Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 37: Kasih Amal, Kasih Murni Kristus


Bab 37

Kasih Amal, Kasih Murni Kristus

“Kasih merupakan salah satu ciri khas Ketuhanan, dan seharusnya dinyatakan oleh mereka yang bercita-cita untuk menjadi putra Allah.”

Dari Kehidupan Joseph Smith

Dalam sebuah wahyu yang diberikan melalui Joseph Smith pada tahun 1841, Tuhan menetapkan wilayah di Nauvoo, Illinois, sebagai sebuah “batu penjuru Sion, yang akan digosok dengan kehalusan bagaikan sebuah istana” (A&P 124:2). Di bawah arahan Nabi, Nauvoo menjadi pusat perdagangan, pendidikan, dan kesenian yang berkembang. Banyak orang mengerjakan tanah pertanian mereka, sementara mereka yang memiliki sekitar setengah hektar tanah di kota menanam pohon buah-buahan dan sayursayuran di kebun-kebun rumah. Penggergajian kayu, tempat pembuatan batu bata, kantor-kantor percetakan, penggilingan tepung, dan toko-toko roti pun bermunculan di kota, seperti juga tukang kayu, pembuat gerabah, perajin perak, perajin perhiasan, pandai besi, dan pembuat lemari. Di Nauvoo, para Orang Suci dapat menikmati teater, pesta dansa, dan konser. Ratusan siswa terdaftar di sekolah-sekolah di seluruh komunitas, dan rencana disiapkan untuk membangun sebuah universitas.

Sewaktu Nauvoo berkembang dengan pesatnya, beberapa tempat pembuatan batu bata menghasilkan batu bata merah yang membuat bangunan-bangunan Nauvoo berpenampilan khas. Salah satu bangunan ini adalah Toko Bata Merah Nabi. Toko itu dibangun untuk dimanfaatkan baik sebagai kantor bagi Nabi dan Presidensi Utama serta sebagai tempat usaha untuk membantu Nabi menafkahi keluarganya. Suatu peristiwa yang terjadi di Toko Bata Merah itu memperlihatkan sifat kasih amal yang menjadikan Nabi begitu dikasihi.

James Leach adalah orang Inggris yang datang ke Nauvoo bersama kakak perempuannya yang telah dipertobatkan beserta suaminya, Agnes dan Henry Nightingale. Setelah mencari pekerjaan tanpa hasil, James dan Henry memutuskan untuk meminta bantuan Nabi. James mengenang:

“Kami … mendapati [Nabi] di sebuah toko kecil sedang menawarkan barang dagangan kepada seorang wanita. Ini pertama kalinya saya mendapat kesempatan untuk berada di dekatnya dan dapat melihatnya dengan jelas. Saya merasakan adanya roh yang lebih agung dalam dirinya. Dia berbeda dengan siapa pun yang pernah saya jumpai sebelumnya; dan saya berkata dalam hati bahwa dia memang sesungguhnya adalah seorang Nabi Allah yang mahatinggi.

Karena saya bukan anggota Gereja saya ingin Henry yang meminta pekerjaan kepadanya, namun dia tidak melakukannya, jadi saya harus melakukannya. Saya berkata, ‘Tuan Smith, kalau Anda tidak berkeberatan, apakah Anda memiliki pekerjaan yang dapat Anda berikan kepada kami berdua, agar kami dapat memenuhi kebutuhan hidup?’ Dia menatap kami dengan wajah ceria, dan dengan perasaan ramah yang begitu besar, berkata, ‘Nah, anak-anak, apa yang dapat kalian lakukan?’ Kami memberitahunya apa pekerjaan kami sebelum kami meninggalkan tanah kelahiran kami.

Katanya, ‘Dapatkah kalian membuat parit?’ Saya menjawab kami akan melakukan yang terbaik semampu kami dalam mengerjakannya. ‘Betul begitu, anak-anak,’ dan sambil mengambil alat pengukur [meteran], dia berkata, ‘Mari ikut saya.’

Dia membawa kami beberapa jengkal dari toko, memberi saya ujung meteran untuk dipegang, dan merentang seluruh meterannya dari tempatnya dan menandai sebuah garis untuk patokan kerja kami. ‘Sekarang, anak-anak,’ katanya, ‘dapatkah kalian membuat sebuah parit selebar tiga kaki [k.l. 1 meter] dan sedalam dua setengah kaki [k.l. 3/4 meter] sepanjang garis ini?’

Kami mengatakan bahwa kami akan melakukan semampu kami, dan dia meninggalkan kami. Kami mulai bekerja, dan saat pekerjaan itu sudah selesai saya pergi dan memberitahunya bahwa pekerjaannya telah rampung. Dia datang dan melihatnya dan berkata, ‘Anak-anak, seandainya saya membuatnya sendiri saya tidak akan dapat membuat lebih baik dari itu. Sekarang mari ikut saya.’

Dia memimpin jalan kembali ke tokonya, dan memberi tahu kami untuk mengambil potongan daging ham atau daging babi yang terbaik bagi diri kami. Karena agak sungkan, saya mengatakan bahwa kami lebih suka kalau dia yang memberikannya kepada kami. Maka dia memilih dua potong daging yang terbesar dan terbaik serta satu karung tepung untuk kami masingmasing, dan bertanya kepada kami apakah itu cukup. Kami memberitahunya bahwa kami bersedia untuk melakukan tambahan pekerjaan untuk itu semua, namun dia berkata, ‘Jika kalian puas, saya pun puas.’

Kami berterima kasih kepadanya dengan ramah, dan berjalan pulang bersukacita akan kebaikan hati Nabi Allah kita.”

James Leach dibaptiskan pada tahun itu juga dan mencatat bahwa dia “sering berkesempatan melihat wajah agung [Nabi] bercahaya oleh Roh dan kuasa Allah.”1

Ajaran-Ajaran Joseph Smith

Seseorang yang dipenuhi dengan kasih Allah bersemangat untuk memberkati orang lain.

“Kasih merupakan salah satu ciri khas Ketuhanan, dan seharusnya dinyatakan oleh mereka yang bercita-cita untuk menjadi putra Allah. Seorang pria yang dipenuhi dengan kasih Allah, tidaklah puas dengan memberkati keluarganya semata, namun berkelana ke seluruh dunia, bersemangat untuk memberkati seluruh umat manusia.”2

Lucy Meserve Smith mencatat yang berikut: “[Joseph Smith] berkata, ‘Brother dan Sister, kasihilah satu sama lain; kasihilah satu sama lain dan berbelaskasihanlah kepada musuh Anda.’ Dia mengulangi kata-kata ini dengan nada suara yang penuh empati dengan amin yang nyaring.”3

Pada bulan Juli 1839, Nabi berbicara kepada sekelompok pemimpin Gereja: “Saya kemudian berbicara kepada mereka dan memberi banyak petunjuk … berkaitan dengan banyak topik penting dan nilai bagi semua yang berkeinginan untuk berjalan dengan rendah hati di hadapan Tuhan, dan terutama mengajari mereka untuk menaati kasih amal, kebijaksanaan serta rasa kebersamaan, dengan kasih bagi satu sama lain dalam segala hal, dan dalam segala macam keadaan.”4

Kita memiliki kewajiban khusus untuk mengasihi dan memelihara mereka yang membutuhkan.

“Merupakan suatu kewajiban yang seharusnya dilakukan setiap Orang Suci kepada para saudaranya secara bebas—untuk selalu mengasihi mereka, dan senantiasa menyokong mereka. Agar dibenarkan di hadapan Allah kita haruslah saling mengasihi: kita harus mengatasi kejahatan; kita harus mengunjungi yang yatim dan yang janda dalam kesengsaraan mereka, dan kita harus menjaga diri kita sendiri tak ternoda dari dunia; karena kebajikan seperti itu mengalir dari sumber agung agama yang murni [lihat Yakobus 1:27].”5

“[Seorang anggota Gereja] harus memberi makan kepada mereka yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, menyediakan kebutuhan bagi yang janda, mengeringkan air mata yatim piatu, menghibur yang sengsara, baik di Gereja ini, maupun di Gereja lainnya, atau tidak dalam Gereja sama sekali, di mana pun dia menemukan mereka.”6

“Yang kaya tidak dapat diselamatkan tanpa kasih amal, memberi makan yang miskin kapan pun dan bagaimanapun Allah menuntutnya.”7

“Pertimbangkanlah keadaan mereka yang menderita dan berusahalah untuk mengurangi kesengsaraan mereka; biarlah roti Anda memberi makan yang lapar, dan pakaian Anda membalut yang telanjang; biarlah kemurahan hati Anda mengeringkan air mata yang yatim piatu, dan menceriakan janda yang putus asa; biarlah doa-doa, dan kehadiran, serta kebaikan hati Anda mengurangi rasa sakit mereka yang kesusahan, dan kemurahan hati Anda memberikan kontribusi pada kebutuhan mereka; berbuatlah baik kepada semua orang, terutama kepada rumah tangga yang beriman, agar Anda boleh tidak celaka dan tidak dipersalahkan, para putra Allah tanpa kemarahan. Taatilah perintah-perintah Allah—semua yang telah Dia berikan, sedang berikan, atau akan berikan, dan suatu lingkaran kemuliaan akan bersinar di sekitar jalan Anda; yang miskin akan bangkit dan menyebut Anda diberkati; Anda akan dimuliakan dan dihormati oleh semua orang; dan jalan Anda akan menjadi jalan orang yang saleh, yang bersinar semakin cemerlang sampai hari yang sempurna itu [lihat Amsal 4:18].”8

“Roh Kudus … akan dicurahkan pada segala zaman ke atas kepala Anda, sewaktu Anda menjalankan asas-asas kesalehan yang selaras dengan pikiran Allah, dan secara pantas saling memerhatikan satu sama lain, dan berhati-hati melalui segala cara untuk mengingat mereka yang berada dalam penawanan, dan dalam keberatan jiwa, serta dalam kesengsaraan besar demi kepentingan Anda. Dan jika ada siapa pun di antara Anda yang mengejar kepuasan diri mereka sendiri, dan mengupayakan kemewahan diri mereka sendiri, sementara para saudara mereka mengerang dalam kemiskinan, dan berada di bawah tekanan ujian dan godaan, mereka tidak dapat memetik manfaat dari campur tangan Roh Kudus, yang melakukan perantaraan bagi kita siang dan malam dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan [lihat Roma 8:26].

Kita hendaknya setiap saat amat berhati-hati agar ketinggian hati semacam itu tidak pernah mendapat tempat di hati kita; melainkan rendahkanlah diri kepada orang-orang dari kedudukan yang rendah, dan dengan segala panjang sabar tanggunglah kelemahan dari mereka yang lemah.”9

Kasih amal itu panjang sabar, penuh belas kasihan, dan ramah.

Eliza R. Snow melaporkan sebuah ceramah yang diberikan oleh Nabi: “Dia kemudian melanjutkan membaca pasal 13 [dari 1 Korintus]—‘Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing;’ dan berkata, janganlah membatasi diri dalam pandangan Anda sehubungan dengan kebajikan sesama Anda, tetapi waspadalah terhadap rasa benar sendiri, dan batasilah diri dalam perkiraan akan kebajikan Anda sendiri, dan janganlah berpikir Anda sendiri lebih saleh daripada yang lainnya; Anda harus melapangkan jiwa Anda terhadap satu sama lain, jika Anda ingin berlaku seperti Yesus, dan membawa makhluk sesama Anda ke pelukan Abraham. Dia mengatakan bahwa dia telah menyatakan kepanjangsabaran, ketabahan, dan kesabaran terhadap Gereja, dan juga terhadap para musuhnya; dan kita harus bersabar terhadap kegagalan satu sama lain, bagaikan orang tua yang sabar bersabar terhadap kebodohan anak-anaknya.

… Sewaktu Anda bertambah dalam kemurnian [ketidaksalahan] dan kebajikan, sewaktu Anda bertambah dalam kebaikan, biarlah hati Anda meluas, biarlah itu dilapangkan terhadap orang lain; Anda haruslah panjang sabar, dan bersabar terhadap kesalahan dan kekeliruan umat manusia. Betapa berharganya jiwa manusia! ….

… Janganlah iri terhadap kemewahan dan pertunjukan sekejap para pendosa, karena mereka berada dalam situasi yang mengenaskan; namun sejauh Anda dapat, berbelaskasihanlah terhadap mereka, karena dalam waktu yang singkat Allah akan menghancurkan mereka, jika mereka tidak mau bertobat dan berpaling kepada-Nya.”10

“Orang bijak seharusnya memiliki cukup pengertian untuk menaklukkan manusia dengan keramahan. ‘Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah,’ kata orang bijak [Amsal 15:1]; dan akan mendatangkan keuntungan bagi Orang Suci Zaman Akhir untuk memperlihatkan kasih Allah, dengan sekarang secara ramah memperlakukan mereka yang mungkin telah, dalam suatu saat yang tak disadari, melakukan kesalahan; karena sesungguhnya Yesus berfirman, Berdoalah bagi musuh-musuhmu [lihat Matius 5:44].”11

“Saya tidak memikirkan kesalahan-kesalahan Anda, dan Anda hendaknya tidak memikirkan kesalahan-kesalahan saya. Kasih amal, yang adalah kasih, menutupi banyak sekali dosa [lihat 1 Petrus 4:8], dan saya sering menutupi semua kesalahan di antara Anda; tetapi yang paling indah adalah tidak memiliki kesalahan sama sekali. Kita hendaknya memupuk suatu roh yang lemah lembut, tenang, dan damai.”12

Eliza R. Snow melaporkan ceramah lainnya yang diberikan oleh Nabi: “Ketika orang-orang memperlihatkan sedikit saja keramahan dan kasih kepada saya, Ah betapa itu memiliki kekuatan dalam benak saya, sementara arah yang sebaliknya memiliki kecenderungan untuk memancing segala perasaan yang keras dan memuramkan pikiran manusia.

Merupakan suatu bukti bahwa manusia tidaklah akrab dengan asas-asas keilahian untuk melihat berkurangnya perasaan kasih sayang dan tak adanya kasih amal di dunia. Kuasa dan kemuliaan keilahian dihamparkan berdasarkan asas luas untuk menyebarluaskan jubah kasih amal. Allah tidak memandang dosa dengan kelonggaran, namun sewaktu orang telah berdosa, haruslah ada kelonggaran baginya .… Semakin kita mendekat kepada Bapa Surgawi kita, semakin kita cenderung untuk memandang dengan kasih sayang kepada jiwa-jiwa yang sedang binasa; kita merasa bahwa kita ingin mengangkat mereka ke atas bahu kita, dan membuang dosa mereka ke belakang kita .…

… Betapa seringnya pria dan wanita bijak berupaya untuk mendikte Brother Joseph dengan berkata, ‘Ah, seandainya saya adalah Brother Joseph, saya akan melakukan ini dan itu;’ namun jika mereka berada dalam sepatu [posisi] Brother Joseph mereka akan mendapati bahwa pria dan wanita tidak dapat dipaksa memasuki kerajaan Allah, melainkan harus dihadapi dengan panjang sabar, dan pada akhirnya kita akan menyelamatkan mereka. Cara untuk menjaga para Orang Suci tetap bersama, dan menjaga pekerjaan terus bergulir, adalah menunggu dengan segala panjang sabar, sampai Allah akan membawa sosok-sosok seperti itu kepada keadilan. Tidak boleh ada izin untuk dosa, namun belas kasihan haruslah seiring sejalan dengan teguran.”13

Kita menyatakan kasih amal melalui tindakan pelayanan dan kebaikan hati yang sederhana.

“Saya adalah hamba Anda, dan hanya melalui Roh Kuduslah saya dapat melakukan kebaikan bagi Anda .… Kami tidak dapat menyajikan diri kami di hadapan Anda sebagai apa pun kecuali hamba-hamba Anda yang rendah hati, bersedia untuk menggunakan dan digunakan dalam pelayanan bagi Anda.”14

Edwin Holden mengenang: “Di tahun 1838, Joseph dan beberapa pria muda sedang bermain memainkan permainan di tempat terbuka, di antaranya bermain bola. Lama kelamaan mereka mulai menjadi lelah. Dia melihatnya, dan sambil memanggil mereka berkumpul dia berkata: ‘Marilah kita membangun sebuah pondok kayu gelondongan.’ Pergilah mereka, Joseph dan para pemuda itu, untuk membangun sebuah pondok kayu gelondongan bagi seorang wanita janda. Begitulah cara Joseph, selalu membantu dalam hal apa pun semampunya.”15

Lucy Mack Smith, ibu Nabi Joseph Smith, mengatakan mengenai waktu ketika para Orang Suci pertama kali mulai bermukim di Commerce, Illinois, yang kemudian disebut Nauvoo: “Sewaktu musim berlanjut, para saudara yang telah bermukim di sini mulai merasakan dampak dari keadaan-keadaan sulit mereka, yang, digabungkan dengan tidak sehatnya iklim, menyebabkan mereka terserang sakit meriang dan demam malaria sedemikian rupa sehingga ada beberapa keluarga yang utuh dimana tidak ada seseorang pun yang dapat memberikan kepada yang lainnya minuman air dingin atau bahkan membantu diri mereka sendiri. Sebagian besar keluarga Hyrum sakit. Putri bungsu saya, Lucy, juga sakit keras, dan ada, bahkan, hanya beberapa penduduk tempat ini yang sehat.

Joseph dan Emma menyuruh mereka yang sakit untuk dibawa ke rumah mereka dan merawat mereka di sana. Dan mereka terus menyuruh membawa mereka segera setelah mereka terserang penyakit sampai rumah mereka, yang terdiri dari empat kamar, sedemikian padat sehingga mereka merasa perlu untuk memasang tenda di pekarangan untuk menampung bagian keluarga itu yang masih berdiri. Joseph dan Emma mengabdikan seluruh waktu dan perhatian mereka untuk merawat mereka yang sakit pada masa sulit ini.”16

John L. Smith, sepupu Nabi, mengenang kejadian berikut yang terjadi pada masa waktu yang sama: “Nabi Joseph dan sepupu Hyrum, adiknya, mengunjungi kami. Kami semua sakit demam dan meriang, kecuali ibu, dan Ayah mengigau hampir sepanjang waktu. Joseph melepas sepatu dari kakinya ketika dia melihat keadaan kami yang mengenaskan dan mengenakannya pada kaki Ayah, karena dia bertelanjang kaki, dan dia sendiri pulang ke rumah tanpa alas kaki. Dia mengirim dan membawa Ayah ke rumahnya dan menyelamatkan nyawanya serta menyediakan bagi kami banyak kenyamanan sehingga kami pulih kembali.”17

Elizabeth Ann Whitney mengenang: “Di awal musim Semi tahun 1840 kami pergi ke Commerce, sebagaimana biasanya bagian atas dari kota Nauvoo itu terus disebut. Kami menyewa sebuah rumah milik Hiram Kimball .… Di sini kami semua meriang, panas dingin, dan hanya mampu sebatas merangkak ke sana kemari serta membantu satu sama lain. Dalam keadaan yang sulit ini anak kesembilan saya dilahirkan. Joseph, ketika mengunjungi kami dan melihat perubahan keadaan kami, mendorong kami segera untuk datang dan berbagi tempat tinggal dengannya. Kami merasa bahwa iklim, air, dan kemelaratan yang kami alami tidak dapat ditanggung lebih lama lagi; karenanya kami menerima tawarannya itu dan pergi untuk tinggal di pekarangan Nabi Joseph dalam sebuah pondok kecil; kesehatan kami segera pulih, dan anak-anak mulai menjadi diri mereka lagi. Suami saya bekerja di toko yang dibangun Joseph dan dipenuhi dengan kebutuhan sebagaimana yang benar-benar dibutuhkan orang-orang.

Suatu hari sementara keluar dari rumah ke pekarangan ingatan akan sebuah nubuat yang Joseph Smith pernah buat kepada saya, sewaktu tinggal di rumah kami di Kirtland, tersirat dalam benak saya bagaikan setruman listrik; nubuatnya adalah ini: bahwa bahkan seperti yang kami lakukan kepadanya, untuk membuka pintu kami kepadanya dan keluarganya ketika dia tidak memiliki rumah; demikian pula kami di masa datang akan diterima olehnya dalam rumahnya.”18

Mosiah L. Hancock melaporkan pengalaman berikut yang terjadi di Nauvoo sementara dia masih remaja: “Musim panas ini [1841] saya bermain permainan bola pertama saya dengan Nabi. Kami bergantian menendang dan mengejar bola, dan ketika permainannya usai, Nabi berkata, ‘Saudara-saudara, pasanglah hewan penarik kereta Anda,’ yang kami lakukan, dan kami semua berkereta ke hutan. Saya menaiki kereta saya yang berkuda satu yang berdiri di bagian depan, dan Brother Joseph serta ayah naik di bagian poros belakang [ini keduanya bagian dari kereta, yang saat itu tidak terpasang baknya]. Ada 39 kereta dalam kelompok itu dan kami mengumpulkan kayu sampai kereta-kereta kami penuh. Ketika kereta-kereta kami penuh, Brother Joseph menawarkan untuk bermain tarik kayu dengan siapa pun—dan dia menarik mereka semua satu demi satu—dengan siapa pun yang mau bersaing dengannya.

Sesudahnya, Nabi mengirim kereta-kereta itu ke tempat-tempat yang berbeda bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan; dan dia menyuruh mereka memotongkan kayu untuk para Orang Suci yang membutuhkannya. Semua orang senang melakukan seperti yang dikatakan Nabi, dan meskipun kami agak sakit, dan kematian ada di sekitar kami, orang-orang tersenyum dan berusaha untuk menceriakan semua orang lain.”19

Pada tanggal 15 Januari 1842, Nabi menuliskan yang berikut dalam sepucuk surat kepada Edward Hunter, yang kemudian melayani sebagai Uskup Ketua: “Keragaman dagangan kami [di Toko Bata Merah] adalah cukup baik—amat baik, mengingat pembelian berbeda-beda yang dilakukan oleh orang yang berbedabeda pula pada waktu yang berbeda-beda, dan dalam keadaan yang sedikit banyak mengendalikan pilihan mereka, namun saya bersukacita bahwa kami telah dimungkinkan untuk menghasilkan sebaik yang kami hasilkan, karena hati dari banyak saudara yang miskin akan disenangkan dengan segala kenyamanan yang sekarang ada dalam jangkauan mereka.

Toko itu telah dipenuhi hingga berkelimpahan, dan saya berdiri di belakang gerai itu sepanjang hari, menawarkan barang-barang secara tetap sebagaimana penjaga toko mana pun yang pernah Anda lihat, untuk memenuhi kebutuhan mereka yang terpaksa mengesampingkan makan malam Natal dan Tahun Baru mereka yang biasa, karena kebutuhan sedikit gula, sirup jagung, kismis, dll.; dan untuk menyenangkan diri sendiri, saya suka meladeni para Orang Suci, serta menjadi pelayan bagi semua orang, berharap bahwa saya boleh dipermuliakan menurut waktu Tuhan.”20

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkanlah gagasan berikut ketika Anda mempelajari bab ini atau ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman vii–xiii.

  • Sewaktu Anda mengulas kisah-kisah di halaman 493–495 dan halaman 500–504, renungkan perasaan Anda terhadap Nabi Joseph Smith. Apa yang diajarkan kisah-kisah ini mengenai dia? Menurut Anda dengan cara apa tindakannya memengaruhi orang-orang di sekitarnya? Dengan cara apa hidup Anda telah disentuh oleh kebaikan orang lain?

  • Ulaslah bagian bab yang dimulai di halaman 495. Menurut Anda mengapa seseorang yang dipenuhi dengan kasih Allah berkeinginan untuk memberkati seluruh umat manusia? Bagaimana tindakan kasih dan keramahan kita membantu memberkati semua orang?

  • Apa saja tanggung jawab yang kita miliki dalam memelihara mereka yang membutuhkan? (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 496–497). Bagaimana tanggung jawab ini berkaitan dengan kebutuhan jasmani orang? Bagaimana itu berkaitan dengan kebutuhan rohani? Contoh apa yang telah Anda lihat mengenai orang-orang yang memelihara mereka yang membutuhkan?

  • Bacalah alinea yang dimulai di bagian bawah halaman 497. Apa yang dapat kita lakukan untuk tumbuh dalam penghargaan kita terhadap kebajikan orang lain? Menurut Anda mengapa kita hendaknya “waspada … terhadap rasa benar sendiri, dan [membatasi] diri dalam perkiraan akan kebajikan Anda sendiri”?

  • Nabi Joseph menyatakan keprihatinan mengenai “berkurangnya perasaan kasih sayang … di dunia” (hlm. 499). Sebaliknya, dia berkata bahwa kita hendaknya “melapangkan jiwa [kita] terhadap satu sama lain” dan “[membiarkan] hati [kita] meluas, biarlah itu dilapangkan terhadap orang lain” (hlm. 498). Menurut Anda apa artinya melapangkan hati dan jiwa kita terhadap satu sama lain?

  • Bacalah alinea kedua sepenuhnya di halaman 499. Dengan cara apa kita dapat menerapkan ajaran ini sewaktu kita berinteraksi dengan anggota keluarga kita?

Tulisan Suci Terkait: 1 Korintus 13:1–13; Mosia 4:14–16, 26–27; Eter 12:33–34; Moroni 7:45–48; A&P 121:45–46

Catatan

  1. James Leach, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Maret 1892, hlm. 152–153; tanda baca dimodernkan; pembagian alinea diubah.

  2. History of the Church, 4:227; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Dua Belas Rasul, 15 Desember 1840, Nauvoo, Illinois, diterbitkan dalam Times and Seasons, 1 Januari 1841, hlm. 258; surat ini secara keliru diberi tanggal 19 Oktober 1840, dalam History of the Church.

  3. Lucy Meserve Smith, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Agustus 1892, hlm. 471.

  4. History of the Church, 3:383; dari catatan jurnal Joseph Smith, 2 Juli 1839, Montrose, Iowa.

  5. History of the Church, 2:229, catatan kaki; dari “To the Saints Scattered Abroad,” Messenger and Advocate, Juni 1835, hlm. 137.

  6. Jawaban redaktur terhadap sepucuk surat dari Richard Savary, Times and Seasons, 15 Maret 1842, hlm. 732; Joseph Smith adalah redaktur terbitan berkala tersebut.

  7. History of the Church, 4:608; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 1 Mei 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards.

  8. “To the Saints of God,” sebuah tajuk rencana yang diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 Oktober 1842, hlm. 952; Joseph Smith adalah redaktur terbitan berkala tersebut.

  9. History of the Church, 3:299; tanda baca dimodernkan; dari sepucuk surat dari Joseph Smith dan yang lainnya kepada Edward Partridge dan Gereja, 20 Maret 1839, Penjara Liberty, Liberty, Missouri.

  10. History of the Church, 4:606–607; pembagian alinea diubah; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 28 April 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow; lihat pula tambahan, hlm. 562, butir 3.

  11. History of the Church, 6:219; pembagian alinea diubah; dari “Pacific Innuendo,” sebuah artikel yang dituliskan di bawah arahan Joseph Smith, 17 Februari 1844, Nauvoo, Illinois; diterbitkan dalam Times and Seasons, 15 Februari 1844, hlm. 443; edisi Times and Seasons ini diterbitkan terlambat.

  12. History of the Church, 5:517; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 23 Juli 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards; lihat pula tambahan, hlm. 562, butir 3.

  13. History of the Church, 5:24; ejaan dimodernkan; pembagian alinea diubah; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 9 Juni 1842, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Eliza R. Snow.

  14. History of the Church, 5:355; pembagian alinea diubah; dari ceramah yang diberikan oleh Joseph Smith pada tanggal 13 April 1843, di Nauvoo, Illinois; dilaporkan oleh Willard Richards.

  15. Edwin Holden, dalam “Recollections of the Prophet Joseph Smith,” Juvenile Instructor, 1 Maret 1892, hlm. 153; tanda baca dimodernkan.

  16. Lucy Mack Smith, “The History of Lucy Smith, Mother of the Prophet,” 1844–1845 manuscript, book 17, hlm. 7, Arsip Gereja, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Salt Lake City, Utah.

  17. John Lyman Smith, Autobiography and Diaries, 1846–1995, fotokopi, jilid 1, catatan untuk September 1839, Arsip Gereja.

  18. Elizabeth Ann Whitney, “A Leaf from an Autobiography,” Woman’s Exponent, 15 November 1878, hlm. 91.

  19. Mosiah Lyman Hancock, Autobiography, tulisan ketikan, hlm. 22, Arsip Gereja.

  20. History of the Church, 4:492; dari sepucuk surat dari Joseph Smith kepada Edward Hunter, 5 Januari 1842, Nauvoo, Illinois.

Red Brick Store

Toko Bata Merah yang direkonstruksi di Nauvoo. Bangunan ini sempat dimanfaatkan sebagai kantor bagi Nabi Joseph Smith dan sebagai tempat usaha untuk membantunya menafkahi keluarganya. Banyak pertemuan dan kegiatan Gereja diadakan di toko ini.

men building

“Pergilah mereka, Joseph dan para pemuda itu, untuk membangun sebuah pondok kayu gelondongan bagi seorang wanita janda. Begitulah cara Joseph, selalu membantu dalam hal apa pun semampunya.”

Emma caring for sick

Pada masa terjadinya banyak penyakit di Commerce, Illinois, Joseph dan Emma Smith membawa orang yang sakit ke rumah mereka dan merawat mereka di sana.