Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 34: Kuasa Mengampuni


Bab 34

Kuasa Mengampuni

“Mari, saudara terkasih, perang berlalu sudah, Karena teman pada awalnya, teman pula pada akhirnya.”

Dari Kehidupan Joseph Smith

Pada musim panas tahun 1839, Nabi memberi nama Nauvoo bagi tempat para Orang Suci berkumpul di sisi Illinois Sungai Mississippi. Nama itu berasal dari bahasa Ibrani, menandakan “sebuah keadaan atau tempat yang indah, membawa bersamanya juga, gagasan mengenai istirahat.”1 Di bawah arahan Nabi, para Orang Suci mulai mengubah desa Commerce menjadi sebuah kota yang rupawan. Mereka pertama-tama menggantikan gubukgubuk dan kemah-kemah mereka dengan rumah kayu gelondongan seperti yang umum ditemukan di daerah-daerah perbatasan permukiman, kemudian sejumlah rumah berkerangka dan rumah batu bata yang lebih kukuh mulai bermunculan. Mereka menanam pohon buah-buahan dan pohon pelindung serta tanaman menjalar dan semak-semak untuk memperindah lahan mereka yang luas. Di Nauvoo mereka yang indah, para Orang Suci berharap menemukan suatu tempat perlindungan yang damai, tempat mereka dapat melupakan penganiayaan di Missouri.

Selama masa pembangunan ini, Joseph Smith mengalami suatu pengalaman yang memperlihatkan wataknya yang penuh belas kasihan dan kesediaannya untuk mengampuni orang lain, memperkenankan mereka untuk meninggalkan kesalahankesalahan masa lalu. Daniel Tyler mengenang pengalaman berikut:

“Seorang pria yang sempat memiliki jabatan tinggi di Gereja sewaktu di Far West [Missouri], menderita sakit meriang atau panas dingin. Sementara tubuh dan pikirannya sedang lemah, pihak-pihak yang tidak setia meracuni pikirannya dan membujuknya untuk meninggalkan para Orang Suci dan pergi bersama mereka. Dia memberikan beberapa kesaksian menentang sang Nabi. Sementara para Orang Suci mulai menetap di Commerce, setelah sembuh dari penyakitnya, dia pindah dari Missouri ke Quincy, Illinois. Di sana dia bekerja membelah kayu untuk mendapatkan kebutuhan guna membawa dirinya bersama keluarga ke Nauvoo, dan [memberi] sebuah pemberian kepada hamba Allah yang terluka itu seandainya, mungkin, dia mau memaafkan serta memperkenankannya untuk kembali ke dalam kelompok itu .… Dia merasa bahwa keselamatan tidak ada di tempat lain mana pun baginya dan jika dia dipungkiri untuk memilikinya, segalanya hilang sudah, sejauh itu menyangkut dirinya. Dia berangkat dengan hati yang berduka dan kepala yang tertunduk.

Sementara [orang itu] dalam perjalanan Tuhan memberi tahu Brother Joseph bahwa dia datang. Nabi melihat keluar dari jendela dan melihatnya datang menyusuri jalanan. Segera setelah dia berpaling untuk membuka gerbang Nabi melompat dari tempat duduknya serta berlari dan menghampirinya di halaman, berseru, ‘Oh, Brother—, betapa senangnya saya melihat Anda!’ Dia memeluk lehernya dan keduanya menangis bagaikan anak kecil.

Cukuplah untuk mengatakan bahwa restitusi [pembayaran kembali] yang layak dilakukan dan orang yang sempat jatuh itu kembali memasuki Gereja melalui pintu, menerima kembali Imamatnya, pergi melayani beberapa misi penting, berkumpul dengan para Orang Suci di Sion dan meninggal dengan iman sepenuhnya.”2

George Q. Cannon, yang melayani sebagai penasihat dalam Presidensi Utama, memberikan bukti lebih lanjut mengenai sifat Joseph Smith yang pengampun: “Dengan pembelaannya yang kukuh akan kebenaran, dan kesetiaannya yang tak tergoyahkan terhadap perintah-perintah Allah, Joseph selalu berbelas kasihan terhadap orang yang lemah dan yang salah. Dalam musim panas 1835, dia sedang bekerja dalam dewan-dewan dan pertemuanpertemuan di Kirtland dan sekitarnya, serta terpilih untuk berperan serta dalam perkara beberapa anggota yang akan diadili karena ucapan-ucapan yang dilontarkan menentang Presidensi Gereja. Baik ditugaskan untuk membela kedudukan yang tertuduh ataupun untuk menuntut, walaupun dia sendiri mungkin adalah pihak yang disalahi, dia bertindak dengan kelembutan dan keadilan yang sedemikian besar sehingga dia merebut hati semua orang.”3

Ajaran-Ajaran Joseph Smith

Kita haruslah menjalankan asas belas kasihan dan mengampuni para saudara kita.

“Salah satu pemandangan paling menyenangkan yang dapat terjadi pada bumi, ketika dosa dilakukan oleh seseorang terhadap yang lainnya, adalah, untuk mengampuni dosa itu; dan kemudian sesuai dengan pola Juruselamat yang agung dan sempurna, berdoa kepada Bapa di surga untuk mengampuni [si pendosa] juga.”4

“Terapkanlah selalu asas belas kasihan, dan siaplah untuk mengampuni saudara kita pada kesempatan pertama pertobatan, serta permintaan maaf; dan seandainya kita bahkan mengampuni saudara kita, atau bahkan musuh kita, sebelum dia bertobat atau meminta maaf, Bapa Surgawi kita akan sama berbelaskasihannya kepada kita.”5

“Saling menanggung beban dan bersabarlah, karena demikianlah Tuhan kepada kita. Berdoalah bagi musuh-musuh Anda di Gereja dan janganlah mengutuk lawan Anda di luar Gereja: karena pembalasan adalah hak-Ku, firman Allah, dan Akulah yang akan menuntut pembalasan [lihat Roma 12:19]. Kepada setiap anggota yang ditetapkan, dan kepada semua orang, kami katakan, berbelaskasihanlah dan Anda akan menemukan belas kasihan. Berupayalah untuk menyelamatkan jiwa, bukan untuk menghancurkannya: karena sesungguhnya Anda tahu, bahwa ‘akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan’ [lihat Lukas 15:7].”6

Eliza R. Snow melaporkan perkataan Nabi berikut: “[Para Orang Suci] hendaknya dipersenjatai dengan belas kasihan, terlepas dari kedurhakaan di antara kita. Mengatakan bahwa dia telah menjadi alat dalam membawa kedurhakaan ke dalam terang—itu merupakan sebuah pemikiran yang melankolis dan mengerikan sehingga begitu banyak orang hendaknya menempatkan diri mereka sendiri di bawah hukuman iblis, dan pergi pada kebinasaan. Dengan perasaan yang dalam dia mengatakan bahwa mereka adalah sesama makhluk fana, kita pernah mengasihi mereka, bukankah hendaknya kita mendorong mereka untuk mengubah diri? Kita belum [lagi] mengampuni mereka tujuh puluh kali tujuh kali, sebagaimana diarahkan Juruselamat kita [lihat Matius 18:21–22]; mungkin kita belum mengampuni mereka bahkan sekali pun. Sekarang ada hari keselamatan bagi mereka yang bertobat dan mengubah diri.”7

“Seandainya saja Yesus Kristus dan para malaikat kudus menolak kita karena hal-hal sepele, apa jadinya kita? Kita haruslah berbelaskasihan kepada sesama, dan menutup mata terhadap hal-hal kecil.”8

Willard Richards, seorang anggota Kuorum Dua Belas, melaporkan: “Joseph menyatakan bahwa semuanya baik di antara dia dan surga; bahwa dia tidak memiliki permusuhan dengan siapa pun; dan sebagaimana doa Yesus, atau pola-Nya, demikianlah Joseph berdoa—‘Bapa, ampunilah saya akan kesalahan saya, seperti saya juga mengampuni orang yang bersalah kepada saya’ [lihat Matius 6:12, 14], karena saya dengan bebas mengampuni semua orang. Jika kita ingin memastikan dan memupuk kasih sesama, kita haruslah mengasihi sesama, bahkan musuh-musuh seperti juga teman-teman kita.”9

Mengampuni memulihkan kesatuan perasaan.

“Sedih hati saya bahwa tidak ada penemanan yang lebih sepenuhnya; jika seorang anggota menderita semua merasakannya; melalui persatuan perasaan kita mendapatkan kuasa dengan Allah. Kristus mengatakan bahwa Dia datang untuk memanggil para pendosa pada pertobatan, untuk menyelamatkan mereka. Kristus dihukum oleh orang-orang Yahudi yang merasa benar sendiri karena Dia mengambil para pendosa ke dalam lingkungan-Nya; Dia mengambil mereka berdasarkan asas bahwa mereka bertobat dari dosa-dosanya .… Jika [para pendosa] bertobat, kita terikat untuk mengambil mereka, dan dengan keramahan menguduskan serta membersihkan mereka dari segala ketidaksalehan melalui pengaruh kita dalam mengawasi mereka .… Tidak ada yang begitu diperhitungkan untuk menuntun orang meninggalkan dosa daripada menggandeng tangan mereka, dan mengawasi mereka dengan kelembutan.”10

Nabi Joseph Smith menulis kepada sekelompok pemimpin Gereja: “Sekarang, saudara-saudara, perkenankan saya memberitahu Anda, bahwa adalah watak saya untuk memberi serta mengampuni, dan untuk menanggung serta bersabar, dengan segala panjang sabar dan kesabaran, dengan kekurangan, kebodohan, kelemahan, dan kejahatan saudara-saudara saya serta seluruh umat manusia di dunia; dan keyakinan serta kasih saya terhadap Anda tidaklah berkurang, ataupun melemah. Dan sekarang, jika Anda dipanggil untuk menanggung bersama kami sedikit dalam kelemahan dan kebodohan kami yang mana pun, dan akan, bersama kami, menerima sebuah teguran bagi diri Anda sendiri, janganlah tersinggung .… Sewaktu Anda dan saya bertemu berhadapan muka, saya mengantisipasi, tanpa keraguan sedikit pun, bahwa semua masalah di antara kita akan menjadi cukup dimengerti, dan kasih yang sempurna berjaya; serta perjanjian kudus yang dengannya kita terikat bersama, memiliki tempat tertinggi dalam hati kita.”11

Nabi Joseph Smith mengatakan yang berikut dalam sebuah pertemuan dengan para penasihatnya dalam Presidensi Utama dan Dua Belas Rasul: “Saya kadang-kadang telah berbicara terlalu keras karena dorongan sesaat, dan sejauh saya telah melukai perasaan Anda, saudara sekalian, saya meminta maaf dari Anda, karena saya mengasihi Anda dan akan mendukung Anda dengan segenap hati saya dalam segala kesalehan, di hadapan Tuhan, dan di hadapan semua orang; karena yakinlah, saudara, saya bersedia untuk menghadapi serangan segala pertentangan, dalam badai dan godaan, dalam guntur dan petir, di laut dan di daratan, di padang belantara atau di antara saudara-saudara palsu, atau gerombolan liar, atau di mana pun Allah dalam kearifan-Nya mungkin memanggil kita. Dan saya bertekad bahwa tidak ada ketinggian atau kedalaman, pemerintahan atau kekuasaan, hal-hal sekarang atau hal-hal yang akan datang, atau makhluk lain mana pun, yang akan memisahkan saya dari Anda [lihat Roma 8:38–39].

Dan saya akan, sekarang, mengikat perjanjian dengan Anda di hadapan Allah, bahwa saya tidak akan mendengarkan atau menerima laporan apa pun yang melecehkan siapa pun dari Anda, atau menghukum Anda berdasarkan kesaksian apa pun di kolong langit, kecuali kesaksian itu yang mutlak, sampai saya dapat melihat Anda berhadapan muka, serta tahu secara pasti; dan saya meletakkan kepercayaan yang tidak kunjung padam dalam perkataan Anda, karena saya percaya Anda adalah orangorang yang benar. Dan saya meminta hal yang sama dari Anda, ketika saya memberi tahu Anda apa pun, agar Anda menempatkan kepercayaan yang sama dalam perkataan saya, karena saya tidak akan memberi tahu Anda bahwa saya mengetahui sesuatu yang tidak saya ketahui.”12

Pada musim gugur tahun 1835, adik Nabi, William, tidak setuju dengan suatu keputusan yang dibuat Nabi, menjadi murka, dan mulai memperlakukan Nabi dengan sikap bermusuhan dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Perilaku ini menyedihkan Nabi, dan dia menulis yang berikut kepada William: “Saya berhasrat, Saudara [Adik] William, agar kamu mau merendahkan hatimu sendiri. Saya dengan bebas mengampunimu, dan kamu tahu watak saya yang tak tergetarkan serta tak terubahkan; saya tahu kepada siapa saya percaya; saya berdiri di atas batu karang; air bah tidak dapat, bukan, tidak akan, menjatuhkan saya. Saya tahu ajaran yang saya ajarkan adalah benar, kamu tahu bahwa Allah telah memberkati saya .… Kamu tahu bahwa adalah tugas saya untuk menasihatimu, ketika kamu melakukan kesalahan. Saya akan selalu memanfaatkan kebebasan ini, dan kamu akan memiliki hak istimewa yang sama. Saya memanfaatkan kebebasan untuk menasihatimu, karena hak kelahiran saya; dan saya memberimu hak istimewa itu, karena adalah kewajiban saya untuk rendah hati, dan menerima teguran serta petunjuk dari seorang saudara, atau seorang teman .…

Dan sekarang semoga Allah berbelas kasihan atas rumah tangga ayah saya; semoga Allah mengambil permusuhan di antara saya dan engkau; dan semoga semua berkat dipulihkan, dan masa lalu dilupakan selamanya. Semoga pertobatan yang rendah hati membawa kita berdua kepada-Mu, ya Allah, dan kepada kuasa serta perlindungan-Mu, dan sebuah mahkota, untuk menikmati kebersamaan dengan ayah, ibu, Alvin, Hyrum, Sophronia, Samuel, Catherine, Carlos, Lucy, para Orang Suci, dan semua yang dikuduskan dalam damai, selamanya, adalah doa dari kakakmu.”13

Pada tanggal 1 Januari 1836, Nabi mengatakan yang berikut mengenai upayanya untuk menyelesaikan kesulitan ini dalam keluarganya: “Terlepas dari rasa syukur yang mengisi hati saya dalam menginstrospeksi kembali tahun yang berlalu, dan berkatberkat berlipat ganda yang telah memahkotai kepala kita, hati saya merasa sakit, karena kesulitan yang terdapat dalam keluarga ayah saya .… Saya bertekad bahwa tidak ada sesuatu pun di pihak saya akan kurang menyesuaikan diri dan dengan ramah membuang serta menyelesaikan segala kesulitan keluarga pada hari ini, agar tahun-tahun yang akan datang, baik hanya beberapa maupun banyak, bolehlah dilalui dalam kesalehan di hadapan Allah .…

Saudara-saudara [adik-kakak] saya William dan Hyrum, serta Paman John Smith, datang ke rumah saya, dan kami masuk ke ruangan sendirian, bersamaan dengan ayah dan Penatua Martin Harris. Bapa Smith kemudian membuka wawancara kami dengan doa, yang sesudahnya dia menyatakan perasaannya pada kesempatan itu dengan cara yang amat mendalam dan mengharukan, bahkan dengan segera rasa simpati seorang ayah, yang perasaannya amat terluka karena kesulitan yang muncul dalam keluarga; dan sementara dia berbicara kepada kami, Roh Allah bersemayam di atas diri kami dengan kuasa yang kuat, dan hati kami diluluhkan. Brother [adik] William memberikan pengakuan yang rendah hati dan memohon pengampunan dari saya karena perundungan yang diakibatkannya terhadap saya. Dan dimana saya sendiri telah melampaui batas, saya pun meminta pengampunan darinya.

Dan roh pengakuan serta pengampunan dirasakan bersama oleh kami semua, dan kami mengikat perjanjian dengan satu sama lain, dalam pandangan Allah, dan para malaikat kudus, serta para saudara, berupaya mulai saat itu untuk saling membangun kesalehan dalam segala hal, dan tidak mendengarkan laporan jahat mengenai satu sama lain; tetapi, sungguh bagaikan saudara, saling mendatangi, dengan kedukaan kami, dalam roh kelembutan, dan didamaikan kembali, dan dengannya meningkatkan kebahagiaan kami, serta kebahagiaan keluarga, dan, pendek kata, kebahagiaan serta kesejahteraan semua. Istri dan ibu saya serta juru tulis saya kemudian dipanggil ke dalam, dan kami mengulangi perjanjian yang kami buat kepada mereka; dan sementara rasa syukur menyesakkan dada kami, air mata menetes di mata kami. Saya kemudian diminta untuk menutup wawancara kami, yang saya lakukan, dengan doa; dan itu benar-benar merupakan suatu kegembiraan dan waktu untuk bersukacita.”14

Dengan memperlihatkan panjang sabar, kesabaran, dan belas kasihan kepada yang bertobat, kita dapat membantu membawa mereka ke dalam “kebebasan anak-anak terkasih Allah.”

Di akhir tahun 1838, William W. Phelps, yang selama itu adalah anggota yang dipercaya, berada di antara mereka yang memberikan kesaksian palsu menentang Nabi dan para pemimpin Gereja lainnya, yang menuntun pada pemenjaraan mereka di Missouri. Pada bulan Juni 1840, Brother Phelps menulis kepada Joseph Smith, memohon pengampunan. Nabi Joseph menjawab: “Saya harus mengatakan bahwa bukanlah dengan perasaan biasa saya berikhtiar untuk menuliskan beberapa baris kepada Anda sebagai jawaban atas surat Anda tanggal 29 [bulan lalu]; pada waktu yang bersamaan saya menjadi bersukacita atas kesempatan istimewa yang diberikan kepada saya.

Anda dapat sedikit banyak menyadari apa perasaan saya, seperti juga perasaan Penatua Rigdon dan Brother Hyrum, ketika kami membaca surat Anda—sungguh hati kami luluh dalam kelembutan dan kasih sayang ketika kami memastikan tekad Anda, dst. Saya dapat meyakinkan Anda bahwa saya merasakan suatu dorongan untuk bertindak dalam masalah Anda dengan cara yang akan mendapat persetujuan Yehova, (dimana saya adalah hamba-Nya), dan sesuai dengan asas-asas kebenaran dan kesalehan yang telah diungkapkan; dan sejauh kepanjangsabaran, kesabaran, dan belas kasihan telah selamanya menjadi ciri khas dari penanganan Bapa Surgawi kita terhadap mereka yang rendah hati dan menyesal, saya merasa terdorong untuk mengikuti teladan itu, menghargai asas-asas yang sama, dan dengan demikian menjadi seorang penyelamat bagi sesama saya manusia.

Adalah benar, bahwa kita telah menderita banyak sebagai akibat dari perilaku Anda—cawan empedu, yang sudah cukup penuh untuk diminum oleh makhluk fana, sesungguhnya diisi hingga tumpah ruah ketika Anda berpaling menentang kami, dengan siapa kami telah sering berunding secara manis bersama, dan menikmati banyak masa yang menyegarkan dari Allah—‘kalau itu seorang musuh, kami masih dapat menanggungnya’ [lihat Mazmur 55:13–15]. ‘Pada waktu engkau berdiri di kejauhan, sedang orang-orang luar mengangkut kekayaan [Far West] dan orang-orang asing memasuki pintu gerbangnya serta membuang undi atasnya, engkau pun seperti salah seorang dari mereka itu. Janganlah memandang rendah saudaramu, pada hari kemalangannya, dan janganlah membual pada hari kesusahannya’ [lihat Obaja 1:11–12].

Namun, cawan telah diminum, kehendak Bapa kita telah terlaksana, dan kita masih hidup, untuk mana kita berterima kasih kepada Tuhan. Dan setelah dibebaskan dari tangan orang jahat melalui belas kasihan Allah kita, kami katakan adalah kesempatan istimewa Anda untuk dibebaskan dari kuasa sang musuh, dibawa ke dalam kebebasan anak-anak terkasih Allah, dan kembali mengambil posisi Anda di antara para Orang Suci dari Yang Mahatinggi, dan melalui ketekunan, kerendahan hati, serta kasih yang tak dibuat-buat, memercayakan diri Anda kepada Allah kita dan Allah Anda, dan pada Gereja Yesus Kristus.

Memercayai bahwa pengakuan Anda adalah sungguhsungguh, dan pertobatan Anda tulus, saya akan berbahagia sekali lagi memberi Anda tangan kanan penemanan, dan bersukacita akan kembalinya anak yang hilang.

Surat Anda telah dibacakan kepada para Orang Suci hari Sabat lalu, dan suatu pernyataan dari perasaan mereka diambil, ketika dengan suara bulat ditetapkan, bahwa W. W. Phelps hendaknya diterima ke dalam penemanan keanggotaan.

‘Mari, saudara terkasih, perang berlalu sudah,

Karena teman pada awalnya, teman pula pada akhirnya.’ ”15

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.

  • Bab ini mencakup beberapa kisah mengenai Joseph Smith mengampuni orang lain. Ulaslah kisah-kisah ini di halaman 453–456, 459–461, dan 461–463. Dalam hal apa kisah ini dapat membantu seseorang yang bergumul untuk mengampuni orang lain?

  • Berkat-berkat apa yang datang ke dalam kehidupan kita ketika kita mengampuni mereka yang telah menyakiti kita? Mengapa kita kadang-kadang mengalami kesulitan untuk mengampuni orang lain? Apa yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan suatu roh yang lebih mengampuni?

  • Halaman 456 mencakup pernyataan singkat dan bijak mengenai mengampuni orang lain. Misalnya: “Saling menanggung beban dan bersabarlah, karena demikianlah Tuhan kepada kita.” “Berbelaskasihanlah dan Anda akan menemukan belas kasihan.” “Berupayalah untuk menyelamatkan jiwa, bukan untuk menghancurkannya.” “Kita haruslah berbelaskasihan kepada sesama, dan menutup mata terhadap hal-hal kecil.” Apa yang Anda peroleh dari setiap pernyataan ini?

  • Di alinea yang dimulai di bagian bawah halaman 457, ulaslah perkataan Nabi Joseph Smith mengenai dampak kebaikan dan kelembutan. Menurut Anda mengapa nasihat ini benar? Bagaimana Anda telah mengalami asas-asas ini di dalam kehidupan Anda sendiri?

  • Bahaslah alinea pertama di halaman 459. Masalah apa yang dapat kita hindari sewaktu kita mengikuti nasihat ini? Mengapa nasihat ini kadang-kadang sulit untuk diikuti? Bagaimana kita dapat mengatasi godaan untuk memercayai laporan negatif mengenai orang lain?

  • Dalam upayanya untuk mengampuni orang lain, Nabi berbicara mengenai hasratnya untuk “mengikuti teladan” Bapa Surgawi (hlm. 461–462) dan hidup “sesuai dengan pola Juruselamat yang agung dan sempurna” (hlm. 456). Sewaktu kita berusaha untuk mengikuti teladan Bapa Surgawi dan Yesus Kristus, apa saja sifat-sifat yang hendaknya kita upayakan untuk dikembangkan?

Tulisan Suci Terkait: Mazmur 86:5; Matius 18:21–35; 1 Nefi 7:16–21; Mosia 26:29–31; A&P 64:9–11

Catatan

  1. History of the Church, 4:268; dari sepucuk surat dari Joseph Smith dan para penasihatnya dalam Presidensi Utama kepada para Orang Suci, 15 Januari 1841, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 Januari 1841, hlm. 273–274.

  2. Daniel Tyler, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 15 Agustus 1892, hlm. 491; tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah.

  3. George Q. Cannon, The Life of Joseph Smith, the Prophet (1888), hlm. 190–191.

  4. History of the Church, 6:245; dari “A Friendly Hint to Missouri,” sebuah artikel yang ditulis oleh Joseph Smith, 8 Maret 1844, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 Maret 1844, hlm. 473.

  5. History of the Church, 3:383; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 2 Juli 1839, di Montrose, Iowa; dilaporkan oleh Wilford Woodruff dan Willard Richards.

  6. History of the Church, 2:230, catatan kaki; dari “To the Saints Scattered Abroad,” Messenger and Advocate, Juni 1835, hlm. 138.

  7. History of the Church, 5:19–20; kata “yet” dalam tanda kurung sesuai aslinya; pembagian alinea diubah; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 26 Mei 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow.

  8. History of the Church, 5:23; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 9 Juni 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow.

  9. History of the Church, 5:498; tanda baca dimodernkan; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 9 Juli 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards.

  10. History of the Church, 5:23–24; dari cermah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 9 Juni 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow.

  11. Surat dari Joseph Smith kepada Edward Partridge dan yang lainnya, 30 Maret 1834, Kirtland, Ohio; di Oliver Cowdery Letterbook, hlm. 34–35, Huntington Library, San Marino, Kalifornia; salinan dalam Arsip Gereja, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Salt Lake City, Utah.

  12. History of the Church, 2:374; pembagian alinea diubah; dari risalah sebuah pertemuan dewan Presidensi Utama dan Dua Belas Rasul yang diadakan pada tanggal 16 Januari 1836, di Kirtland, Ohio; dilaporkan oleh Warren Parrish.

  13. History of the Church, 2:343; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada William Smith, 18 Desember 1835, Kirtland, Ohio.

  14. History of the Church, 2:352–354; pembagian alinea diubah; dari catatan jurnal Joseph Smith, 1 Januari 1836, Kirtland, Ohio.

  15. History of the Church, 4:162–164; rangkaian kata-kata yang kedua dalam kurung di alinea ketiga sesuai aslinya; tanda baca dan penggunaan huruf besar dimodernkan; pembagian alinea diubah; cetak miring dihapuskan; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada William W. Phelps, 22 Juli 1840, Nauvoo, Illinois.

Christ teaching

Juruselamat memperlihatkan kasih sayang kepada seorang wanita yang diambil dalam perzinaan (lihat Yohanes 8:1–11). “Kristus mengatakan bahwa Dia datang untuk memanggil para pendosa pada pertobatan, untuk menyelamatkan mereka,” Joseph Smith menandaskan.

W. W. Phelps speaking with Joseph

William W. Phelps, digambarkan di sini bersama Joseph Smith setelah kembali ke dalam penemanan penuh dengan para Orang Suci, menulis mengenai Nabi yang telah begitu bebas memaafkannya: “Puji dia yang tinggal dengan Yehova” (Nyanyian Rohani, hlm. 14).