Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 43: ‘Dia Adalah Seorang Nabi Allah’: Orang-Orang yang Sezaman dengan Joseph Smith Bersaksi mengenai Misi Kenabiannya


Bab 43

“Dia Adalah Seorang Nabi Allah”: Orang-Orang yang Sezaman dengan Joseph Smith Bersaksi mengenai Misi Kenabiannya

“Saya merasa ingin berteriak, haleluya, sepanjang waktu, ketika saya berpikir bahwa saya pernah mengenal Joseph Smith, sang Nabi.” (Brigham Young)

Dari Kehidupan Joseph Smith

Di Nauvoo, para Orang Suci sering berkumpul bersama untuk mendengarkan Nabi Joseph Smith berbicara kepada mereka. Karena tidak ada bangunan di Nauvoo yang cukup besar untuk menampung semua Orang Suci, Nabi sering berbicara di tempat terbuka. Dia sering berbicara di sebuah hutan kecil yang terletak di sebelah barat dari bait suci, tempat ribuan orang dapat berhimpun. Sebuah mimbar yang bisa dipindah-pindah dibuat untuk para pembesar Gereja dan pembicara, dan jemaat duduk di rumput atau di atas batang kayu atau batu bata. Nabi juga berbicara di tempat-tempat lain di Nauvoo, termasuk di bait suci yang belum rampung serta rumah-rumah pribadi. Seorang pengunjung ke Nauvoo di awal tahun 1843 melaporkan bahwa dia melihat sebuah pertemuan yang diadakan “di lantai dasar ruang bawah tanah Bait Suci, dan kemudian Nabi sering berkhotbah.”1

Sewaktu Nabi berbicara di tempat terbuka, dia sering memulai ceramahnya dengan meminta para Orang Suci untuk berdoa agar angin atau hujan dapat ditenangkan sampai dia selesai berbicara. Pada sebuah konferensi yang diadakan di Nauvoo pada tanggal 8 April 1843, Nabi memulai amanatnya dengan mengatakan: “Saya mempunyai tiga permintaan dari jemaat ini: Yang pertama, agar semua orang yang beriman mau mengerahkannya dan berdoa kepada Tuhan untuk menenangkan angin; karena sebagaimana angin bertiup saat ini, saya tidak dapat berbicara cukup lama tanpa secara serius membahayakan kesehatan saya; yang berikutnya adalah agar saya boleh mendapatkan doa-doa Anda agar Tuhan mau menguatkan paru-paru saya, sehingga saya dapat membuat Anda semua mendengar; dan yang ketiga adalah, agar Anda mau berdoa agar Roh Kudus bersemayam di atas diri saya, sehingga memungkinkan saya untuk memaklumkan hal-hal itu yang adalah benar.”2

Penugasan Nabi untuk berbicara amatlah penting bagi para anggota Gereja, dan dia kadang-kadang berbicara kepada jemaat yang jumlahnya mencapai beberapa ribu orang. “Tidak seorang pun yang mendengarkan dia pernah lelah akan ceramah-ceramahnya,” kenang Parley P. Pratt. “Saya sempat mengetahui dia mempertahankan jemaat yang terdiri dari pendengar yang bersedia dan penuh semangat selama berjam-jam untuk tetap berkumpul bersama, di tengah cuaca dingin atau sinar matahari, hujan atau angin, sementara mereka tertawa pada satu waktu dan menangis pada waktu berikutnya.”3 Alvah J. Alexander, yang adalah seorang anak pada tahun-tahun di Nauvoo, mengenang bahwa “tidak ada hiburan atau permainan yang sedemikian menariknya bagi saya seperti mendengar dia berbicara.”4

Amasa Potter mengenang saat hadir pada suatu khotbah yang penuh kekuatan yang dikhotbahkan Nabi Joseph Smith kepada sekelompok besar Orang Suci di Nauvoo:

“Ketika [Nabi] telah berbicara selama 30 menit datanglah terpaan angin dan badai yang keras. Debunya begitu pekat sehingga kami tidak bisa melihat satu sama lain pada jarak apa pun, dan beberapa orang mulai pergi ketika Joseph berseru kepada mereka untuk berhenti dan membiarkan doa-doa mereka naik kepada Allah Yang Mahakuasa agar angin bisa berhenti bertiup dan hujan berhenti turun, dan akan terjadilah demikian. Dalam waktu beberapa menit angin dan hujan berhenti dan cuaca menjadi tenang bagaikan pagi di musim panas. Badai itu membelah serta mengarah ke utara dan selatan kota, dan kami dapat melihat di kejauhan pohon-pohon serta semak-semak melambai-lambai diterpa angin, sementara kami berada dalam keadaan tenang selama satu jam, dan pada waktu itu salah satu khotbah yang terbesar yang pernah keluar dari bibir Nabi dikhotbahkan mengenai topik orang yang telah meninggal.”5

Para Orang Suci yang mendengar Nabi Joseph Smith berbicara memberikan kesaksian yang penuh kekuatan dan gamblang tentang misi kenabiannya. Banyak di antara mereka mencatat kenangan mereka mengenai ceramah-ceramah yang mereka dengar diberikannya serta pengalaman-pengalaman yang mereka miliki bersamanya, karena mereka ingin generasi-generasi berikutnya untuk mengetahui, sebagaimana mereka tahu, bahwa Joseph Smith benar-benar adalah seorang Nabi Allah.

Kesaksian mengenai Joseph Smith

Seperti para Orang Suci terdahulu, kita dapat mengetahui bahwa Joseph Smith adalah Nabi melalui siapa Tuhan memulihkan kegenapan Injil.

Brigham Young, Presiden Gereja yang kedua: “Saya merasa ingin berteriak, haleluya, sepanjang waktu, ketika saya berpikir bahwa saya pernah mengenal Joseph Smith, sang Nabi yang Tuhan telah bangkitkan dan tahbiskan, serta kepada siapa Dia memberikan kunci dan kuasa untuk membangun kerajaan Allah di surga dan mendukungnya. Kunci-kunci ini dipercayakan kepada umat ini, dan kita memiliki kuasa untuk meneruskan pekerjaan yang Joseph mulai.”6

Eliza R. Snow, presiden umum Lembaga Pertolongan dari 1866 sampai 1887: “Dalam perkara kebenaran dan kesalahan— dalam segala yang akan bermanfaat bagi sesamanya, integritasnya sama teguhnya dengan pilar-pilar Surga. Dia tahu bahwa Allah telah memanggilnya bagi pekerjaan tersebut, dan segala kekuatan bumi dan neraka digabungkan, gagal untuk menghalangi atau mengalihkannya dari tujuannya. Dengan bantuan Allah dan saudara-saudaranya, dia meletakkan landasan dari pekerjaan terbesar yang pernah ditegakkan oleh manusia—sebuah pekerjaan yang menjangkau bukan saja kepada semua orang yang hidup, dan kepada semua generasi yang akan datang, tetapi juga kepada mereka yang telah meninggal.

Dia dengan lugas dan gamblang menentang tradisi yang keliru, takhayul, agama, kefanatikan dan sikap masa bodoh dunia— membuktikan dirinya setia kepada setiap asas yang diungkapkan surga—setia kepada saudara-saudaranya dan setia kepada Allah, kemudian memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya.”7

Bathsheba W. Smith, presiden umum Lembaga Pertolongan dari 1901 sampai 1910: “Saya mengenal dia sebagai apa yang diakuinya—seorang nabi Allah yang sejati, dan Tuhan melalui dia memulihkan Injil yang abadi serta setiap tata cara dan endowmen yang akan menuntun kita ke dalam kerajaan Selestial.”8

Wilford Woodruff, Presiden Gereja yang keempat: “Saya merasa perlu bersukacita dengan sangat besar pada apa yang saya lihat mengenai Brother Joseph, karena dalam karier publik dan pribadinya dia membawa bersamanya Roh dari Yang Mahakuasa, dan dia menyatakan kebesaran jiwa yang belum pernah saya lihat sebelumnya dalam diri siapa pun.”9

Daniel D. McArthur, seorang anggota Gereja terdahulu yang kemudian memimpin salah satu rombongan kereta tangan yang pertama ke Salt Lake City: “Kesaksian saya adalah bahwa dia seorang Nabi yang sejati dari Allah yang hidup; dan semakin banyak saya mendengar perkataannya serta melihat perbuatannya saya semakin diyakinkan bahwa dia sesungguhnya telah melihat Allah Bapa dan Putra-Nya, Yesus Kristus, seperti halnya para malaikat kudus Allah .… Selalu terasa oleh saya bahwa kalau pun saya mengetahui sesuatu secara pasti di atas bumi ini, tentunya saya tahu bahwa dia adalah seorang Nabi.”10

Alexander McRae, salah seorang yang ditawan dalam Penjara Liberty bersama Joseph Smith: “Begitulah kepercayaan kami kepada [Joseph Smith] sebagai seorang Nabi, sehingga ketika dia berkata, ‘Demikianlah firman Tuhan,’ kami yakin bahwa itu akan terjadi sebagaimana yang dikatakannya; dan semakin kami mencobanya, semakin besar kepercayaan yang kami miliki, karena kami tidak pernah mendapati perkataannya gagal dalam satu kesempatan pun.”11

Lyman O. Littlefield, seorang anggota Kemah Sion: “Segenap energi dari jiwanya terserap ke dalam pekerjaan zaman akhir yang agung yang padanya dia telah dipanggil oleh Majikannya yang Ilahi.”12

Mary Alice Cannon Lambert, seorang anggota baru dari Inggris yang berimigrasi ke Nauvoo pada tahun 1843: “Saya pertama kali melihat Joseph Smith pada Musim Semi tahun 1843. Ketika kapal yang kami tumpangi menyusuri Sungai Mississippi mencapai daratan di Nauvoo, beberapa saudara pemimpin ada di sana untuk menyambut rombongan orang suci yang datang dengannya. Di antara para pemimpin itu ada Nabi Joseph Smith. Saya mengenali dia segera pada saat mata saya menatapnya, dan pada waktu itu saya menerima kesaksian saya bahwa dia adalah seorang Nabi Allah .… Dia tidak ditunjukkan kepada saya. Saya mengenali dia di antara semua pria lainnya, dan meskipun masih kanak-kanak (saya baru berusia 14 tahun) saya tahu bahwa saya telah melihat seorang Nabi Allah.”13

Angus M. Cannon, seorang anggota Gereja yang tinggal di Nauvoo di masa remaja dan yang kemudian menjadi seorang presiden wilayah di Salt Lake City: “Pada satu kesempatan secara khusus saya ingat Brother Joseph ketika dia berbicara kepada suatu himpunan Orang Suci, di musim semi tahun 1844. Itu di bawah pohon oak yang besar, di lembah sebelah selatan Bait Suci, dekat jalan Parley. Dia sedang berceramah mengenai kenyataan bahwa Allah, dalam menegakkan Gereja-Nya, telah menyediakan hanya satu orang yang diberi wewenang, oleh Allah, untuk menerima wahyu-wahyu yang akan mengikat terhadap Gereja .… Pada kesempatan yang sama inilah saya mendengar Nabi memaklumkan bahwa dia telah menerima Imamat Melkisedek, di bawah pelayanan Petrus, Yakobus, dan Yohanes.

Kesan yang diciptakan di benak muda saya dalam ucapan terilhami Joseph Smith telah menyertai saya sepanjang hidup saya sesudahnya; dan ketika kegelapan bisa tanpanya mengaburkan pikiran saya, kesaksiannya telah muncul dengan jelasnya di hadapan saya, memberi saya bukti bahwa Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir telah ditegakkan dan diatur dengan kuasa serta wewenang Allah yang dinyatakan.”14

Hyrum Smith, kakak Nabi dan Bapa Bangsa bagi Gereja: “Ada nabi-nabi sebelumnya, tetapi Joseph memiliki roh dan kuasa dari semua nabi.”15

Joseph Smith adalah teladan yang dapat kita ikuti dalam mengembangkan watak seperti Kristus.

Parley P. Pratt, seorang anggota Kuorum Dua Belas Rasul dari 1835 sampai 1857: “Presiden Joseph Smith secara fisik bersosok tinggi dan kekar, kuat dan aktif; memiliki kulit yang terang, rambut yang berwarna terang, mata biru, jenggot yang sangat sedikit, dan memiliki raut muka yang khas bagi dirinya sendiri .… Wajahnya senantiasa lembut, ramah, bercahaya dengan kecerdasan dan keluhuran; berbaur dengan suatu penampilan yang penuh minat dan sebuah senyuman yang tak disadari, atau keceriaan, dan sepenuhnya bebas dari semua penahanan diri atau kepura-puraan yang memberatkan; dan ada sesuatu yang berkaitan dengan tatapan matanya yang tenang dan tetap, seolah dia akan menembus relung yang terdalam dari hati manusia, menatap ke dalam kekekalan, menembus surga, dan memahami segala dunia. Dia memiliki keberanian dan kemandirian watak yang terhormat, sikapnya lepas dan akrab; tegurannya mengerikan bagaikan singa; keluhurannya tak berbatas bagaikan samudra; kecerdasannya universal.”16

John Needham, seorang anggota baru terdahulu dari Inggris: “Joseph Smith adalah orang yang hebat, orang yang berprinsip, orang yang lugas; bukan pria bermuka panjang [murung], tetapi bahkan kebalikannya. Memang banyak orang yang tersandung karena dia adalah seseorang yang begitu lugas, berbicara apa adanya, dan ceria, tetapi itu membuat saya semakin mengasihinya.”17

Emmeline B. Wells, presiden umum Lembaga Pertolongan dari 1910 sampai 1921: “Saya … bersaksi bahwa dia adalah orang yang terhebat dan nabi yang terhebat serta sosok yang terhebat dalam generasi ini, yang terhebat, saya merasa aman mengatakannya, sejak zaman Juruselamat. Kemegahannya dalam penampilan adalah sesuatu yang menyenangkan. Anda akan berpikir bahwa dia jauh lebih tinggi dan jauh lebih besar daripada dia adanya. Mungkin banyak dari Anda telah memerhatikan orang yang memiliki pembawaan seperti itu ketika mereka bangkit berdiri dan berjalan. Beginilah adanya dengan Nabi Joseph. Tidak ada gambarnya yang ada yang saya tahu, yang sebanding dengan kerupawanan dan keagungan dari kehadiran sosoknya.”18

Mary Alice Cannon Lambert: “Kasih yang dimiliki para orang suci baginya sulit diungkapkan. Mereka bersedia mempertaruhkan nyawa mereka baginya. Jika dia akan berbicara, setiap tugas akan dikesampingkan agar mereka dapat mendengarkan perkataannya. Dia bukanlah pria biasa. Orang suci dan pendosa samasama merasakan serta mengakui suatu kuasa dan pengaruh yang dia bawa bersamanya. Tidaklah mungkin untuk menemui dia dan tidak terkesan oleh kekuatan kepribadian dan pengaruhnya.”19

John M. Bernhisel, seorang dokter medis yang sempat indekos di rumah Joseph dan Emma di Nauvoo selama beberapa bulan pada tahun 1843 sampai 1844: “Joseph Smith secara sifat adalah seorang pria dengan kekuatan mental yang besar, dan memiliki banyak energi dan ketegasan karakter, kemampuan besar untuk menembus jiwa, serta suatu pengetahuan yang dalam akan sifat manusia. Dia adalah seseorang yang memiliki penilaian yang tenang, pandangan yang luas, dan dikenali secara umum akan kasihnya bagi keadilan. Dia ramah dan suka membantu, murah hati dan luhur, mudah bergaul dan ceria, serta memiliki pemikiran dari karakter yang penuh perenungan dan refleksi. Dia jujur, terbuka, tak gentar dan mandiri, serta sama bebasnya dari kepurapuraan [penampilan palsu] seperti siapa pun yang ada .… Sebagai seorang pengajar keagamaan, seperti juga sebagai seorang manusia, dia amatlah dikasihi oleh umatnya.”20

Jesse N. Smith, sepupu Joseph Smith: “[Nabi] secara tak terbandingkan adalah pria yang paling menyerupai Allah yang pernah saya lihat .… Saya tahu bahwa secara sifat dia tidak mampu untuk berdusta dan menipu, memiliki keramahan dan keluhuran karakter yang paling besar. Saya merasa ketika berada di dekatnya bahwa dia dapat membaca diri saya luar dan dalam. Saya tahu dia adalah segala yang diakuinya mengenai dirinya.”21

William Clayton, seorang anggota baru Inggris yang melayani sebagai juru tulis bagi Joseph Smith: “Semakin sering saya berada bersamanya, saya semakin mengasihinya; semakin banyak saya tahu mengenai dirinya, semakin besar kepercayaan yang saya miliki dalam dirinya.”22

Joseph F. Smith, Presiden Gereja yang keenam: “Dia berlimpah ruah dengan sifat manusia yang paling luhur dan paling murni, yang sering kali menemukan pelepasan dalam hiburan kesenangan yang naif—dalam bermain bola, dalam bergulat dengan saudarasaudara lelakinya serta bergumul dengan mereka, dan menikmatinya; dia bukanlah seperti seseorang yang bertonggak kaku di punggungnya, dan dengan wajahnya terpancang dingin sehingga tidak dapat tersenyum, sehingga tidak ada sukacita dalam hatinya. Ah, dia penuh sukacita; dia penuh kegembiraan; dia penuh kasih serta setiap sifat luhur yang menjadikannya orang hebat dan baik, serta pada saat yang sama sederhana dan naif, sehingga dia dapat turun ke keadaan yang paling rendah; dan dia memiliki kuasa, melalui kasih karunia Allah, untuk memahami pula tujuan Yang Mahakuasa. Inilah karakter dari Nabi Joseph Smith.”23

Sebagai Nabi yang melaluinya Injil dipulihkan, Joseph Smith mengajarkan Rencana Keselamatan Allah dengan kejelasan dan kuasa.

Brigham Young: “Keunggulan dari kemuliaan karakter Brother Joseph Smith adalah bahwa dia dapat menyederhanakan hal-hal surgawi agar dapat dipahami manusia fana. Ketika dia berkhotbah kepada umat—mengungkapkan hal-hal Allah, kehendak Allah, Rencana Keselamatan, tujuan-tujuan Yehova, hubungan yang membuat kita terkait kepada-Nya dan semua makhluk surga—dia menyederhanakan ajaran-ajarannya sesuai dengan kemampuan semua pria, wanita dan anak, menjadikannya sejelas sebuah jalan yang terbentuk dengan baik. Ini seharusnya telah meyakinkan setiap orang, yang pernah mendengarkannya, mengenai wewenang dan kuasa ilahinya, karena tidak ada orang lain yang mampu mengajar sebagaimana dia dapat melakukannya, dan tidak seorang pun dapat mengungkapkan hal-hal Allah, kecuali melalui wahyu Yesus Kristus.”24

Howard Coray, seorang juru tulis bagi Joseph Smith: “Saya telah mempelajari Injil sebagaimana diungkapkan oleh Joseph Smith serta bertanya-tanya apakah mungkin bagi siapa pun yang tidak dibantu oleh Roh Allah untuk mengungkapkan sistem keselamatan dan permuliaan bagi manusia seperti itu. Kesimpulan saya adalah tidak. Saya duduk dan mendengarkan khotbahnya di mimbar di Nauvoo banyak kali ketika saya telah sepenuhnya terbawa oleh kefasihannya yang tak terlukiskan— kekuatan pernyataan—berbicara seperti yang belum pernah saya dengar orang lain berbicara.”25

Joseph L. Robinson, seorang penasihat dalam keuskupan di Nauvoo: “Kami telah sejak lama percaya dan sungguh tahu bahwa Joseph Smith adalah seorang Nabi Allah yang sejati dan rendah hati, tetapi sekarang mata kami benar-benar melihatnya, serta telinga kami mendengar suaranya, yang adalah bagaikan suara petir yang perkasa dari Surga, namun tutur bahasanya lembut dan penuh petunjuk, banyak meneguhkan. Tetapi ada kuasa dan kemegahan yang menyertai kata-kata dan khotbahnya yang belum pernah kami lihat dalam diri orang lain sebelumnya, karena dia seorang Nabi yang perkasa, seorang pria Allah yang kudus. Dia benar-benar telah dididik dalam banyak hal berkaitan dengan kerajaan Allah dan amat dipenuhi dengan Roh Kudus, yang merupakan rekan yang terus menyertai.”26

Orson Spencer, seorang pendeta Baptis yang bergabung dengan Gereja pada tahun 1841: “Dalam ajaran, Tuan Smith terkenal berpegang pada tulisan suci. Saya tidak pernah mendengar dia menyangkal atau merendahkan satu kebenaran pun dari Perjanjian Lama dan Baru; tetapi saya senantiasa mendengarnya menjelaskan dan membelanya dengan cara yang piawai. Diurapi oleh Allah, untuk tujuan mengajarkan dan menyempurnakan Gereja, perlulah bahwa dia harus tahu cara menertibkan hal-hal yang kurang untuk memunculkan hal-hal yang baru dan lama, sebagai seorang juru tulis yang diberi petunjuk dengan baik. Jabatan dan kerasulan ini tampaknya dia tingkatkan; dengan sentuhannya para nabi zaman dahulu seolah hidup kembali, serta keindahan dan kuasa dari wahyu-wahyu mereka dibuatnya menyajikan diri dengan minat yang bergairah bagi semua orang yang mendengar.”27

Jonah R. Ball, seorang anggota Gereja yang tinggal di Nauvoo: “Pergi ke pertemuan. Mendengar Nabi berkhotbah di lantai bait suci. Ada beberapa ribu orang yang mendengarnya. Tidak ada kesalahan. Caranya menyingkapkan tulisan suci melampaui segala perhitungan atau kontroversi. Naskahnya adalah pasal pertama dari 2 Petrus. Dia menjelaskannya sejelas matahari [di siang bolong].”28

William Clayton: “Kami telah berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Joseph Smith Jr dan kami senang dengan penemanannya .… Dia adalah … seorang pria berpenilaian sehat serta memiliki kelimpahan kecerdasan, dan sementara Anda mendengarkan pembicaraannya Anda menerima kecerdasan yang meluaskan pikiran Anda dan menyebabkan hati Anda bersuka. Dia amat akrab dan senang memberi petunjuk kepada orang suci yang malang. Saya dapat bercakap-cakap dengannya sama mudahnya dengan saya bercakap-cakap dengan Anda, dan sehubungan dengan kesediaannya untuk menyampaikan petunjuk dia berkata, ‘Saya menerimanya dengan cuma-cuma dan saya akan memberinya dengan cuma-cuma.’ Dia bersedia menjawab pertanyaan apa pun yang saya ajukan kepadanya dan senang ketika kami mengajukan pertanyaan. Dia tampaknya menguasai dengan baik tulisan suci, dan sementara berbincang mengenai topik apa pun, terang dan keindahan yang sedemikian besar terungkap seperti yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Jika saya datang dari Inggris khusus dengan tujuan untuk berbincang dengannya beberapa hari saya merasa telah dibayar dengan pantas bagi kerepotan saya.”29

Mercy Fielding Thompson, seorang anggota baru Inggris yang suaminya, Robert B. Thompson, melayani sebagai juru tulis bagi Joseph Smith: “Saya telah … mendengarkan penjelasannya yang gamblang serta piawai mengenai pertanyaan-pertanyaan yang dalam dan sulit. Baginya segala hal tampaknya sederhana serta mudah dimengerti, dan karenanya dia dapat menjadikannya jelas bagi orang lain melebihi siapa pun yang pernah saya dengar.”30

Seperti para Orang Suci terdahulu, kita dapat menyimpan baik-baik perkataan Joseph Smith serta menjalankan asas-asas yang diajarkannya.

Emmeline B. Wells: “Dalam diri Nabi Joseph Smith, saya percaya saya mengenali kuasa rohani besar yang mendatangkan sukacita dan penghiburan bagi para Orang Suci .… Kuasa Allah bersemayam di atas dirinya sedemikian rupa sehingga dalam banyak kesempatan dia tampaknya seolah-olah berubah rupa. Ekspresinya lembut dan hampir kekanak-kanakan dalam keteduhan; dan ketika berbicara kepada orang-orang, yang mengasihinya sampai mencapai kekaguman, kemuliaan wajahnya tak terlukiskan. Pada kesempatan lain kekuatan besar sikapnya lebih daripada suaranya (yang amat fasih bagi saya), tampaknya mengguncang tempat di atas mana kami berdiri serta menembus jiwa terdalam dari para pendengarnya, dan saya yakin bahwa ketika itu mereka mau menyerahkan nyawanya untuk membelanya. Saya selalu mendengarkan dengan terkesima setiap ucapannya—yang terpilih oleh Allah dalam masa kelegaan terakhir ini.”31

Lorenzo Snow, Presiden Gereja yang kelima: “Pertama kali saya melihat Nabi Joseph adalah semasa remaja saya [sekitar 17 tahun]. Dia sedang berbicara kepada sebuah jemaat kecil. Dia memberi tahu mereka mengenai kunjungan malaikat kepadanya .… Orang-orang senang mendengarnya, karena dia penuh dengan wahyu .… Menurut janji Tuhan, mereka yang menerima asas-asas yang diajarkannya menerima dari Tuhan suatu kesaksian akan kebenarannya.”32

Edward Stevenson, seorang anggota Tujuh Puluh dari 1844 sampai 1897: “Saya pertama kali melihatnya pada tahun 1834 di Pontiac [Michigan] dan kesan yang terbentuk di benak saya pada waktu itu membuat saya sangat senang untuk menyajikan gambaran itu kepada banyak temannya. Kasihnya bagi mereka, sebagai seorang Nabi sejati Allah, amat tergurat dalam benak saya, dan selalu menyertai saya sejak saat itu, meskipun hampir enam puluh tahun sejak itu telah berlalu. Pada tahun yang sama, 1834, di tengah banyak jemaat yang besar, Nabi bersaksi dengan kuasa yang besar mengenai kunjungan Bapa dan Putra, serta pembicaraan yang dialaminya dengan Mereka. Tidak pernah sebelumnya saya merasakan kekuatan semacam itu seperti yang dinyatakan dalam kesempatan ini.”33

Mary Ann Stearns Winters, seorang putri tiri dari Penatua Parley P. Pratt: “Saya berdiri di dekat Nabi sementara dia berkhotbah kepada orang-orang Indian di Hutan Kecil dekat Bait Suci. Roh Kudus menerangi wajahnya sampai bercahaya bagaikan sebuah lingkaran cahaya di sekitarnya, dan perkataannya menembus hati semua orang yang mendengarnya .…

Saya melihat jasad kaku Brother Joseph dan Hyrum ketika mereka terbaring di Rumah Mansion setelah mereka dibawa dari Carthage, dan juga melihat sebagian dari pakaian yang telah mereka kenakan, dinodai dengan darah kehidupan mereka. Saya tahu mereka adalah para pria Allah, Nabi dan Bapa Bangsa, jujur dan setia. Semoga kita layak untuk bertemu mereka di dunia yang akan datang!”34

Wilford Woodruff, melaporkan suatu khotbah pada tanggal 6 April 1837: “Presiden Joseph Smith Jr. bangkit berdiri dan berbicara kepada jemaat untuk kurun waktu tiga jam, berjubahkan kuasa, roh, dan rupa Allah. Dia membukakan benak dan perasaannya di dalam rumah teman-temannya. Dia menyajikan banyak hal yang amat penting kepada benak para penatua Israel. Ah, seandainya itu dapat dituliskan di hati kita bagaikan suatu pena besi untuk bertahan selamanya agar kita dapat menerapkannya dalam kehidupan kita [lihat Ayub 19:23–24]. Sumber terang, asas, dan kebajikan itu yang muncul dari hati dan mulut Nabi Joseph, yang jiwanya bagaikan jiwa Henokh menggembung meluas bagaikan kekekalan—saya katakan, bukti-bukti seperti itu dinyatakan dalam suatu cara yang sedemikian kuatnya sehingga seharusnya mengusir ke dalam kesirnaan setiap partikel ketidakpercayaan dan keraguan dari benak para pendengar, karena tutur kata, perasaan, asas, dan roh seperti itu tidaklah dapat mengalir dari kegelapan. Joseph Smith Jr. adalah seorang Nabi Allah yang dibangkitkan bagi pembebasan Israel sama benarnya dengan hati saya saat ini membara di dalam diri saya.”35

Brigham Young: “Sejak pertama kali saya melihat Nabi Joseph saya tidak pernah kehilangan satu patah kata pun yang datang darinya mengenai kerajaan. Dan inilah kunci pengetahuan yang saya miliki hari ini, bahwa saya mendengarkan perkataan Joseph, serta menyimpannya baik-baik dalam hati saya, menyimpannya, meminta kepada Bapa saya dalam nama Putra-Nya Yesus untuk membawanya ke dalam benak saya ketika dibutuhkan. Saya menyimpan dengan baik hal-hal Allah, dan inilah kunci yang saya pegang hari ini. Saya bersemangat untuk belajar dari Joseph dan Roh Allah.”36

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.

  • Bacalah kesaksian tentang Nabi Joseph Smith di halaman 577–580. Apa yang mengesankan bagi Anda mengenai kesaksian-kesaksian ini? Apa landasan dari kesaksian Anda sendiri mengenai Joseph Smith? Bagaimana Anda mendapatkan kesaksian ini? Anda mungkin ingin menuliskan kesaksian Anda dalam jurnal Anda atau membagikannya kepada keluarga Anda.

  • Halaman 580–582 memuat pernyataan-pernyataan yang menggambarkan penampilan, kepribadian, dan watak Joseph Smith. Bagaimana pernyataan-pernyataan ini memengaruhi perasaan Anda mengenai Joseph Smith? Pikirkan tentang cara-cara Anda dapat mengembangkan beberapa dari sifat-sifat yang sama ini.

  • Pelajari kesaksian mengenai cara Nabi Joseph mengajarkan Injil serta menjelaskan tulisan suci (hlm. 583–585). Bagaimana kesaksian-kesaksian ini dapat membantu kita sewaktu kita belajar dan mengajarkan Injil?

  • Ulaslah bagian terakhir bab ini (hlm. 585–587). Bagaimana Anda dapat mengikuti teladan Wilford Woodruff dan Brigham Young dalam pembelajaran Anda akan buku ini? Bagaimana Anda dapat mengikuti teladan mereka sewaktu Anda mempelajari ajaran-ajaran dari para nabi yang hidup? Menurut Anda apa artinya membiarkan kebenaran “dituliskan di hati kita bagaikan suatu pena besi”?

Tulisan Suci Terkait: 2 Nefi 3:6–19; A&P 24:1–9; 124:1

Catatan

  1. Dikutip dari History of the Church, 5:408; pemakaian huruf besar dimodernkan; dari sepucuk surat oleh seorang koresponden Boston Bee yang tidak menyebutkan nama, 24 Maret 1843, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 Mei 1843, hlm. 200.

  2. History of the Church, 5:339; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 8 April 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards dan William Clayton.

  3. Parley P. Pratt, Autobiography of Parley P. Pratt, diedit oleh Parley P. Pratt Jr. (1938), hlm. 46.

  4. Alvah J. Alexander, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1906, hlm. 541.

  5. Amasa Potter, “A Reminiscence of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 15 Februari 1894, hlm. 132.

  6. Brigham Young, Deseret News, 31 Oktober 1855, hlm. 268.

  7. Eliza R. Snow, “Anniversary Tribute to the Memory of President Joseph Smith,” Woman’s Exponent, 1 Januari 1874, hlm. 117; tanda baca dimodernkan.

  8. Bathsheba W. Smith, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Juni 1892, hlm. 344.

  9. Wilford Woodruff, Deseret News, 20 Januari 1858, hlm. 363; penggunaan huruf besar dimodernkan.

  10. Daniel D. McArthur, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 15 Februari 1892, hlm. 129.

  11. Alexander McRae, dikutip dalam History of the Church, 3:258; dari sepucuk surat dari Alexander McRae kepada redaktur dari Deseret News, 1 November 1854, Salt Lake City, Utah, diterbitkan dalam Deseret News, 9 November 1854, hlm. 1; tanda baca dan tata bahasa dimodernkan.

  12. Lyman O. Littlefield, Reminiscences of Latter-day Saints (1888), hlm. 35.

  13. Mary Alice Cannon Lambert, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1905, hlm. 554.

  14. Angus M. Cannon, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1906, hlm. 546; ejaan dan tata bahasa dimodernkan.

  15. Hyrum Smith, dikutip dari History of the Church, 6:346; dari ceramah yang diberikan oleh Hyrum Smith pada tanggal 28 April 1844, di Nauvoo, Illinois.

  16. Parley P Pratt, Autobiography of Parley P. Pratt, diedit oleh Parley P. Pratt Jr. (1938), hlm. 45–46; pembagiaan alinea diubah.

  17. Surat dari John Needham kepada orang tuanya, 7 Juli 1843, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Millennial Star, Oktober 1843, hlm. 89.

  18. Emmeline B. Wells, “The Prophet Joseph,” Young Woman’s Journal, Agustus 1912, hlm. 437–438; pembagian alinea diubah.

  19. Mary Alice Cannon Lambert, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1905, hlm. 554.

  20. John M. Bernhisel, dikutip dalam History of the Church, 6:468; pembagian alinea diubah; dari sepucuk surat dari John M. Bernhisel kepada Thomas Ford, 14 Juni 1844, Nauvoo, Illinois.

  21. Jesse N. Smith, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Januari 1892, hlm. 23–24; pembagian alinea diubah.

  22. Surat dari William Clayton kepada William Hardman, 30 Maret 1842, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Millennial Star, 1 Agustus 1842, hlm. 76.

  23. Joseph F. Smith, dalam “Joseph, the Prophet,” Salt Lake Herald Church and Farm Supplement, 12 Januari 1895, hlm. 211; ejaan dan tanda baca dimodernkan.

  24. Brigham Young, Deseret News, 28 November 1860, hlm. 305; penggunaan huruf besar dimodernkan.

  25. Surat dari Howard Coray kepada Martha Jane Lewis, 2 Agustus 1889, Sanford, Colorado, hlm. 3–4, Arsip Gereja, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Salt Lake City, Utah.

  26. Joseph Lee Robinson, Autobiography and Journals, 1883–1892, map 1, hlm. 22, Arsip Gereja.

  27. Surat dari Orson Spencer kepada orang yang tak dikenal, 17 November 1842, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 2 Januari 1843, hlm. 56–57; tanda baca dimodernkan.

  28. Surat dari Jonah R. Ball kepada Harvey Howard, 19 Mei 1843, Nauvoo, Illinois; Jonah Randolph Ball, Letters 1842–1843, kepada Harvey Howard, Shutesbury, Massachusetts, Arsip Gereja.

  29. Surat dari William Clayton kepada para anggota Gereja di Manchester, Inggris, 10 Desember 1840, Nauvoo, Illinois, Arsip Gereja.

  30. Mercy Fielding Thompson, “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Juli 1892, hlm. 399; pembagian alinea diubah.

  31. Emmeline B. Wells, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1905, hlm. 556; tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah.

  32. Lorenzo Snow, Deseret Weekly, 13 April 1889, hlm. 487.

  33. Edward Stevenson, Reminiscences of Joseph, the Prophet, and the Coming Forth of the Book of Mormon (1893), hlm. 4; pembagian alinea diubah.

  34. Mary Ann Stearns Winters, dalam “Joseph Smith, the Prophet,” Young Woman’s Journal, Desember 1905, hlm. 558; pembagian alinea diubah.

  35. Wilford Woodruff, melaporkan ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 6 April 1837, di Kirtland, Ohio; Wilford Woodruff, Journals, 1833–1898, Arsip Gereja.

  36. Brigham Young, Deseret News, 6 Juni 1877, hlm. 274; penggunaan huruf besar dimodernkan.

Joseph Smith teaching

“Orang-orang senang mendengarkan [Nabi Joseph Smith], karena dia penuh dengan wahyu,” Lorenzo Snow memaklumkan.”Menurut janji Tuhan, mereka yang menerima asas-asas yang diajarkannya menerima dari Tuhan suatu kesaksian akan kebenarannya.”

Bathsheba W. Smith

Bathsheba W. Smith

Mary Alice Cannon Lambert

Mary Alice Cannon Lambert

Parley P. Pratt

Parley P. Pratt

John M. Bernhisel

John M. Bernhisel

William Clayton

William Clayton

Joseph L. Robinson

Joseph L. Robinson

Mercy Fielding Thompson

Mercy Fielding Thompson

Emmeline B. Wells

Emmeline B. Wells

Lorenzo Snow

Lorenzo Snow