2002
‘Ku Pergi ke Mana Kauinginkan
November 2002


‘Ku Pergi ke Mana Kauinginkan

Bagi para pria dan wanita Allah pertobatan ini dapat diwujudkan melalui pekerjaan kita di dalam kebun anggur-Nya.

Teks saya berasal dari sebuah nyanyian rohani yang telah mengilhami para hamba Tuhan yang setia selama turun-temurun:

Mungkin bukan di puncak gunung

Atau di laut mend’ru,

Mungkin bukan di medan perang

Tuhan memerlukanku.

Tapi bila Tuhan memanggil, entah pergi ke mana,

‘Ku jawab Tuhan aku ‘kan pergi ke mana Engkau inginkan!

‘Ku pergi ke mana Kau inginkan, melintas gunung dan laut

‘Ku ucapkan yang Engkau inginkan,

‘Ku siap jadi hamba-Mu.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Ditulis oleh seorang penyair wanita yang bukan Orang Suci Zaman Akhir, lirik tersebut mengungkapkan tekad anak-anak Allah yang setia di sepanjang zaman.

Abraham, yang membawa Ishak dalam perjalanan yang menyedihkan ke Gunung Moria, dengan setia pergi ke mana pun Tuhan menghendakinya pergi (lihat Kejadian 22). Demikian pula dengan Daud ketika dia berjalan di depan orang Israel untuk menanggapi tantangan raksasa Goliat (lihat 1 Samuel 17). Ester, yang diilhami untuk menyelamatkan bangsanya, berjalan dengan mempertaruhkan nyawanya untuk menantang sang raja di pelataran istana raja (Ester 4–5). “‘Ku pergi ke mana Kauinginkan” adalah motivasi bagi Lehi untuk meninggalkan Yerusalem (lihat 1 Nefi 2), dan bagi putranya, Nefi, untuk kembali mengambil catatan berharga (lihat 1 Nefi 3). Ratusan contoh lainnya dari tulisan suci masih dapat dikutip.

Semua jiwa yang setia itu memperlihatkan kepatuhan mereka terhadap petunjuk Tuhan dan iman mereka pada kekuasaan serta kebaikan-Nya. Sebagaimana Nefi menjelaskan, “Aku akan pergi dan melakukan hal yang telah Tuhan perintahkan, karena aku tahu bahwa Tuhan tidak memberi perintah kepada anak-anak manusia tanpa Ia mempersiapkan sebuah jalan bagi mereka agar mereka dapat melaksanakan hal yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka” (1 Nefi 3:7).

Mengenai kita semua, dan mengenai kenangan kita di masa silam, kita memiliki contoh-contoh yang terilhami mengenai pelayanan yang rendah hati dan setia Orang-orang Suci Zaman Akhir. Salah satu yang paling menonjol adalah pelayanan Presiden J. Reuben Clark. Setelah lebih dari 16 tahun sebagai penasihat pertama yang amat berpengaruh, Presidensi Utama diorganisasi dan dia dipanggil sebagai penasihat kedua. Dengan memberi teladan kerendahan hati dan kesediaan untuk melayani yang telah mempengaruhi generasi-generasi, dia mengatakan kepada Gereja: “Di dalam pelayanan kepada Tuhan, yang menjadi masalah bukanlah di mana Anda melayani tetapi bagaimana Anda melayani. Di dalam Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, seseorang tidak dapat memilih pemanggilan, dia harus menerima atau menolaknya” (dalam Conference Report, April 1951, 154).

Hal itu sama pentingnya, sekalipun tak terlihat, dengan jutaan anggota yang sekarang bekerja dengan iman serta pengabdian yang sama di tempat-tempat terpencil di dalam kebun anggur Tuhan. Yang saya ketahui, para misionari senior kita yang setia memberi teladan yang terbaik itu.

Baru-baru ini saya memeriksa ulang berkas lebih dari 50 misionari pasangan suami-istri senior. Semuanya sudah pernah melayani misi setidaknya tiga kali ketika mereka mengirimkan berkas mereka untuk pemanggilan lainnya. Tempat tinggal mereka berada di Australia sampai Arizona, California sampai Missouri. Usia mereka sekitar 60 tahunan dan di bawah 70 tahunan sampai—sekian tahun. Sepasang misionari suami-istri, yang menawarkan diri mereka untuk misi ke tujuh, sudah pernah melayani di Taman Bait Suci, di Alaska, di New Zealand, di Kenya, dan di Ghana. Mereka diutus ke Filipina. Contoh yang sama masih dapat diberikan di sini.

Komentar para pemimpin imamat mengenai berkas para misionari pasangan ini merupakan kesaksian akan pelayanan dan pengurbanan. Saya mengutip beberapa di antaranya:

“[Bersedia] pergi ke mana pun, melakukan apa pun selama jangka waktu yang dibutuhkan.”

“[Mereka] itu merupakan teladan besar dari para anggota gereja yang mengabdikan hidup mereka kepada Tuhan.”

“Bersedia pergi ke mana pun Tuhan menginginkan [kami] untuk pergi,” pasangan lainnya menulis. “Kami berdoa agar kami diutus di mana kami dibutuhkan.”

Pemimpin imamat berkomentar mengenai sifat-sifat pasangan tersebut yang memberi uraian yang baik mengenai pekerjaan para misionari senior kita yang dilakukan dengan amat efektif.

“Dia hebat dalam merencanakan program-program dan [dalam] kepemimpinan.”

“Sukacita mereka besar sekali ketika mereka diminta untuk ‘membangun’ dan ‘mengembangkan’ sebuah tugas di suatu daerah Gereja yang sedang berkembang. Bersedia melayani dalam kapasitas pemanggilan apa saja.”

“Mereka kelihatannya lebih berdaya guna bekerja sama dengan anggota [yang kurang aktif] serta anggota baru daripada dalam panggilan lain.”

“Mereka mengasihi kaum remaja dan memiliki karunia untuk bekerja sama dengan mereka.”

“Mereka merasa paling efektif dan bersedia memberikan pelatihan kepemimpinan serta melakukan pekerjaan penemanan.”

“Mereka secara jasmani sudah tidak kuat lagi, tetapi secara rohani mereka kuat dan bersemangat dalam pekerjaan misionari.”

“Adalah seorang misionari sejati. Nama kecilnya adalah Nefi dan karakternya sama seperti orang yang namanya dia sandang. Dia seorang wanita yang hebat, yang selalu menjadi teladan yang baik. Bersedia melayani di mana pun dia dipanggil. Ini adalah misi mereka yang ke lima.” (Mereka sebelumnya melayani di Guam, Nigeria, Vietnam, Pakistan, dan Singapura serta Malaysia. Untuk memberi mereka kelegaan sejenak dari tempat-tempat pelayanan mereka yang jauh tersebut, para hamba Tuhan telah memanggil pasangan itu untuk melayani di Bait Suci Nauvoo).

Pasangan lainnya membicarakan tentang misionari senior ini ketika mereka menulis: “Bersedia pergi ke mana pun dan melakukan apa pun yang diminta. Itu bukan suatu pengurbanan, melainkan hak istimewa.”

Para misionari senior tersebut memberikan pengurbanan serta tekad yang tak terbatas. Demikian pula dengan para presiden misi serta presiden bait suci kita dan rekan mereka yang setia. Semuanya meninggalkan rumah dan keluarga mereka untuk melayani penuh-waktu selama kurun waktu tertentu. Demikian pula dengan sejumlah besar misionari muda, yang menangguhkan pernikahan, pendidikan, pekerjaan mereka selama beberapa waktu dan meninggalkan keluarga serta teman-teman dan pergi (biasanya dengan biaya sendiri) untuk melayani ke mana pun mereka ditugaskan oleh Tuhan, yang berbicara melalui para hamba-Nya.

‘Ku pergi ke mana Kauinginkan,

Melintas gunung dan laut,

‘Ku ucapkan yang Engkau inginkan,

‘Ku siap jadi hamba-Mu.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Jutaan lainnya melayani dari rumah-rumah mereka yang secara sukarela memberikan waktu mereka untuk melayani dalam berbagai jabatan di lingkungan maupun distrik. Demikian pula halnya dengan 26.000 keuskupan dan presiden cabang, serta presiden yang setia dalam kuorum-kuorum serta Lembaga Pertolongan, Pratama dan Remaja Putri yang melayani bersama mereka dan di bawah petunjuk mereka. Demikian pula dengan jutaan lainnya, para guru yang setia di lingkungan-lingkungan, cabang-cabang, wilayah-wilayah, serta distrik-distrik. Dan pikirkanlah tentang ratusan ribu pengajar ke rumah dan pengajar berkunjung yang memenuhi perintah Tuhan untuk “mengawasi jemaat, bersama mereka serta memperteguh mereka” (A&P 20:53). Semuanya dapat bergabung dalam lirik yang diilhami ini:

Mungkin s’karang kata yang manis

Yang harus ‘ku ucapkan;

Mungkin yang jalan dalam dosa

Yang ‘ku perlu sadarkan.

O, Tuhan jadilah panduku,

Meski jalan kelam kabut.

Suaraku akan mengemakannya

Yang Kauingin ‘ku ucapkan.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Sebagaimana yang diajarkan Nabi-Raja Benyamin, “Bilamana [kita] melakukan pelayanan untuk sesama [kita] berarti [kita] hanya melayani Allah [kita]” (Mosia 2:17). Dia juga memperingatkan kita untuk “[meng]usahakan[lah] agar hal-hal ini dilakukan dengan bijaksana dan teratur, karena tidaklah perlu bahwa seseorang lari lebih cepat daripada kekuatan yang dimilikinya” (Mosia 4:27).

Injil Yesus Kristus menantang kita untuk dipertobatkan. Hal itu mengajar kita tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan memberi kita kesempatan untuk menjadi seperti yang dikehendaki Bapa Surgawi. Bagi para pria dan wanita Allah pertobatan ini dapat diwujudkan melalui pekerjaan kita di dalam kebun anggur-Nya.

Kita memiliki tradisi pelayanan yang tidak mementingkan diri di dalam Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir. Sesungguhnya, salah satu karakteristik khusus Gereja ini adalah kenyataan bahwa kita memiliki pendeta yang tidak dibayar atau profesional dalam ribuan jemaat setempat dan di wilayah-wilayah, distrik-distrik, serta misi-misi regional yang mengawasi mereka. Sebagai bagian penting dalam rencana Allah bagi anak-anak-Nya, kepemimpinan dan pekerjaan Gereja-Nya disediakan oleh anak-anak-Nya yang memberikan waktu mereka secara cuma-cuma untuk pelayanan kepada Allah serta sesama mereka. Mereka mematuhi perintah Tuhan untuk mengasihi-Nya dan melayani-Nya (lihat Yohanes 14:15; A&P 20:19, 42:29, 59:5). Inilah caranya di mana para pria dan wanita mempersiapkan diri bagi berkat-berkat besar kehidupan kekal.

Tetapi masih ada yang ingin meningkatkan tekad mereka untuk melayani Tuhan. Ketika saya meminta saran kepada presiden wilayah mengenai beberapa hal yang seharusnya saya lakukan pada konferensi wilayah, saya sering mendengar tentang anggota yang menolak pemanggilan Gereja atau mereka menerima pemanggilan itu tetapi gagal memenuhi tanggung jawab mereka. Ada yang tidak memiliki tekad dan tak setia. Memang demikianlah adanya. Tetapi hal ini bukanlah tanpa akibat.

Juruselamat berbicara tentang perbedaan antara yang setia dan yang tidak setia dalam tiga perumpamaan besar yang tercatat di dalam Kitab Matius bagian ke-25. Separo tamu yang diundang diusir dari perjamuan kawin karena mereka tidak siap ketika mempelai laki-laki datang (lihat Matius 25:1–13). Hamba yang tidak tahu diuntung yang gagal melipatgandakan talenta yang diberikan kepada mereka oleh Tuannya tidak diizinkan untuk masuk ke dalam perhentian Tuhan (lihat Matius 25:14–30). Dan ketika Tuhan datang dalam kemuliaan-Nya, Dia memisahkan domba yang telah melayani-Nya dan sesama dari kambing, yang tidak melayani. Hanya mereka yang telah “melakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini” (Matius 25:40) yang ditempatkan di sebelah kanan-Nya untuk mewarisi kerajaan yang telah disediakan sejak dunia dijadikan (lihat Matius 25:31–46).

Saudara dan saudari sekalian, jika Anda tidak bertekad sepenuhnya untuk melayani Tuhan, tolong pikirkan siapakah yang sesungguhnya Anda tolak atau abaikan ketika Anda menolak sebuah pemanggilan atau ketika Anda menerimanya, berjanji, lalu gagal memenuhi pemanggilan itu? Saya berdoa semoga kita mau mengikuti pernyataan yang diilhami ini:

Pasti ada tempat yang indah

Dalam ladang yang luas

Di mana ‘ku dapat bekerja,

Bagi Yesus tersalib.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Yesus telah menujukkan jalannya. Meskipun Dia berharap tidak akan mengalami penderitaan yang menuntun-Nya ke Getsemani dan Kalvari (lihat A&P 19:18), Dia dengan rendah hati berkata kepada Bapa, “Tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah, yang terjadi” (Lukas 22:42).

Dahulu Dia mengajarkan:

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:24–26).

Kita perlu mengingat tujuan pelayanan kita terhadap sesama. Jika kita harus memenuhi hanya sebagian saja dari pekerjaan-Nya, Allah tentu dapat mengirimkan “pasukan malaikat,” ketika Yesus mengajar pada kesempatan lainnya (lihat Matius 26:53). Tetapi itu tidak akan memenuhi tujuan pelayanan yang Dia jelaskan. Kita melayani Allah serta sesama kita untuk menjadi anak-anak yang kelak dapat kembali hidup bersama Orang Tua Surgawi kita.

‘Ku berserah pada pimpinan-Mu,

Yakin ‘Kau kasih padaku,

‘Kan kulaksanakan kehendak-Mu,

‘Ku siap jadi hamba-Mu.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Hampir satu dasawarsa yang lalu, saya membaca sepucuk surat dari seorang purnamisi yang menjelaskan proses ini dalam hidupnya. Dia telah menulis surat untuk berterima kasih kepada mereka yang memimpin pekerjaan misionari “yang berani mengutus saya ke tempat yang Tuhan inginkan daripada ke tempat yang pantas bagi saya.” Setelah dia datang, dia mengatakan, “berlatar belakang rasa bangga, menjadi perlombaan untuk mengetahui siapa yang cerdik.” Sebelum berangkat misi dia adalah mahasiswa di universitas terkenal di timur Amerika Serikat.

“Saya kira tanpa suatu rasa tanggung jawab dan kemantapan, saya mengisi berkas [misionari] saya dan mengirimnya, dengan hati-hati menandai kolom yang menyebutkan keinginan terbesar untuk melayani di luar negeri dan dalam bahasa asing. Saya dengan cermat menjelaskan bahwa saya mahasiswa Rusia yang telah lulus dan benar-benar dapat meluangkan dua tahun berada di antara bangsa Rusia. Merasa yakin bahwa tidak akan ada komite yang menolak syarat-syarat seperti itu, saya menunggu dengan penuh keyakinan bahwa saya akan menikmati pengalaman pendidikan yang menakjubkan dalam kebudayaan yang berbeda.”

Dia kaget menerima panggilan untuk melayani misi di Amerika Serikat. Dia tidak tahu apa-apa tentang negara tempat dia akan melayani, kecuali bahwa dia berada di negaranya sendiri yang berbahasa Inggris bukan di luar negeri yang menggunakan bahasa yang telah dipelajarinya, dan, seperti yang dikatakannya, “Orang-orang yang akan bekerja sama dengan saya kelihatannya tidak mampu secara akademis. Saya hampir saja menolak menerima panggilan itu, karena merasa bahwa saya akan lebih puas menjadi Sukarelawan untuk suatu tugas khusus atau yang lainnya.”

Sayangnya, pemuda yang sombong ini menemukan keberanian dan iman untuk menerima panggilan serta mengikuti petunjuk dan nasihat presiden misinya yang baik. Kemudian mukjizat pertumbuhan rohani dimulai. Dia menjelaskannya:

“Ketika saya mulai melayani di antara orang-orang yang tidak terpelajar di [negara ini], saya berusaha keras selama beberapa bulan, tetapi lama-kelamaan Roh yang manis itu mulai meruntuhkan dinding-dinding kesombongan dan ketidakpercayaan yang mengikat dengan kuat jiwa saya. Mukjizat pertobatan terhadap Kristus dimulai lagi. Perasaan akan keberadaan Allah dan ikatan persaudaraan kekal di antara umat manusia menjadi semakin kuat berkecamuk di dalam pikiran saya.”

Memang tidak mudah, dia mengakui, tetapi dengan pengaruh presiden misi yang hebat ini dan dengan kasihnya yang terus-menerus tumbuh bagi orang-orang yang dilayaninya, hal itu mungkin dan dapat terjadi.

“Keinginan saya untuk mengasihi dan melayani orang-orang yang setidaknya sebangsa dengan saya, nyaris membuat kesombongan saya menjadi semakin kuat. Saya belajar mengenai kerendahan hati untuk yang pertama kalinya di dalam kehidupan saya; saya belajar apa artinya membuat penilaian terhadap orang lain [tanpa bergantung pada] segala hal dalam kehidupan yang tidak relevan. Saya mulai merasakan getaran kasih di dalam hati saya bagi orang-orang yang datang ke bumi ini bersama saya” (surat kepada Pembesar Umum, Februari 1994).

Itulah mukjizat pelayanan. Sebagaimana yang ditulis penyair:

Tapi bila Tuhan memanggil,

Entah pergi ke mana,

‘Ku jawab Tuhan aku ’kan pergi

Ke mana Engkau inginkan.

(Nyanyian Rohani, no. 128).

Saya bersaksi tentang Yesus Kristus, yang menuntun kita menuju jalan-Nya dan pelayanan-Nya, serta berdoa agar kita memiliki iman dan tekad untuk mengikuti-Nya serta memiliki kekuatan untuk menjadi seperti yang Dia inginkan, dalam nama Yesus Kristus, amin.

Cetak