkin menganggap bisnis begitu mendesak sehingga harus mendesak semua hal ini keluar dari benak kita, tetapi ini seharusnya tidak demikian. Pikiran siapa pun yang terbuka, dan yang menantikan pekerjaan yang terbentang di hadapan kita, akan melihat dan merasakan bahwa tanggung jawab yang diembannya mengenai keluarganya, dan terutama dalam membesarkan anak-anaknya, adalah amat besar.
Kita ingin menyelamatkan anak-anak kita, dan ingin mereka mengambil bagian dalam semua berkat yang merangkul mereka yang dikuduskan, ingin mereka menerima berkat-berkat orang tua mereka yang telah setia pada kegenapan Injil.20
Marilah kita semua memeriksa rumah tangga kita, dan setiap orang berusaha untuk mengatur keluarganya serta menertibkan rumahnya sendiri.21
Setiap ayah hendaknya memimpin dalam keluarganya dengan keramahan dan kesalehan.
Semasa saya kanak-kanak dan bersekolah, kepala sekolah sering datang dengan seikat batang kecil sepanjang sekitar 2,40 meter, dan salah satu hal pertama yang kami bisa harapkan adalah mendapatkan cambukan. Untuk semua hal yang tidak berkenan kepadanya kami menerima pukulan yang hebat. Cambukan apa pun yang saya terima ketika itu tidak mengajarkan kepada saya apa-apa .… Keramahan, kelembutan dan belas kasihan adalah lebih baik dalam segala hal. Saya ingin asas ini ditanamkan di dalam benak para pemuda kita, agar mereka melaksanakannya dalam semua tindakan mereka dalam kehidupan. Kelaliman tidaklah baik, baik dilakukan oleh raja, presiden, atau para hamba Allah. Kata-kata yang ramah jauh lebih baik daripada kata-kata kasar. Jika, sewaktu kita memiliki kesulitan satu sama lain, kita mau saling bersikap ramah dan baik, kita akan menghindari banyak masalah.
… Anda pergilah ke sebuah keluarga dimana seorang pria memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan ramah, dan Anda akan mendapati bahwa mereka akan memperlakukannya dengan cara yang sama. Keluhan sampai kepada saya mengenai perlakuan kaum pria kepada istri-istri mereka. Mereka tidak menafkahi para istri tersebut. Mereka tidak memperlakukannya dengan ramah. Semua ini menyakitkan saya. Hal-hal ini seharusnya tidak demikian .… Kita hendaknya ramah terhadap satu sama lain, berbuat kebaikan terhadap satu sama lain, dan bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan, minat, dan kebahagiaan satu sama lainnya, terutama orang-orang di dalam rumah tangga kita sendiri.
Pria berdiri sebagai kepala keluarga. Dia adalah bapa bangsa bagi rumah tangganya .… Tidak ada pemandangan yang lebih indah di bumi selain melihat seorang pria berdiri sebagai kepala keluarganya dan mengajarkan kepada mereka asas-asas yang benar serta memberi mereka nasihat yang baik. Anak-anak ini menghormati ayah mereka, dan mereka mendapatkan penghiburan serta sukacita dalam memiliki seorang ayah yang adalah pria yang saleh.22
Ajaran dan teladan seorang ibu dapat memengaruhi keluarganya sepanjang waktu fana dan kekekalan.
Sebagai acuan, kita menganggap para ibu sebagai orang yang memberikan bentuk pada karakter anak. Saya menganggap bahwa ibu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keturunannya daripada yang dapat dimiliki siapa pun. Dan kadang-kadang pertanyaan muncul, “Kapankah pendidikan ini dimulai?” Para nabi kita telah mengatakan, “Pada waktu roh kehidupan dari Allah memasuki tabernakel [tubuh jasmani].” Keadaan ibu pada saat itu akan memiliki dampaknya terhadap buah rahimnya; dan sejak kelahiran anak itu, dan sepanjang kehidupan, ajaran serta teladan seorang ibu memimpin dan mengendalikan, sebagian besar, anak itu, dan pengaruhnya dirasakan olehnya sepanjang waktu fana dan kekekalan.23
Di atas bahu Anda para ibu terletak, sebagian besar, tanggung jawab untuk mengembangkan secara tepat kekuatan mental dan moral dari generasi yang akan datang, baik selama masa bayi, kanak-kanak, atau usia yang lebih matang .… Hendaknya jangan ada ibu di Israel yang membiarkan satu hari berlalu tanpa mengajar anak-anaknya untuk berdoa. Anda sendiri hendaknya juga berdoa, dan mengajar anak-anak Anda untuk melakukan hal yang sama, dan Anda hendaknya membesarkan mereka dengan cara ini, agar ketika Anda telah meninggal, dan mereka mengambil tempat Anda dalam melangsungkan pekerjaan Allah yang besar, mereka boleh memiliki asas-asas yang tertanam dalam benak mereka yang akan mendukung mereka dalam waktu fana dan kekekalan. Saya sering mengatakan bahwa ibulah yang membentuk pikiran seorang anak .…
… Perlihatkanlah kepada saya seorang ibu yang berdoa, yang telah melalui pencobaan kehidupan melalui doa, yang telah memercayai Tuhan Allah Israel dalam cobaan dan kesulitannya, dan anak-anaknya akan mengikuti di jalan yang sama. Hal-hal ini tidak akan meninggalkan mereka ketika tiba saatnya mereka bertindak dalam Kerajaan Allah.24
Para sister kita … memiliki kewajiban yang harus dilakukan terhadap suami mereka. Mereka hendaknya mempertimbangkan posisi dan keadaannya .… Setiap istri hendaknya ramah kepada suaminya. Dia hendaknya menghiburnya dan melakukan apa yang dapat dilakukannya baginya, dalam segala keadaan dalam kehidupan. Ketika seluruh keluarga bersatu padu, mereka menikmati roh yang surgawi di bumi ini. Beginilah seharusnya, karena ketika seorang pria di dalam Gereja ini mengambil seorang istri dia berharap untuk tetap bersamanya sepanjang waktu fana dan kekekalan. Pada pagi hari kebangkitan yang pertama dia berharap memiliki istri dan anak-anaknya bersamanya dalam sebuah organisasi keluarga, untuk bertahan dalam keadaan seperti itu selama-lamanya. Alangkah mulianya pemikiran itu!25
Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran
Pertimbangkanlah gagasan-gagasan berikut ketika Anda mempel-ajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman v–xi.
-
Apa yang berkesan bagi Anda mengenai hubungan antara Wilford dan Phoebe Woodruff? (lihat halaman 179–182).
-
Ulaslah nasihat Presiden Woodruff kepada putrinya Blance (halaman 182). Pikirkan atau bahaslah hal-hal tertentu yang dapat Anda lakukan untuk membantu anggota keluarga Anda menjadi bahagia.
-
Apa yang berkesan bagi Anda ketika Anda membaca nasihat Presiden Woodruff kepada kaum muda mengenai pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua? (lihat halaman 182–183). Bagaimana nasihatnya berlaku dalam kehidupan semua anggota Gereja?
-
Bacalah tiga alinea terakhir di bagian pertama dari ajaran-ajarannya (halaman 183–184). Dengan cara apa “kesia-siaan dan urusan dunia” mengalihkan kita dari sukacita keluarga? Bagaimana kita dapat melawan pengaruh seperti itu? Bagaimana kita dapat memperlihatkan kepada para anggota keluarga bahwa kita menghargai hubungan kita dengan mereka?
-
Bacalah seluruh alinea pertama di halaman 185. Menurut Anda apa artinya “membesarkan anak-anak kita dalam pemeliharaan dan nasihat Tuhan”? Apa saja yang telah Anda lakukan untuk mencapai hal ini?
-
Ulaslah seluruh alinea ketiga dan keempat di halaman 184. Bagaimana orang tua dapat membantu anak-anak mereka memperoleh hasrat untuk melayani di Gereja?
-
Waktu Anda membaca nasihat Presiden Woodruff mengenai mengajar anak-anak, asas-asas tertentu apa yang Anda temukan? (lihat halaman 184–186).
-
Ulaslah bagian yang dimulai di halaman 186. Apa yang dapat dilakukan orang tua untuk menjadikan hubungan keluarga prioritas utama?
-
Asas-asas apa yang dapat dipelajari orang tua dari pengalaman Wilford Woodruff muda dengan kepala sekolahnya? (lihat halaman 187-188).
-
Apa yang dikatakan Presiden Woodruff mengenai pengaruh suami dan ayah? (lihat halaman 187–188). Apa yang dikatakannya mengenai pengaruh istri dan ibu? (lihat halaman 188–189). Bagaimana suami dan istri dapat saling membantu dalam tanggung jawab mereka?
-
Bagaimana ajaran-ajaran dalam bab ini berkaitan dengan kakek-nenek? Pengalaman apa yang telah memperlihatkan bahwa kakek-nenek dapat memiliki pengaruh yang baik terhadap cucu-cucu mereka?
-
Teladan apa yang telah Anda lihat mengenai orang tua dan kakek-nenek memenuhi tanggung jawab mereka terhadap keluarga mereka?
Tulisan Suci Terkait: Enos 1:1; Mosia 4:14–15; Alma 56:45–48; A&P 68:25–31; 93:38–40