Kehidupan dan Pelayanan Joseph Smith
“Joseph Smith, Nabi dan Pelihat Tuhan, telah berbuat lebih banyak daripada orang lain yang pernah hidup di dunia kecuali Yesus, untuk menyelamatkan manusia di dunia ini” (A&P 135:3). Pernyataan yang mengejutkan ini menjabarkan mengenai seseorang yang telah dipanggil oleh Allah pada usia 14 tahun dan hidup hanya mencapai usia 38 tahun. Antara kelahiran Joseph Smith di Vermont pada bulan Desember 1805 dan kematiannya yang tragis di Illinois pada bulan Juni 1844, banyak hal yang menakjubkan terjadi. Allah Bapa dan Putra-Nya, Yesus Kristus, menampakkan diri kepadanya, mengajarkannya lebih banyak mengenai fitrah Allah daripada yang pernah diketahui selama berabad-abad. Para nabi dan rasul zaman dahulu menganugerahkan kuasa Imamat kudus kepada Joseph, menjadikannya seorang saksi Allah yang baru, yang berwenang, di masa kelegaan terakhir ini. Suatu pencurahan pengetahuan dan ajaran yang tak tertandingi diwahyukan melalui Nabi, termasuk Kitab Mormon, Ajaran dan Perjanjian, serta Mutiara yang Sangat Berharga. Melalui dia, Gereja sejati Tuhan sekali lagi diorganisasi di atas bumi.
Dewasa ini, pekerjaan yang dimulai oleh Joseph Smith bergerak terus ke seluruh dunia. Mengenai Nabi Joseph Smith, Presiden Wilford Woodruff bersaksi: “Dia adalah seorang Nabi Allah, dan dia meletakkan dasar dari pekerjaan dan masa kelegaan terbesar yang pernah ditegakkan di atas bumi.”1
Leluhur dan Masa Kanak-Kanak
Joseph Smith adalah orang Amerika generasi keenam, yang leluhurnya telah beremigrasi dari Inggris ke Amerika di tahun 1600-an. Para leluhur nabi mencerminkan ciri khas yang sering dikaitkan dengan generasi awal orang Amerika: mereka percaya akan pengawasan pengarahan Allah atas diri mereka, mereka memiliki etika kerja yang kuat, dan mereka dengan tekun melayani keluarga mereka dan negara mereka.
Orang tua Joseph Smith, Joseph Smith Sr. dan Lucy Mack Smith, menikah tahun 1796 di Tunbridge, Vermont. Mereka adalah pasangan yang bekerja keras dan takut akan Allah, yang memulai hidup pernikahan mereka dalam keadaan ekonomi yang cukup baik. Sayangnya, Joseph Smith Sr. kehilangan rumah serta tanah pertaniannya yang pertama dan menderita beberapa pukulan ekonomi di tahun-tahun berikutnya. Keluarga Smith terpaksa berpindah beberapa kali sewaktu ayah mereka berusaha untuk mencari nafkah dengan bertani di bukit-bukit pepohonan di New England, menawarkan jasa untuk bekerja di tanah pertanian lain, mengelola bisnis dagang, atau mengajar di sekolah.
Joseph Smith Jr. dilahirkan pada tanggal 23 Desember 1805, di Sharon, Vermont, anak kelima dari sebelas anak. Dia dinamai seperti ayahnya. Anak-anak keluarga Smith adalah, dalam urutan kelahirannya: seorang putra yang tidak diberi nama (meninggal tak lama setelah lahir), Alvin, Hyrum, Sophronia, Joseph, Samuel, Ephraim (yang bertahan hidup kurang dari dua minggu), William, Katharine, Don Carlos, dan Lucy.2
Bukti dari karakter Nabi yang luar biasa tampak sejak dini dalam hidupnya. Keluarga Smith menetap di West Lebanon, New Hampshire, ketika wabah demam tifus yang mematikan menyerang banyak orang di masyarakat, termasuk semua anak keluarga Smith. Sementara semua anak lain sembuh tanpa komplikasi, Joseph, yang berusia sekitar tujuh tahun, menderita infeksi serius di kaki kirinya. Dr. Nathan Smith dari Dartmouth Medical School [Sekolah Kedokteran Dartmouth] di Hanover, New Hampshire, tak jauh dari sana, sepakat untuk melakukan sebuah prosedur operasi bedah yang baru untuk mencoba menyelamatkan kaki anak lelaki itu. Sewaktu Dr. Smith dan rekan-rekannya mempersiapkan diri untuk melakukan operasi, Joseph meminta ibunya untuk meninggalkan ruangan agar dia tidak perlu menyaksikan penderitaannya. Dengan menolak minuman keras untuk mengurangi rasa sakit dan bersandar hanya pada pelukan ayahnya yang menguatkannya, Joseph dengan berani bertahan ketika dokter bedah itu mengebor dan membuang sebagian dari tulang kakinya. Operasi berjalan baik, meskipun Joseph harus berjalan dengan kruk selama beberapa tahun berikutnya dan memperlihatkan tanda-tanda adanya sedikit kepincangan sepanjang sisa hidupnya.
Di tahun 1816, setelah mengalami beberapa kali gagal panen, Joseph Smith Sr. memindahkan keluarganya dari Norwich, Vermont, ke Palmyra, New York, berharap menemukan keadaan yang lebih makmur. “Karena dalam keadaan papa,” kenang Nabi di tahun-tahun kemudian, “[kami] terpaksa harus bekerja keras untuk menafkahi keluarga yang besar …, dan karena dituntut usaha keras dari semua yang mampu memberikan bantuan untuk menunjang keluarga, karenanya kami kehilangan kesempatan untuk memetik manfaat dari pendidikan. Cukuplah untuk dikatakan, saya hanyalah diajar dalam hal membaca, menulis, dan dasar-dasar ilmu berhitung.”3
Penglihatan Pertama
Joseph Smith menulis, dalam pelatihan dininya: “Aku dilahirkan … oleh orang tua yang baik yang tidak tanggung-tanggung dalam mengajari aku agama Kristen.”4 Tetapi, seperti kebanyakan orang Kristen lainnya, orang tua Joseph menyadari bahwa beberapa asas Injil yang diajarkan oleh Yesus dan para Rasul-Nya tidak terlihat dalam gereja-gereja modern. Di daerah Palmyra di tahun 1820, beberapa aliran Kristen yang berbeda berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin anggota. Ibu Joseph, dua dari saudara lelakinya, dan kakak perempuannya bergabung dengan gereja Presbitarian setempat, tetapi Joseph, bersama dengan ayahnya dan kakaknya, Alvin, masih menahan diri. Meskipun masih muda, Joseph amatlah prihatin mengenai kedudukannya sendiri di hadapan Allah dan mengenai kebingungan di antara beragam kelompok keagamaan.
Dalam pembelajarannya mengenai tulisan suci, Joseph yang berusia 14 tahun menjadi terkesan dengan suatu bagian dari Kitab Yakobus: “Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaknya ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya” (Yakobus 1:5). Terilhami oleh janji dari Tuhan ini, Joseph pergi ke hutan kecil di dekat rumahnya untuk berdoa di suatu hari musim semi di tahun 1820. Berlutut, dia menyatakan hasrat hatinya kepada Allah. Segera dia dicengkeram oleh kekuatan kegelapan, yang sepenuhnya menguasai dirinya dan membuatnya takut bahwa dia akan dihabisi. Kemudian, sebagai tanggapan terhadap doanya yang kuat, langit pun terbuka dan dia dibebaskan dari musuhnya yang tak terlihat itu. Dalam sebuah tiang cahaya yang lebih terang daripada matahari, dia melihat dua Sosok Pribadi, berdiri di atasnya di udara. Yang Seorang berbicara, menyebut nama pemuda itu, dan berkata, “Inilah Putra-Ku yang Kukasihi. Dengarkanlah Dia!” (Joseph Smith 2:17).
Dalam perwujudan yang agung ini, Allah Bapa dan Putra-Nya, Yesus Kristus, menampakkan diri secara pribadi kepada pemuda Joseph. Joseph berbicara dengan Juruselamat, yang memberitahunya untuk tidak bergabung dengan gereja manapun di zamannya, karena “kesemua sekte itu salah” dan “segala pernyataan keyakinan mereka itu adalah suatu kekejian pada pandangan-Nya; … mereka mengajarkan untuk ajaran agama peraturan manusia, yang terselubung keilahian; namun mereka menyangkal kuasa ilahi itu” (Joseph Smith 2:19). Joseph juga dijanjikan “bahwa kegenapan Injil akan, pada suatu masa mendatang, diberitahukan kepada [dia].”5 Setelah berabad-abad kegelapan, firman Allah dan kenyataan dari Allah Bapa dan Putra-Nya, Yesus Kristus, telah diungkapkan kepada dunia melalui bejana yang belia dan murni ini.
Kunjungan Moroni
Tiga tahun berlalu, pernyataan Joseph Smith bahwa dia telah melihat Allah ditanggapi dengan cemoohan dan ejekan oleh orang lain di lingkungan masyarakatnya. Nabi yang muda itu, kini berusia 17 tahun, bertanya-tanya apa yang menanti dirinya. Di malam hari tanggal 21 September 1823, dia berdoa dengan sungguh-sungguh meminta petunjuk dan untuk pengampunan atas dosa serta kebodohan belianya” (Joseph Smith 2:29). Sebagai jawaban terhadap doanya, terang memenuhi kamar tidur lotengnya, dan seorang utusan surgawi bernama Moroni menampakkan diri. “[Dia] mempermaklumkan dirinya sebagai seorang malaikat Allah,” kenang Joseph, “diutus untuk membawa kabar gembira bahwa perjanjian yang telah Allah buat dengan Israel zaman dahulu sudah di depan mata untuk digenapi, bahwa pekerjaan persiapan untuk kedatangan kedua Mesias akan dengan cepat dimulai; bahwa waktunya telah di depan mata bagi Injil dalam segala kepenuhannya untuk dikhotbahkan dalam kuasa, kepada semua bangsa agar suatu umat boleh disiapkan untuk masa pemerintahan Milenium. Aku diberi tahu bahwa aku telah dipilih untuk menjadi alat dalam tangan Allah untuk mendatangkan sebagian dari tujuan-tujuan-Nya dalam masa kelegaan yang mulia ini”6
Moroni juga memberi tahu Joseph bahwa suatu kumpulan tulisan kuno, yang diukir di atas lemping-lemping emas oleh para nabi zaman dahulu, terkubur di sebuah bukit yang tak jauh letaknya. Catatan kudus ini menjabarkan suatu bangsa yang telah Allah pimpin dari Yerusalem menuju Belahan Dunia Barat 600 tahun sebelum kelahiran Yesus. Moroni adalah Nabi terakhir di antara bangsa ini dan telah menguburkan catatan tersebut, yang Allah janjikan akan ditampilkan di zaman akhir. Joseph Smith harus menerjemahkan pekerjaan kudus ini ke dalam bahasa Inggris.
Selama empat tahun berikutnya, Joseph harus bertemu Moroni di bukit tersebut setiap tanggal 22 September untuk menerima pengetahuan dan petunjuk tambahan. Dia membutuhkan tahun-tahun persiapan dan pemerkayaan pribadi ini untuk menerjemahkan catatan kuno tersebut. Dia haruslah setara dengan tugas menampilkan suatu pekerjaan yang tujuannya adalah untuk meyakinkan “bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa bukan Yahudi bahwa Yesuslah Kristus, Allah yang kekal, yang menyatakan diri-Nya kepada semua bangsa” (halaman judul Kitab Mormon)
Menegakkan Kerajaan Allah di Bumi
Penerjemahan Kitab Mormon Dimulai
Sementara dia menunggu untuk menerima lemping-lemping emas itu, Joseph Smith membantu menafkahi kebutuhan jasmani keluarganya. Di tahun 1825, dia pergi ke Harmony, Pennsylvania, untuk bekerja bagi Josiah Stowell. Di sana dia indekos di tempat keluarga Isaac dan Elizabeth Hale dan bertemu dengan putri mereka Emma, seorang guru yang tinggi dan berambut gelap. Pada tanggal 18 Januari 1827, Joseph dan Emma menikah di South Bainbridge, New York. Meskipun pernikahan mereka diuji dengan kematian anak-anaknya, kesulitan keuangan, dan kerapnya ketidakhadiran Joseph di rumah dalam memenuhi tugas-tugasnya, Joseph dan Emma senantiasa amat saling mencintai.
Pada tanggal 22 September 1827, empat tahun setelah dia pertama kali melihat lemping-lemping itu, Joseph akhirnya dipercayakan dengannya. Tetapi setelah lemping-lemping itu berada dalam pengawasannya, sebuah gerombolan penjahat setempat mengerahkan upaya yang keras dan berulang-ulang untuk mencurinya. Untuk menghindari penganiayaan ini, pada bulan Desember 1847, Joseph dan Emma kembali ke Harmony, tempat orang tua Emma tinggal. Setelah menetap di sana, Joseph memulai penerjemahan lemping-lemping itu.
Di awal tahun 1828, Martin Harris, seorang petani kaya dari Palmyra, menerima kesaksian mengenai pekerjaan zaman akhir Tuhan dan melakukan perjalanan ke Harmony untuk membantu Joseph dengan penerjemahannya. Hingga bulan Juni tahun itu, pekerjaan Joseph terhadap penerjemahan itu telah menghasilkan 116 halaman naskah. Martin berulang kali meminta Nabi untuk memberinya izin membawa naskah itu ke rumahnya di Palmyra untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga tertentu. Nabi bertanya kepada Tuhan dan diberi tahu jangan, tetapi dia bertanya kepada Tuhan dua kali lagi dan akhirnya Martin diizinkan untuk membawa naskah itu. Sementara berada di Palmyra, naskah itu hilang, tidak pernah didapatkan kembali. Tuhan mengambil Urim dan Tumim, serta lemping-lemping dari Nabi untuk suatu kurun waktu, meninggalkannya dalam kerendahan hati dan sikap bertobat. Dalam sebuah wahyu dari Tuhan, Joseph belajar bahwa dia harus selalu lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia (lihat A&P 3). Setelah itu, meskipun dia baru berusia 22 tahun, hidupnya ditandai dengan dedikasi mutlak untuk mengikuti setiap perintah Tuhan.
Pada tanggal 5 April 1829, Oliver Cowdery, seorang guru sekolah yang berusia setahun lebih muda dari Joseph, tiba di rumah Joseph di Harmony. Sebagai jawaban atas doanya, dia menerima kesaksian mengenai kebenaran pekerjaan Nabi. Dua hari kemudian, pekerjaan penerjemahan dimulai kembali, dengan Joseph mendiktekan dan Oliver menuliskan.
Pemulihan Imamat Allah
Ketika Joseph dan Oliver mengerjakan penerjemahan Kitab Mormon, mereka membaca kisah mengenai kunjungan Juruselamat di antara orang-orang Nefi zaman dahulu. Hasilnya, mereka memutuskan untuk mencari bimbingan dari Tuhan mengenai pembaptisan. Pada tanggal 15 Mei, mereka pergi ke tepi sungai Susquehanna, di dekat rumah Joseph di Harmony, untuk berdoa. Di luar dugaan mereka, seorang makhluk surgawi mengunjungi mereka, memperkenalkan dirinya sebagai Yohanes Pembaptis. Dia menganugerahkan ke atas mereka Imamat Harun dan menyuruh mereka untuk saling membaptiskan dan menahbiskan. Setelahnya, sebagaimana dijanjikan oleh Yohanes Pembaptis, Rasul zaman dahulu yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes juga menampakkan diri kepada Joseph dan Oliver serta menganugerahkan ke atas mereka Imamat Melkisedek dan menahbiskan mereka sebagai Rasul.
Sebelum kunjungan ini, Joseph dan Oliver telah memiliki pengetahuan dan iman. Tetapi setelah penampakan diri dari para utusan surgawi ini, mereka juga memiliki wewenang—kuasa Imamat dan wewenang dari Allah yang dibutuhkan untuk menegakkan Gereja-Nya dan untuk melakukan tata cara-tata cara keselamatan.
Penerbitan Kitab Mormon dan Pengorganisasian Gereja
Selama bulan April dan Mei tahun 1829, pekerjaan penerjemahan Nabi di rumahnya di Harmony semakin terganggu dengan penganiayaan. Karenanya, Joseph dan Oliver pindah untuk sementara ke Fayette Township, New York, untuk menyelesaikan penerjemahan di rumah Peter Whitmer Sr. Penerjemahan tersebut diselesaikan pada bulan Juni, kurang dari tiga bulan setelah Oliver mulai melayani sebagai juru tulis Nabi. Pada bulan Agustus, Joseph telah mengadakan kontrak dengan penerbit Egbert B. Grandin dari Palmyra untuk mencetak jilid tersebut. Martin Harris menggadaikan perkebunannya kepada Tuan Grandin untuk meyakinkan pembayaran biaya pencetakan, dan dia kemudian menjual 151 acre (± 701.546 m2) perkebunannya untuk melunasi gadaian itu. Kitab Mormon tersedia untuk dijual ke publik di toko buku Grandin pada tanggal 26 Maret 1830.
Pada tanggal 6 April 1830, hanya sebelas hari setelah Kitab Mormon diiklankan untuk dijual, suatu kelompok yang terdiri dari sekitar 60 orang berkumpul di rumah kayu gelondongan Peter Whitmer Sr. di Fayette, New York. Di sana Joseph Smith secara resmi mengorganisasi Gereja, yang kelak ditetapkan melalui wahyu sebagai Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (lihat A&P 115:4). Itu merupakan kejadian yang menggembirakan, dengan pencurahan Roh yang besar. Sakramen dilaksanakan, yang percaya dibaptiskan, karunia Roh Kudus dianugerahkan, dan pria ditahbiskan dalam imamat. Dalam sebuah wahyu yang diterima selama pertemuan itu, Tuhan menunjuk Joseph Smith sebagai pemimpin Gereja: “Seorang pelihat, penerjemah, nabi, rasul Yesus Kristus, penatua Gereja melalui kehendak Allah Bapa dan kasih karunia Tuhanmu, Yesus Kristus” (A&P 21:1). Gereja Yesus Kristus sekali lagi telah ditegakkan di bumi.
Kirtland, Ohio: Perluasan Gereja
Sewaktu anggota Gereja dengan penuh antusias membagikan kebenaran yang telah mereka temukan, Gereja yang masih muda ini tumbuh dengan cepatnya. Tak lama kemudian cabang-cabang dibentuk di kota-kota New York seperti Fayette, Manchester dan Colesville. Di bulan September 1830, tidak lama setelah Joseph dan Emma Smith pindah dari Harmony, Pennsylvania ke Fayette, Tuhan mewahyukan kepada Nabi bahwa misionaris hendaknya “pergi kepada orang-orang Laman” yang tinggal di batas sebelah barat Missouri (A&P 28:8). Perjalanan para misionaris membawa mereka melalui daerah Kirtland, Ohio, di mana mereka bertemu sebuah kelompok keagamaan yang sedang mencari kebenaran dan mempertobatkan sekitar 130 orang di antara mereka, termasuk Sidney Rigdon, yang kelak menjadi anggota dari Presidensi Utama. Kelompok para Orang Suci di Kirtland tumbuh menjadi beberapa ratus sewaktu para anggota berbagi Injil dengan orang-orang di sekitar mereka.
Sewaktu Gereja tumbuh di New York, pertentangan terhadap Gereja pun semakin besar. Di bulan Desember 1830, Nabi menerima wahyu yang memerintahkan anggota Gereja untuk “pergi ke Ohio” (A&P 37:1), lebih dari 250 mil jauhnya. Dalam beberapa bulan berikutnya, sebagian besar Orang Suci New York menjual harta milik mereka, sering merugi besar, dan melakukan pengurbanan yang dibutuhkan untuk berkumpul ke Kirtland, Ohio. Joseph dan Emma Smith berada di antara yang pertama berangkat menuju Ohio, tiba di Kirtland sekitar tanggal 1 Februari 1831.
Dua Tempat Berkumpul bagi Para Orang Suci
Di bulan Juni 1831, ketika Gereja sedang tumbuh kuat di Kirtland, Tuhan mengarahkan Nabi dan para pemimpin Gereja lainnya untuk melakukan perjalanan ke Missouri. Di sana Dia akan mewahyukan kepada mereka “tanah warisan [mereka]” (lihat A&P 52:3–5, 42–43). Selama bulan Juni dan Juli 1831, Nabi dan yang lainnya melakukan perjalanan sejauh hampir 900 mil dari Kirtland ke Jackson County, Missouri, yang berada di perbatasan sebelah barat dari permukiman bangsa Amerika. Tak lama setelah dia tiba, Nabi menerima sebuah wahyu dari Tuhan yang menyatakan bahwa “tanah Missouri, … telah Aku tunjuk dan kuduskan untuk pengumpulan orang-orang suci. Oleh karena itu, inilah Negeri Perjanjian, dan tempat untuk kota Sion .… Tempat yang sekarang disebut ‘Independence’ merupakan titik pusatnya; dan tempat untuk bait Allah terletak di sebelah baratnya” (A&P 57:1–3).
Dalam penggenapan dari nubuat-nubuat yang dibuat oleh para nabi kuno zaman alkitab, Joseph Smith yang berusia 25 tahun mulai meletakkan dasar dari kota Sion di Amerika. Di bulan Agustus 1831, dia memimpin pendedikasian tanah itu sebagai tempat berkumpul dan mendedikasikan lahan bait suci. Tak lama sesudahnya, Nabi kembali ke Ohio, di mana dia mengimbau sebagian dari orang-orang yang setia untuk berkumpul ke Missouri. Ratusan Orang Suci menanggung kesulitan perjalanan abad ke-19 melintasi dataran luas Amerika dan bergerak menuju rumah baru mereka di Missouri.
Dari tahun 1831 hingga 1838, para anggota Gereja tinggal baik di Ohio maupun Missouri. Nabi, anggota Kuorum Dua Belas, dan banyak anggota Gereja tinggal di Kirtland, sementara anggota Gereja lainnya berkumpul ke Missouri dan dipimpin oleh para pemimpin imamat mereka di sana, di bawah petunjuk Nabi. Para pemimpin Gereja berkomunikasi melalui surat dan sering bepergian antara Kirtland dan Missouri.
Wahyu yang Berkesinambungan
Sementara tinggal di daerah Kirtland, Nabi menerima banyak wahyu dari Tuhan mengenai pemulihan Injil di zaman akhir. Di bulan November 1831, para pemimpin Gereja memutuskan untuk menerbitkan banyak di antara wahyu-wahyu dalam sebuah kumpulan yang dikenal sebagai Kitab Perintah-Perintah. Kitab itu sedianya akan dicetak di Independence, Missouri. Tetapi pada bulan Juli 1833, gerombolan penjahat merusak percetakan itu dan banyak di antara lembaran-lembaran cetakannya. Kecuali beberapa salinan kitab yang diselamatkan, Kitab Perintah-Perintah tidak pernah tersedia bagi keanggotaan Gereja. Pada tahun 1835 wahyu-wahyu yang dimaksudkan untuk Kitab Perintah-Perintah, bersama dengan banyak wahyu lainnya, diterbitkan di Kirtland sebagai Ajaran dan Perjanjian.
Sementara tinggal di daerah Kirtland, Nabi juga meneruskan pekerjaannya pada Terjemahan Joseph Smith terhadap Alkitab, suatu pekerjaan yang dimulainya di tahun 1830 sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan. Banyak hal yang sederhana dan berharga telah hilang dari Alkitab dalam perjalanan waktu berabad-abad, dan Nabi dibimbing oleh Roh untuk membuat perbaikan terhadap naskah Alkitab Versi King James serta untuk memulihkan keterangan yang telah hilang. Pekerjaan ini menuntun kepada pemulihan dari kebenaran-kebenaran Injil yang penting, termasuk banyak wahyu yang kini disertakan dalam Ajaran dan Perjanjian. Meskipun Nabi bermaksud untuk menerbitkan revisi dari Alkitab, hal-hal yang lebih mendesak, termasuk penganiayaan, menahannya untuk menerbitkannya dalam keseluruhannya pada masa hidupnya.
Sebagai bagian dari revisinya yang diilhami terhadap Alkitab, Joseph Smith menerima wahyu yang sekarang menjadi Kitab Musa dan suatu terjemahan diilhami dari Matius 24, yang saat ini disebut Joseph Smith 1 [TJS terhadap Matius 24]. Pada tahun 1835, Nabi mulai menerjemahkan Kitab Abraham dari papirus Mesir kuno yang telah dibeli oleh Gereja. Semua terjemahan ini kemudian menjadi bagian dari Mutiara yang Sangat Berharga.
Di antara wahyu-wahyu yang Nabi terima di Kirtland adalah wahyu-wahyu yang menegakkan sistem pemerintahan Gereja. Di bawah arahan Tuhan, Joseph Smith mengorganisasi Presidensi Utama pada tahun 1832.7 Dia mengorganisasi Kuorum Dua Belas Rasul dan sebuah Kuorum Tujuh Puluh pada tahun 1835. Sebuah wilayah diorganisasi di Kirtland pada tahun 1834. Dalam kurun waktu ini, dia juga membentuk kuorum-kuorum Imamat Harun dan Melkisedek untuk melayani kebutuhan anggota Gereja setempat.
Bait Suci Pertama dalam Masa Kelegaan Ini
Sebagai salah satu bagian terpenting dari Pemulihan, Tuhan mewahyukan kepada Joseph Smith kebutuhan akan bait suci-bait suci. Pada bulan Desember 1832, Tuhan memerintahkan para Orang Suci untuk mulai membangun sebuah bait suci di Kirtland, Ohio. Meskipun banyak anggota Gereja kekurangan tempat tinggal, pekerjaan, dan makanan yang memadai, mereka menanggapi dengan antusias perintah Tuhan, dengan Nabi bekerja di sisi mereka.
Pada tanggal 27 Maret 1836, Joseph Smith mendedikasikan bait suci di tengah pencurahan Roh bagaikan saat pentakosta. Seminggu kemudian, pada tanggal 3 April 1836, sejumlah peristiwa paling bermakna dalam sejarah keagamaan terjadi. Tuhan Yesus Kristus menampakkan diri kepada Joseph Smith dan Oliver Cowdery di dalam bait suci, menyatakan, “Aku telah menerima rumah ini dan nama-Ku ada di sini; dan Aku akan memperlihatkan diri-Ku kepada umat-Ku di rumah ini dengan belas kasihan” (A&P 110:7). Tiga utusan dari masa kelegaan Perjanjian Lama— Musa, Elias, dan Elia—juga menampakkan diri. Mereka memulihkan kunci-kunci dan wewenang imamat yang telah lama hilang bagi bumi. Nabi Joseph Smith kini memiliki wewenang untuk mengumpulkan Israel dari keempat penjuru bumi dan untuk memeteraikan keluarga-keluarga bersama untuk waktu dan sepanjang kekekalan (lihat A&P 110:11–16). Pemulihan kunci-kunci imamat ini mengikuti pola Tuhan dalam memberikan kepada Nabi “baris demi baris, ajaran demi ajaran, sedikit demi sedikit” (A&P 128:21) sampai kegenapan Injil Yesus Kristus telah dipulihkan ke atas bumi.
Mengkhotbahkan Injil yang Abadi
Sepanjang masa pelayanan Nabi, Tuhan mengarahkannya untuk mengirim misionaris untuk “[mengkhotbahkan] Injil kepada setiap makhluk” (A&P 68:8). Nabi sendiri merasakan beban dari tanggung jawab ini dan meninggalkan rumah serta keluarganya beberapa kali untuk mempermaklumkan Injil. Pada tahun-tahun awal Gereja, misionaris dipanggil untuk berkhotbah di berbagai bagian dari Amerika Serikat dan Kanada.
Kemudian, di musim panas tahun 1837, Nabi diilhami untuk mengirimkan penatua ke Inggris. Nabi mengarahkan Heber C. Kimball, seorang anggota Kuorum Dua Belas, untuk memimpin sekelompok kecil misionaris dalam upaya yang besar ini. Meninggalkan keluarganya dalam keadaan amat kekurangan, Penatua Kimball berangkat dengan iman bahwa Tuhan akan menuntunnya. Dalam waktu setahun, sekitar 2.000 orang telah bergabung dengan Gereja di Inggris. Joseph Smith silih berganti mengirimkan anggota Kuorum Dua Belas ke Inggris Raya untuk melayani dari tahun 1839 hingga 1841, dan misi ini pun sangat berhasil. Hingga tahun 1841, lebih 6.000 orang telah memeluk Injil. Banyak di antara mereka berimigrasi ke Amerika, menghidupkan dan menguatkan Gereja pada saat-saat yang amat sulit.
Meninggalkan Kirtland
Para Orang Suci di Kirtland telah mengalami penganiayaan hampir sejak saat mereka tiba di sana, tetapi pertentangan semakin meruncing pada tahun 1837 dan 1838. “Sehubungan dengan Kerajaan Allah,” kata Nabi, “iblis selalu menegakkan kerajaannya pada saat yang sama dalam pertentangan terhadap Allah.”8 Nabi merasakan hantaman dari kekerasan, baik dari para musuh di luar Gereja maupun dari orang-orang murtad yang telah berbalik menentangnya. Dia secara tidak adil dituduh atas banyak tindakan kriminal, dirundung dalam pengadilan dalam lusinan kasus pidana dan perdata yang tidak beralasan, dan dipaksa untuk bersembunyi dari mereka yang berusaha merenggut nyawanya. Tetapi dia berdiri setia dan berani di tengah masalah dan pertentangan yang hampir berkesinambungan.
Akhirnya, penganiayaan di daerah Kirtland menjadi tak tertoleransikan lagi. Pada bulan Januari 1838, Nabi dan keluarganya terpaksa meninggalkan Kirtland dan berlindung di Far West, Missouri. Menjelang akhir tahun itu, sebagian besar Orang Suci di Kirtland telah mengikutinya, meninggalkan rumah mereka dan bait suci yang mereka kasihi.
Para Orang Suci di Missouri
Pengusiran dari Jackson County dan Barisan Perkemahan Sion
Sementara para Orang Suci di Kirtland berupaya untuk memperkuat Gereja di area mereka, banyak anggota Gereja lainnya melakukan hal yang sama di Jackson County, Missouri. Para Orang Suci Zaman Akhir mulai menetap di wilayah itu di musim panas tahun 1831. Dua tahun kemudian, mereka berjumlah sekitar 1.200 Orang Suci, atau kira-kira sepertiga dari penduduk di sana.
Kedatangan begitu banyak Orang Suci mengkhawatirkan para pemukim lama di daerah itu. Orang-orang Missouri takut kehilangan kendali politik atas para pendatang baru, yang kebanyakan berasal dari bagian utara Amerika Serikat dan tidak mendukung praktik perbudakan yang berlaku di selatan. Orang-orang Missouri juga curiga terhadap ajaran-ajaran unik Orang Suci Zaman Akhir—seperti percaya pada Kitab Mormon, wahyu baru, dan pengumpulan Sion—dan mereka tidak suka dengan kebiasaan para Orang Suci Zaman Akhir yang pada umumnya berdagang di antara mereka sendiri. Gerombolan penjahat dan militer setempat segera mulai merundung para Orang Suci dan, pada bulan November 1833, menghalau mereka dari Jackson County. Kebanyakan Orang Suci melarikan diri ke arah utara menyeberangi Sungai Missouri menuju Clay County, Missouri.
Joseph Smith amat prihatin mengenai keadaan mengenaskan dari para Orang Suci Missouri. Pada bulan Agustus 1833 dia menulis dari Kirtland kepada para pemimpin Gereja di Missouri: “Saudara sekalian, seandainya aku berada bersamamu aku akan mengambil bagian aktif dalam penderitaanmu, dan meskipun secara alami menciut, namun rohku tidak akan membiarkanku meninggalkanmu menghadapi kematian, jika Allah membantuku. Oh, cerialah, karena penebusan kita semakin dekat. Ya Allah, selamatkanlah saudara-saudaraku di Sion.”9
Pada bulan Februari 1834, Joseph Smith menerima wahyu yang mengarahkannya untuk memimpin sebuah ekspedisi dari Kirtland menuju Missouri untuk menolong para Orang Suci yang menderita dan membantu mengembalikan mereka ke tanah mereka di Jackson County (lihat A&P 103). Sebagai tanggapan terhadap perintah Tuhan, Nabi mengorganisasi kelompok yang dinamai Perkemahan Sion untuk berbaris menuju Missouri. Di bulan Mei dan Juni 1834, kelompok itu, yang akhirnya meliputi lebih 200 anggota, bergerak menuju barat melintasi Ohio, Indiana, Illinois, dan Missouri. Mereka menghadapi banyak kesulitan, termasuk merebaknya wabah kolera. Pada tanggal 22 Juni 1834, ketika ekspedisi itu mendekati Jackson County, Nabi menerima wahyu yang membubarkan Perkemahan tersebut. Meskipun demikian, Tuhan menjanjikan bahwa Sion akan ditebus pada waktu-Nya sendiri (lihat A&P 105:9–14). Setelah mengorganisasi sebuah wilayah di Clay County dengan David Whitmer sebagai presidennya, Nabi kembali ke Ohio.
Meskipun Perkemahan Sion tidak mendapatkan kembali tanah milik para Orang Suci, itu menyediakan pelatihan yang tak ternilai bagi para pemimpin masa depan Gereja, karena para pesertanya mempelajari asas-asas kepemimpinan yang saleh dari teladan dan ajaran Nabi. Dalam sebuah pertemuan para anggota perkemahan Sion dan anggota Gereja lainnya yang diadakan di Kirtland pada tanggal 14 Februari 1835, Nabi mengorganisasi Kuorum Dua Belas Rasul. Dua minggu kemudian, dia mengorganisasi Kuorum Tujuh Puluh. Sembilan anggota Kuorum Dua Belas dan semua anggota Kuorum Tujuh Puluh merupakan bagian dari Perkemahan Sion.
Permukiman di Missouri bagian Utara
Sejumlah besar anggota Gereja tetap tinggal di Clay County, Missouri sampai tahun 1836, ketika penduduk wilayah itu mengatakan bahwa mereka tidak dapat lagi memberikan tempat pengungsian. Para Orang Suci karenanya mulai bergerak ke bagian utara Missouri, dengan sebagian besar dari mereka menetap di Caldwell County, sebuah wilayah baru yang diorganisasi oleh badan legislatif negara bagian untuk menampung para Orang Suci Zaman Akhir yang terusir. Di tahun 1838 mereka didatangi oleh serombongan besar Orang Suci yang telah dipaksa meninggalkan Kirtland. Nabi dan keluarganya tiba bulan Maret itu di Far West, tempat permukiman Orang Suci Zaman Akhir yang sedang berkembang di Caldwell County, dan menegakkan pusat Gereja di sana. Pada bulan April Tuhan mengarahkan Joseph Smith untuk membangun bait suci di Far West (lihat A&P 115:7–16).
Sayangnya, kedamaian tidak berlangsung lama bagi para Orang Suci di bagian utara Missouri. Pada musim semi 1838, gerombolan penjahat dan militer kembali merundung dan menyerang para Orang Suci Zaman Akhir. Ketika anggota Gereja membalas dan membela diri, Joseph Smith dan para pemimpin Gereja lainnya ditahan dengan tuduhan pengkhianatan. Pada bulan November mereka ditawan di Independence dan kemudian di Richmond, Missouri; dan pada tanggal 1 Desember, mereka dibawa ke penjara di Liberty, Missouri. Musim dingin itu, Nabi dan rekan-rekannya merana dalam keadaan yang tidak manusiawi. Mereka dikurung di ruang penjara bawah tanah—sebuah gudang yang gelap, dingin, dan tidak bersih—serta diberi makanan yang sangat buruk sehingga mereka tidak dapat memakannya hingga terdorong untuk memakannya karena rasa lapar. Nabi menggambarkan keadaannya dan keadaan para Orang Suci sebagai “ujian iman kami yang setara dengan ujian Abraham.”10
Sementara Nabi ditawan, ribuan Orang Suci Zaman Akhir, termasuk keluarga Nabi sendiri, dipaksa meninggalkan rumah mereka di Missouri pada musim dingin dan musim semi tahun 1838–1839. Pada tanggal 7 Maret 1839, Emma menulis kepada Joseph dari Quincy, Illinois: “Tidak seorang pun kecuali Allah mengetahui cerminan pikiranku dan perasaan hatiku ketika aku meninggalkan rumah dan tempat tinggal kita dan hampir semua yang kita miliki kecuali anak-anak kecil kita, dan melakukan perjalananku keluar dari negara bagian Missouri, meninggalkanmu terkungkung dalam penjara yang sepi itu.”11 Di bawah arahan Brigham Young dan pemimpin Gereja lainnya, para Orang Suci dipimpin ke arah timur ke Illinois.
Tahun-Tahun di Nauvoo
Pemimpin yang Dikasihi Umatnya
Pada bulan April 1839, Nabi dan rekan-rekannya dipindahkan karena perubahan tempat pengadilan dari Penjara Liberty ke Gallatin, Missouri. Sementara para tahanan itu dipindahkan lagi, dari Gallatin ke Columbia, Missouri, para penjaga mengizinkan mereka melarikan diri dari penawanan mereka yang tidak adil. Mereka pergi ke Quincy, Illinois, tempat sebagian besar anggota Gereja telah berkumpul setelah lari dari Missouri. Segera, di bawah arahan Nabi, kebanyakan Orang Suci mulai menetap 50 mil di sebelah utara di Commerce, Illinois, sebuah desa di tikungan Sungai Mississippi. Joseph mengubah nama kota menjadi Nauvoo, dan di tahun-tahun berikutnya anggota dan anggota baru berdatangan ke Nauvoo dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris Raya, menjadikannya salah satu daerah paling padat di Illinois.
Joseph dan Emma menetap di dekat sungai di sebuah rumah kayu gelondongan kecil, yang juga digunakan sebagai kantor Nabi pada tahun-tahun awal Nauvoo. Dia bertani untuk mata pencaharian dan kelak mengelola sebuah toko kelontong. Tetapi, karena Gereja dan tugas sipilnya menuntut sebagian besar waktunya, Nabi sering kali mendapat kesulitan untuk mencukupi kebutuhan jasmani keluarganya. Pada bulan Oktober 1841 harta milik pribadinya yang terdaftar terdiri dari “Charley tua (seekor kuda) yang diberikan kepadanya di Kirtland, dua rusa peliharaan, dua ayam kalkun tua dan empat yang muda, sapi tua yang diberikan kepadanya oleh seorang saudara di Missouri, Major tuanya (seekor anjing), … dan sedikit perabot rumah tangga.”12
Di akhir bulan Agustus 1843, Nabi beserta keluarganya pindah ke seberang jalan ke sebuah rumah berlantai dua yang baru dibangun yang disebut Mansion House [Rumah Gedung]. Joseph dan Emma kini memiliki empat anak yang masih hidup. Mereka telah menguburkan enam anak terkasih mereka selama tahun-tahun itu dan satu anak lagi yang akan lahir setelah kematian Joseph. Kesebelas anak dalam keluarga Joseph dan Emma Smith adalah: Alvin, dilahirkan tahun 1828, yang meninggal tak lama setelah dilahirkan; si kembar Thaddeus dan Louisa, dilahirkan tahun 1831, yang meninggal tak lama setelah dilahirkan; si kembar yang diadopsi, Joseph serta Julia, yang dilahirkan dari pasangan John dan Julia Murdock pada tahun 1831 dan diambil oleh Joseph serta Emma setelah Sister Murdock meninggal di saat melahirkan (Joseph yang berusia 11 bulan meninggal tahun 1832)13; Joseph III, dilahirkan tahun 1832; Frederick, dilahirkan tahun 1836; Alexander, dilahirkan tahun 1838; Don Carlos, dilahirkan tahun 1840, yang meninggal di usia 14 bulan; seorang putra dilahirkan tahun 1842, yang meninggal pada hari yang sama saat dia dilahirkan; serta David, dilahirkan tahun 1844, hampir lima bulan setelah ayahnya mati syahid.
Di sepanjang pelayanannya, Nabi senang berada di antara para Orang Suci. Mengenai kota Nauvoo dan penduduknya dia berkata: “Ini adalah tempat terindah dan orang-orang terbaik di kolong langit.”14 Sebaliknya, para Orang Suci mengasihinya dan merasa bahwa dia adalah teman mereka, dengan sering menyebutnya “Brother Joseph”. Salah seorang anggota baru mengamati, “Ada suatu daya tarik pribadi dalam dirinya yang menarik semua orang yang berkenalan dengannya.”15 “Dia tidak berpura-pura menjadi orang yang tidak memiliki kegagalan dan kelemahan,” seorang penduduk Nauvoo menulis. “Dia adalah seorang yang tidak dapat tidak pasti Anda sukai; … juga dia tidak congkak dengan kebesarannya seperti yang dikira banyak orang, tetapi sebaliknya ramah terhadap semua orang biasa.”16 William Clayton, seorang anggota baru dari Inggris, menulis surat ke rumah dari Nauvoo mengenai sang Nabi, mengatakan, “Sebenarbenarnya aku berharap aku adalah orang yang seperti itu.”17
Nabi menyampaikan banyak ceramah di Nauvoo, dan anggota Gereja senang mendengarnya, karena dia mengajarkan kebenaran Injil yang diungkapkan dengan kuasa. Angus M. Cannon mengenang: “Saya tidak pernah mendengarnya berbicara ketika itu tidak menyetrum seluruh jiwa raga saya dan menjadikan segenap jiwa saya memuliakan Tuhan.”18 Brigham Young menyatakan: “Saya tidak pernah membiarkan kesempatan berlalu untuk berada bersama Nabi Joseph dan mendengarnya berbicara di depan umum atau secara pribadi, agar saya dapat menimba pengertian dari sumber yang darinya dia berbicara, agar saya boleh memilikinya dan menampilkannya ketika dibutuhkan .… Saat-saat seperti itu adalah lebih berharga bagi saya daripada semua kekayaan dunia.”19
Kepemimpinan Joseph Smith meluas melampaui tanggung jawab keagamaannya. Di Nauvoo, Nabi terlibat dalam pelayanan kemasyarakatan, hukum, bisnis, pendidikan, dan militer. Dia menginginkan kota Nauvoo untuk menawarkan semua keuntungan dan kesempatan kemajuan budaya dan madani kepada penduduknya. Pada bulan Januari 1844, terutama karena dia kecewa bahwa para pejabat negara dan federal gagal menyediakan ganti rugi bagi hak dan harta milik yang diambil dari para Orang Suci di Missouri, Joseph Smith mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden Amerika Serikat. Meskipun sebagian besar pengamat menyadari bahwa dia memiliki peluang yang kecil untuk terpilih, pencalonan dirinya menarik perhatian umum terhadap pelanggaran meluas terhadap hak-hak para Orang Suci yang dijamin undang-undang. Semua orang, pernah Nabi umumkan, “memiliki hak yang setara untuk mengambil bagian dalam buah dari pohon besar kebebasan nasional kita.”20
Kekudusan bagi Tuhan: Membangun sebuah Bait Suci bagi Allah di Nauvoo
Ketika para Orang Suci dipaksa untuk meninggalkan Kirtland, mereka meninggalkan sebuah bait suci yang telah dengan susah payah mereka bangun. Tetapi mereka sekali lagi akan memiliki bait suci di tengah-tengah mereka, karena Tuhan memerintahkan mereka untuk mulai membangun sebuah bait suci di Nauvoo. Pekerjaan dimulai di musim gugur tahun 1840, dengan batu penjuru yang diletakkan pada tanggal 6 April 1841, dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh Nabi. Pembangunan Bait Suci Nauvoo merupakan salah satu proyek pembangunan terpenting di tempat yang ketika itu dikenal sebagai wilayah barat Amerika. Membangun bait suci menuntut para orang Suci untuk melakukan pengurbanan yang amat besar, karena dengan perpindahan yang terus berlangsung ke kota yang sedang berkembang itu, para anggota Gereja pada umumnya miskin.
Nabi mulai mengajarkan ajaran tentang pembaptisan bagi mereka yang telah meninggal sudah sejak 15 Agustus 1840. Karena bait suci berada dalam tahap awal pembangunan, para Orang Suci pada mulanya melaksanakan pembaptisan bagi mereka yang telah meninggal di sungai-sungai dan kali-kali setempat. Pada bulan Januari 1841, Tuhan mewahyukan bahwa praktik ini dapat diteruskan hanya sampai pembaptisan dapat dilakukan di dalam bait suci (lihat A&P 124:29–31). Selama musim panas dan musim gugur tahun 1841, para Orang Suci membangun sebuah kolam pembaptisan kayu sementara di lantai bawah tanah bait suci yang baru digali. Pembaptisan bagi mereka yang telah meninggal pertama kali dilakukan di kolam ini pada tanggal 21 November 1841.
Di tahun 1841 pemeteraian pasangan yang pertama dilakukan, dan di tahun 1843 Nabi mendiktekan wahyu yang menjabarkan sifat kekal dari perjanjian pernikahan (lihat A&P 132). Ajaran-ajaran dalam wahyu ini telah diketahui oleh Nabi sejak tahun 1831.21 Sebagaimana diperintahkan oleh Allah, dia juga mengajarkan ajaran pernikahan jamak.
Karena bait suci tidak akan rampung dalam beberapa saat, Joseph Smith memilih untuk melanjutkan dengan melakukan endowmen bait suci di luar dinding-dinding kudusnya. Pada tanggal 4 Mei 1842, di ruangan atas Toko Red Brick-nya di Nauvoo, Nabi melaksanakan endowmen pertama kepada sekelompok kecil pria, termasuk Brigham Young. Nabi tidak bertahan hidup untuk melihat Bait Suci Nauvoo rampung. Meskipun demikian, pada tahun 1845 sampai 1846, ribuan Orang Suci menerima endowmen bait suci dari Brigham Young dan yang lainnya yang telah menerima berkat-berkat ini dari Nabi.
Pelayanan Joseph Smith Mendekati Akhir
Sementara para Orang Suci pada awalnya menikmati kedamaian di Nauvoo, kabut penganiayaan semakin menggumpal di sekitar Nabi, dan dia merasa bahwa misi duniawinya sudah mendekati akhir. Dalam sebuah pertemuan yang tak terlupakan di bulan Maret 1844, Nabi menyerahkan tanggung jawab kepada Dewan Dua Belas untuk memimpin Gereja setelah kematiannya, menjelaskan bahwa mereka kini memiliki semua kunci dan wewenang yang diperlukan untuk melakukannya. Wilford Woodruff, anggota Kuorum Dua Belas pada saat itu, kemudian menyatakan: “Saya memberikan kesaksian bahwa pada awal musim semi tahun 1844, di Nauvoo, Nabi Joseph Smith mengumpulkan semua Rasul dan dia memberikan kepada mereka tata cara-tata cara Gereja dan Kerajaan Allah. Dan semua kunci serta kuasa yang telah Allah berikan kepadanya, dia meteraikan ke atas kepala kami, dan dia memberi tahu kami bahwa kami haruslah menegakkan bahu kami dan mengemban kerajaan ini, atau kami akan terkutuk .… Wajahnya jernih bagaikan batu ambar, dan dia diselubungi dengan suatu kuasa yang belum pernah saya lihat pada manusia mana pun dalam daging sebelumnya.”22 Setelah kematian Nabi, tanggung jawab atas Gereja dan kerajaan Allah di atas bumi terletak pada Kuorum Dua Belas Rasul.
Pada bulan Juni 1844 suatu tuduhan pemberontakan dikenakan kepada Nabi. Meskipun dia dibebaskan dari tuduhan itu di Nauvoo, Gubernur Illinois, Thomas Ford, bersikeras agar Joseph menghadap pengadilan untuk tuduhan yang sama di Carthage, Illinois, pusat pemerintahan Hancock County. Ketika Nabi dan kakaknya, Hyrum, tiba di Carthage, mereka dibebaskan atas jaminan dari tuduhan awal, tetapi kemudian dikenakan tuduhan pengkhianatan terhadap negara bagian Illinois, dan dikurung di penjara setempat.
Pada suatu sore yang panas dan pengap tanggal 27 Juni 1844, sebuah gerombolan penjahat dengan wajah yang dihitamkan menyerbu penjara itu serta membunuh Joseph dan Hyrum Smith. Kira-kira tiga jam kemudian, Willard Richards dan John Taylor, yang berada di penjara bersama para martir itu, mengirimkan sebuah pesan yang menyedihkan ke Nauvoo: “Penjara Carthage, pukul 08.05 malam, 27 Juni 1844, Joseph dan Hyrum telah mati .… Pekerjaan itu dilakukan dengan serta-merta.”23 Di usia 38 tahun, Nabi Joseph Smith telah memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya. Pekerjaannya dalam kefanaan telah selesai, Gereja dan kerajaan Allah telah ditegakkan untuk terakhir kalinya di bumi, Joseph Smith pun jatuh diterjang peluru para pembunuh. Mengenai Nabi Joseph Smith, Tuhan Sendiri bersaksi: “Telah Aku panggil [Joseph Smith] melalui para malaikat-Ku, para hamba pelayan-Ku, dan dengan suara-Ku sendiri keluar dari surga untuk melanjutkan pekerjaan-Ku; Yang dasarnya telah diletakkan olehnya, dan penuh iman, dan Aku mengambil dia untuk diri-Ku sendiri. Banyak orang yang telah mengagumi karena kematiannya, tetapi perlulah bahwa dia harus memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya, agar dia dapat dihormati dan yang jahat dapat dikutuk” (A&P 136:37–39).
Joseph Smith, nabi, pelihat, dan pewahyu besar zaman akhir, adalah hamba Yang Mahatinggi yang gagah berani dan patuh. Presiden Brigham Young bersaksi: “Saya pikir tidak ada orang yang hidup di bumi yang mengenalnya lebih baik daripada saya; dan saya berani mengatakan bahwa, Yesus Kristus terkecuali, tidak ada orang yang lebih baik yang pernah hidup atau sedang hidup di atas bumi ini. Saya adalah saksinya.”24