Bab 13
Kepatuhan: “Ketika Tuhan Memerintahkan, Lakukanlah”
“Hiduplah dalam kepatuhan ketat terhadap perintah-perintah Allah, dan berjalanlah dengan rendah hati di hadapan-Nya.”
Dari Kehidupan Joseph Smith
Dari bulan Desember 1827 sampai Agustus 1830, Joseph dan Emma Smith tinggal di Harmony, Pennsylvania, Nabi melakukan perjalanan secara berkala ke New York untuk menangani urusan Gereja. Pada bulan September 1830, Joseph dan Emma pindah dari Fayette, New York, untuk bergabung bersama para Orang Suci tinggal di New York bagian barat. Bulan Desember berikutnya, Nabi menerima sebuah wahyu yang akan menuntut para anggota Gereja di New York untuk membuat pengurbanan besar. Mereka harus meninggalkan rumah, tanah pertanian, dan usaha mereka untuk berkumpul ke Kirtland, Ohio (lihat A&P 37). Di sana mereka akan bergabung dengan para anggota baru yang bermukim di lingkungan itu untuk membangun Gereja dan, sebagaimana dijanjikan Tuhan, “dianugerahi dengan kuasa dari atas” (A&P 38:32). Joseph dan Emma Smith berada di antara mereka yang pertama mematuhi perintah Tuhan, meninggalkan New York pada akhir Januari 1831. Mereka melakukan perjalanan sejauh lebih dari 250 mil menuju Kirtland dengan kereta luncur es, di tengah musim dingin yang teramat parah, saat Emma hamil dengan bayi kembar.
Penduduk Kirtland, Newel K. Whitney, termasuk satu di antara yang pertama menyambut Nabi, sebagaimana digambarkan oleh cucunya Orson F. Whitney: “Sekitar tanggal satu Februari, 1831, sebuah kereta luncur es berisikan empat orang, meluncur melintasi jalan-jalan Kirtland dan berhenti di depan pintu tempat usaha dagang Gilbert dan Whitney …. Salah seorang pria itu, sosok yang muda dan gagah, beranjak, dan bergegas menaiki tangga, berjalan ke dalam toko dan ke tempat mitra yang muda sedang berdiri.
‘Newel K. Whitney! Engkaulah orangnya!’ serunya, mengulurkan tangannya dengan santun, seolah kepada seorang kenalan lama dan akrab.
‘Anda lebih beruntung dari saya,’ jawab [penjaga toko] itu, sewaktu dia secara mekanis menjawab tangan yang terulurkan— raut yang setengah geli, setengah bingung menyebar ke seluruh wajahnya—‘Saya tidak dapat menyebut Anda dengan nama, sebagaimana yang Anda lakukan terhadap saya.’
‘Saya adalah Joseph, sang Nabi,’ kata orang asing itu, tersenyum. ‘Anda telah berdoa agar saya datang ke sini; sekarang apa yang Anda inginkan dari saya?’
Tuan Whitney, terpana, tetapi tidak kurang senangnya, segera setelah rasa terkejutnya mengizinkan, memimpin rombongan itu … menyeberangi jalan menuju rumahnya di sudut tikungan, dan memperkenalkan mereka kepada istrinya [Elizabeth Ann]. Dia pun merasakan sepenuhnya keterkejutan dan kegirangannya. Joseph berkata mengenai episode ini: ‘Kami diterima dengan ramah dan disambut ke dalam rumah Brother N. K. Whitney. Saya dan istri saya tinggal bersama keluarga Brother Whitney beberapa minggu, dan menerima setiap keramahan serta perhatian yang dapat diharapkan’ [lihat History of the Church, 1:145–46].”1
Orson F. Whitney menyatakan: “Melalui kuasa apa orang yang luar biasa ini, Joseph Smith, mengenali seseorang yang sebelumnya belum pernah ditemuinya dalam daging? Mengapa Newel K. Whitney tidak mengenali dia? Itu adalah karena Joseph Smith adalah seorang pelihat, seorang pelihat pilihan; dia sesungguhnya telah melihat Newel K. Whitney berlutut, ratusan mil jauhnya, berdoa bagi kedatangannya ke Kirtland. Menakjubkan—tetapi benar!”2
Menjelang bulan Mei hampir 200 Orang Suci lagi dari New York melakukan perjalanan mereka ke Kirtland—beberapa dengan kereta luncur es atau kereta wagon, tetapi kebanyakan dengan tongkang di Kanal Erie dan kemudian dengan kapal uap atau sekunar menyeberangi Danau Erie. Dalam perpindahan ke Kirtland ini, seperti dalam banyak keadaan penuh tantangan lainnya dari kehidupannya, Joseph Smith memimpin para Orang Suci dalam mengikuti perintah Allah, tidak peduli betapa sulitnya tugasnya.
Empat tahun kemudian, di tengah banyaknya tekanan memimpin Gereja yang sedang tumbuh di Kirtland, Nabi menyatakan keyakinan yang menjadi ciri khas kehidupannya: “Tidak ada bulan apa pun yang mendapati saya lebih sibuk terlibat daripada November; tetapi mengingat kehidupan saya terdiri dari kegiatan dan pengerahan tenaga yang tak kenal mundur, saya menjadikan ini peraturan saya: Ketika Tuhan memerintahkan, lakukanlah.”3
Ajaran-Ajaran Joseph Smith
Ketika kita berupaya untuk mengetahui kehendak Allah dan melakukan segala yang Dia perintahkan agar kita lakukan, berkat-berkat surga akan berdiam di atas kita.
“Untuk mendapatkan keselamatan kita harus melakukan bukan saja beberapa hal, melainkan segala yang Allah telah perintahkan. Orang boleh berkhotbah dan mempraktikkan semuanya kecuali hal-hal itu yang Allah perintahkan agar kita lakukan, dan dia akan dikutuk pada akhirnya. Kita boleh membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, dan tetap tidak mematuhi perintah-perintah Allah [lihat Lukas 11:42]. Yang menjadi tujuan saya adalah untuk mematuhi dan mengajarkan kepada orang lain untuk mematuhi Allah secara tepat seperti apa yang Dia katakan harus kita lakukan. Tidaklah menjadi masalah apakah asas tersebut populer atau tidak, saya akan selalu mempertahankan asas yang benar, bahkan jika saya berdiri sendirian di dalam hal itu.”4
Sebagai sebuah Gereja dan suatu umat adalah perlu bagi kita untuk menjadi bijaksana, dan untuk mengupayakan untuk mengetahui kehendak Allah, dan kemudian bersedia untuk melakukannya; karena ‘yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya,’ kata Tulisan Suci. ‘Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa,’ firman Juruselamat kita, ‘supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia’ [lihat Lukas 11:28; 21:36]. Jika Henokh, Abraham, Musa, dan anak-anak Israel, serta semua umat Allah diselamatkan dengan mematuhi perintah-perintah Allah, kita, jika pun diselamatkan, akan diselamatkan berdasarkan asas yang sama. Sebagaimana Allah memerintah Abraham, Ishak dan Yakub sebagai keluarga, dan anak-anak Israel sebagai sebuah bangsa; demikianlah kita, sebagai sebuah Gereja, harus berada di bawah bimbingan-Nya jika kita ingin makmur, terlindungi dan didukung. Satu-satunya kepercayaan kita dapatlah pada Allah; satu-satunya kebijaksanaan kita diperoleh dari-Nya; dan Dia sendirilah harus menjadi pelindung dan pengaman kita, secara rohani dan jasmani, atau kita terjatuh.
Kita telah didera oleh tangan Allah sebelumnya karena tidak mematuhi perintah-perintah-Nya, meskipun kita tidak pernah menyalahi hukum manusia apa pun, atau melanggar ajaran manusia apa pun; namun kita telah menganggap remeh perintah-perintah-Nya, dan menyimpang dari tata cara-tata cara-Nya, dan Tuhan telah mendera kita dengan parah, dan kita telah merasakan lengan-Nya serta menerima deraan-Nya dengan rendah hati; marilah kita bijak di masa mendatang dan senantiasa ingat bahwa ‘mendengarkan lebih baik daripada kurban sembelihan, memerhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan’ [1 Samuel 15:22].”5
“Sewaktu diberi petunjuk, kita harus mematuhi suara itu, mengamati hukum kerajaan Allah, agar berkat surga boleh berdiam di atas kita. Semua harus bertindak dalam kebersamaan, atau tidak sesuatu pun dapat dilakukan, dan hendaknya bergerak menurut Imamat kuno; karenanya para Orang Suci hendaknya menjadi umat pilihan, terpisah dari segala kejahatan dunia— terpilih, bajik, dan kudus. Tuhan akan menjadikan Gereja Yesus Kristus suatu kerajaan para Imam, suatu bangsa yang kudus, suatu angkatan yang terpilih [lihat Keluaran 19:6; 1 Petrus 2:9], seperti di zaman Henokh, memiliki semua karunia sebagaimana digambarkan kepada Gereja dalam surat-surat dan ajaran-ajaran Paulus kepada jemaat di zamannya.”6
“Siapa pun boleh percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putra Allah, dan menjadi bahagia dalam kepercayaan itu, namun tidak mematuhi perintah-perintah-Nya, dan pada akhirnya dipangkas karena ketidakpatuhan terhadap persyaratan kesalehan Tuhan.”7
“Bajiklah dan murnilah; jadilah orang-orang dengan integritas dan kebenaran; taatilah perintah Allah; dan kemudian Anda akan lebih mampu secara lebih sempurna untuk mengerti perbedaan antara benar dan salah—antara hal-hal Allah dan hal-hal manusia; dan jalan Anda akan seperti jalan orang yang benar, yang bersinar semakin dan semakin terang sampai hari yang sempurna [rembang tengah hari] [lihat Amsal 4:18].”8
Penatua Wilford Woodruff, sementara melayani sebagai anggota Kuorum Dua Belas, melaporkan: “Presiden Joseph … membacakan perumpamaan pokok anggur dan ranting-rantingnya [lihat Yohanes 15:1–8], dan menjelaskannya, serta berkata, ‘Jika kita mematuhi perintah-perintah Allah, kita hendaknya menghasilkan buah dan menjadi teman-teman Allah, serta tahu apa yang Tuhan kita telah lakukan.’”9
Allah memberi hukum yang akan mempersiapkan kita bagi perhentian kekal jika kita mematuhinya.
“Allah tidak akan memerintahkan apa pun, melainkan yang telah secara khusus disesuaikan di dalamnya sendiri, untuk meningkatkan keadaan setiap orang dalam kondisi apa pun dia didapatkan, tidak masalah di kerajaan atau negara mana dia berada.”10
“Hukum surga disajikan kepada manusia, dan hal semacam itu menjamin bagi semua yang mematuhinya suatu pahala yang jauh melampaui pertimbangan duniawi apa pun; meskipun itu tidak menjanjikan bahwa yang percaya dalam setiap zaman hendaknya terbebas dari kesengsaraan dan kesulitan yang muncul dari sumber-sumber berbeda sebagai akibat dari tindakan orangorang yang jahat di bumi. Tetaplah di tengah semua ini ada janji yang didasarkan pada kenyataan bahwa itu adalah hukum surga, yang jauh melampaui hukum manusia, sejauh kehidupan kekal terhadap yang jasmani; dan sebagaimana berkat-berkat yang Allah mampu berikan, adalah lebih besar daripada yang dapat diberikan oleh manusia. Kemudian, tentunya, jika hukum manusia mengikat terhadap manusia sewaktu diakui, betapa lebih lagi seharusnya hukum surga! Dan sebagaimana hukum surga itu lebih sempurna daripada hukum manusia, sedemikian lebih besar pastilah pahalanya jika dipatuhi …. Hukum Allah menjanjikan kehidupan itu yang adalah kekal, bahkan suatu warisan di tangan kanan Allah sendiri, aman dari semua kuasa dari yang jahat .…
… Allah menyimpan suatu masa, atau periode yang ditetapkan dalam dada-Nya sendiri, sewaktu Dia akan membawa semua bawahan-Nya, yang telah mematuhi suara-Nya dan menaati perintah-perintah-Nya, ke dalam perhentian selestial-Nya. Perhentian ini memiliki kesempurnaan dan kemuliaan yang demikian, sehingga manusia memerlukan adanya persiapan sebelum dia dapat, menurut hukum kerajaan itu, memasukinya dan menikmati berkat-berkatnya. Karena demikian faktanya, Allah telah memberikan hukum-hukum tertentu bagi keluarga umat manusia, yang, jika diamati, adalah memadai untuk menyiapkan mereka untuk mewarisi perhentian ini. Ini, makanya, kami simpulkan, adalah tujuan Allah dalam memberikan hukum-Nya kepada kita …. Semua perintah yang termuat dalam hukum Tuhan, memiliki janji pasti yang dikaitkan dengan sebuah pahala bagi semua yang patuh, didasarkan pada kenyataan bahwa itu adalah benar-benar janji dari sosok Makhluk yang tidak dapat berdusta, Sosok yang amat mampu untuk memenuhi setiap bagian dari firman-Nya.”11
Joseph Smith mengajarkan yang berikut di bulan April 1843, yang belakangan dicatat dalam Ajaran dan Perjanjian 130:20–21: “Ada suatu hukum, yang ditentukan secara pasti di surga sebelum dunia dijadikan, yang ke atasnya semua berkat ditautkan—Dan apabila kita memperoleh suatu berkat dari Allah, maka hal itu adalah karena ketaatan terhadap hukum itu atas mana hal itu ditautkan.”12
“Semua berkat yang ditetapkan bagi manusia oleh Dewan Surga adalah dengan syarat kepatuhan terhadap hukum tersebut.”13
Mereka yang setia sampai akhir akan menerima mahkota kesalehan.
“Hiduplah dalam kepatuhan ketat terhadap perintah-perintah Allah, dan berjalanlah dengan rendah hati di hadapan-Nya, dan Dia akan mempermuliakan engkau pada waktu tepat-Nya sendiri.”14
“Betapa seharusnya manusia berhati-hati mengenai apa yang mereka lakukan di zaman akhir, agar jangan mereka disangkal terhadap pengharapan mereka, dan mereka yang berpikir mereka berdiri akan terjatuh, karena mereka tidak menaati perintahperintah Tuhan; sementara Anda, yang melakukan kehendak Tuhan dan menaati perintah-Nya, perlu bersukacita dengan sukacita yang tak terkatakan, karena yang demikian akan dipermuliakan amat tinggi, dan akan ditinggikan dalam kemenangan di atas semua kerajaan dari dunia ini.”15
“Dalam pasal 22 dari kisah [Matius] mengenai Mesias, kita mendapati kerajaan surga dipersamakan dengan seorang raja yang menyiapkan perjamuan kawin bagi putranya [lihat Matius 22:2–14]. Bahwa putranya ini adalah Mesias tidak akan diperdebatkan, karena kerajaan surgalah yang dimaksudkan dalam perumpamaan tersebut; dan bahwa Orang Suci, atau mereka yang didapati setia kepada Tuhan, adalah perorangan yang akan didapati layak untuk mewarisi sebuah tempat duduk pada perjamuan kawin tersebut, terbukti dalam perkataan Yohanes dalam Kitab Wahyu di mana dia menyatakan bahwa suara yang didengarnya di surga adalah seperti ‘himpunan besar orang banyak,’ atau seperti ‘deru guruh yang hebat, katanya: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus, yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” [Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus]’ [Wahyu 19:6–8].
Bahwa mereka yang mematuhi perintah-perintah Tuhan dan berjalan dalam hukum-Nya hingga akhir, adalah satu-satunya individu yang diperkenankan untuk duduk pada perjamuan agung ini, terbukti dari pokok-pokok berikut dalam surat terakhir Paulus kepada Timotius, yang dituliskan tepat sebelum kematiannya,—dia mengatakan: ‘Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya, tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya’ [2 Timotius 4:7–8]. Tidak seorang pun yang memercayai catatan itu, akan meragukan sedetik pun pernyataan tegas Paulus yang dibuat, seperti diketahuinya, tepat sebelum dia akan meninggalkan dunia ini. Meskipun dia pernah, menurut perkataannya sendiri, menganiaya Gereja Allah dan merusaknya, namun setelah memeluk iman, kerjanya tak pernah henti untuk menyebarkan berita yang agung tersebut: dan seperti seorang serdadu yang setia, ketika dipanggil untuk memberikan nyawanya dalam perkara yang telah dianutnya, dia meletakkannya, seperti dikatakannya, dengan suatu kepastian akan mahkota kekal.
Ikutilah kerja dari Rasul ini sejak saat keinsyafannya hingga saat kematiannya, dan Anda akan memiliki sebuah contoh yang baik mengenai ketekunan dan kesabaran dalam penyebaran Injil Kristus. Dicemooh, dicambuki, dan disesah, pada saat dia lolos dari tangan para penganiayanya dia tetap terus bersemangat mempermaklumkan ajaran Juruselamat. Dan semua boleh tahu bahwa dia tidak memeluk iman demi kehormatan dalam kehidupan ini, tidak juga demi perolehan benda duniawi. Lalu, apa yang dapat menyebabkannya melakukan semua kerja keras ini? Itu adalah, seperti dikatakannya, agar dia boleh mendapatkan mahkota kebenaran dari tangan Allah. Tidak seorang pun, kami kira, akan meragukan kesetiaan Paulus hingga akhir. Tak seorang pun akan mengatakan bahwa dia tidak memelihara iman, bahwa dia tidak mengakhiri pertandingan yang baik, bahwa dia tidak berkhotbah dan membujuk hingga akhir. Dan apa yang akan diterimanya? Sebuah mahkota kebenaran ….
Renungkan untuk sejenak, saudara sekalian, dan tanyakan, apakah Anda akan menganggap diri Anda sendiri layak [akan] sebuah tempat duduk di perjamuan kawin bersama Paulus dan yang lainnya seperti dia, jika Anda telah tidak setia? Jika Anda tidak mengakhiri pertandingan yang baik, dan memelihara iman, dapatkah Anda berharap untuk menerima? Apakah Anda memiliki janji menerima mahkota kebenaran dari tangan Tuhan, bersama Gereja Putra Sulung? Di sinilah, kita memahami, bahwa Paulus menyandarkan harapannya kepada Kristus, karena dia telah memelihara iman, dan merindukan kedatangan-Nya dan dari tangan-Nya dia mendapatkan sebuah janji menerima mahkota kebenaran ….
“… Mereka di zaman dahulu, meskipun dianiaya dan disengsarakan oleh manusia, memperoleh dari Allah janji-janji dengan bobot dan kemuliaan yang sedemikian, sehingga hati kita sering dipenuhi dengan rasa syukur bahwa kita bahkan diperkenankan untuk memandangnya sementara kita merenungkan bahwa tidak ada pandang bulu dalam pandangan-Nya, dan bahwa dalam setiap bangsa, dia yang takut akan Allah dan mengerjakan kebenaran, diterima oleh-Nya [lihat Kisah Para Rasul 10:34–35] .…
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa akan ada satu hari ketika semua orang akan dihakimi atas perbuatan mereka, dan diberi pahala menurut hal yang sama; bahwa mereka yang telah mempertahankan iman akan dimahkotai dengan mahkota kebenaran; dikenakan busana putih; diterima dalam perjamuan kawin; bebas dari setiap kesengsaraan, dan memerintah bersama Kristus di bumi, yang, menurut janji kuno, mereka akan mengambil bagian buah dari pokok anggur yang baru di kerajaan agung bersama-Nya; setidaknya kita menemukan bahwa janji-janji seperti itu dibuat bagi para Orang Suci zaman dahulu. Dan meskipun kita tidak dapat menuntut hak terhadap janji-janji ini yang telah dibuat bagi orang-orang zaman dahulu, karena itu bukanlah milik kita, hanya karena itu dibuat untuk para Orang Suci zaman dahulu, namun jika kita adalah anak-anak dari Yang Mahatinggi, dan dipanggil dengan panggilan yang sama yang dengannya mereka dipanggil, dan memeluk perjanjian yang sama yang mereka peluk, dan setia kepada kesaksian akan Tuhan kita seperti juga mereka, kita dapat mendekati Bapa di dalam nama Kristus sebagaimana mereka telah mendekati Dia, dan bagi diri kita sendiri memperoleh janji-janji yang sama.
Janji-janji ini, jika diperoleh, jika pernah kita peroleh, bukanlah karena Petrus, Yohanes, dan para Rasul lainnya … berjalan dalam rasa takut akan Allah serta memiliki kuasa dan iman untuk mengatasi dan memperolehnya; tetapi itu akanlah karena kita, kita sendiri, memiliki iman dan mendekati Allah di dalam nama Putra-Nya, Yesus Kristus, bahkan seperti yang mereka lakukan; dan ketika janji-janji ini diperoleh, itu akan merupakan janji-janji yang langsung kepada kita, atau itu tidak akan ada gunanya. Itu akan dikomunikasikan demi manfaat kita, sebagai milik kita sendiri (melalui karunia Allah), berhak diterima karena ketekunan kita sendiri dalam menaati perintah-perintah-Nya, dan berjalan dengan lurus di hadapan-Nya.”16
“Kami akan mengingatkan Anda, saudara sekalian, mengenai kelelahan, cobaan, kemelaratan, dan penganiayaan, yang ditanggung oleh para orang suci zaman dahulu untuk tujuan utama membujuk manusia akan keunggulan dan kepatutan dari iman kepada Kristus, jika menurut pendapat kami adalah perlu, atau jika itu akan membantu dalam hal apa pun untuk merangsang Anda untuk bekerja di kebun anggur Tuhan dengan lebih banyak ketekunan. Tetapi kami memiliki alasan untuk percaya (jika Anda menjadikan tulisan suci kudus suatu bagian yang memadai dari pembelajaran Anda), bahwa ketabahan mereka diketahui oleh Anda semua; seperti juga bahwa mereka bersedia untuk mengurbankan kehormatan dan kenikmatan yang tersedia dari dunia ini, agar mereka boleh memperoleh kepastian untuk mendapatkan mahkota kehidupan dari tangan Tuhan kita; dan teladan amat baik mereka dalam bekerja, yang menyatakan semangat mereka kepada kita dalam perkara yang mereka peluk, haruslah setiap hari Anda upayakan untuk mengikutinya. Dan bukan saja teladan ini dari para Orang Suci, tetapi juga perintah-perintah Tuhan kita, kami harap terus-menerus berkecamuk dalam hati Anda, mengajarkan Anda, bukan saja kehendak-Nya dalam mempermaklumkan Injil-Nya, tetapi juga kelembutan dan jalan sempurna-Nya di hadapan semua, bahkan pada saat-saat penganiayaan dan perundungan parah itu yang ditimpakan ke atas-Nya oleh suatu angkatan yang jahat dan berzina.
Ingatlah, saudara sekalian, bahwa Dia telah memanggil Anda kepada kekudusan; dan perlukah kami mengatakan, untuk menjadi seperti Dia dalam kemurnian? Betapa bijaknya, betapa kudusnya; betapa murninya, dan betapa sempurnanya, makanya, hendaknya Anda membawa diri Anda sendiri dalam pandangan-Nya; dan ingatlah, pula, bahwa mata-Nya selalu terarah kepada Anda. Memandang semua fakta ini dalam terang yang tepat, Anda tidak dapat menjadi tidak peka, bahwa tanpa suatu penganutan ketat terhadap semua persyaratan ilahi-Nya, Anda dapat, pada akhirnya, ditemui dalam kepapaan; dan jika demikian, Anda akan mengakui, bahwa bagian Anda akan diundikan di antara para hamba yang tidak berguna. Kami memohon kepada Anda, karenanya, saudara sekalian, untuk memperbaiki segala hal yang dipercayakan dalam tugas pengawasan Anda, agar Anda tidak kehilangan pahala Anda.”17
Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran
Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.
-
Bacalah alinea pertama di halaman 184, memusatkan pada aturan yang telah diambil Joseph Smith bagi kehidupannya. Pikirkan tentang perintah tertentu yang baru-baru ini Anda terima, melalui perkataan para nabi yang hidup atau bisikan Roh Kudus. Bagaimana Anda telah diberkati ketika Anda telah mematuhi perintah ini tanpa keraguan?
-
Ulaslah alinea kedua di halaman 184. Mengapa kita kadangkadang harus “berdiri sendirian” untuk “mempertahankan asas yang benar”? Dalam cara apa kita tidak sendirian pada saat-saat seperti itu? (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 184–186). Bagaimana kita dapat membantu anak-anak dan remaja tetap setia kepada asas-asas Injil bahkan ketika tidaklah populer untuk melakukannya?
-
Pelajarilah bagian yang dimulai di halaman 187. Untuk alasan apa Allah memberi kita perintah? Mengapa hendaknya kita mematuhi perintah-Nya?
-
Ulaslah ajaran Joseph Smith mengenai Matius 22:2–14 dan 2 Timotius 4:7–8 (hlm. 188–193). Renungkan bagaimana perasaan Anda jika diterima dalam perjamuan kawin tersebut. Kita harus menjadi orang seperti apa agar layak untuk diterima? Apa menurut Anda artinya mengakhiri pertandingan yang baik dan memelihara iman? Pikirkan mengenai seseorang yang Anda kenal yang telah mengakhiri pertandingan yang baik dan memelihara iman. Apa yang dapat Anda pelajari dari orang ini?
-
Nabi Joseph mendorong kita untuk mengingat bahwa Tuhan telah “memanggil [kita] kepada kekudusan” (hlm. 193). Apa artinya bagi Anda dipanggil kepada kekudusan? Bagaimana ingatan kita terhadap “panggilan” ini menciptakan perbedaan dalam kehidupan kita? dalam kehidupan anggota keluarga kita dan teman-teman kita?
Tulisan Suci Terkait: Keluaran 20:1–17; Yohanes 7:17; 1 Nefi 3:7; A&P 58:26–29; Abraham 3:25