2011
Bait Suci yang Kudus—Mercusuar bagi Dunia
Mei 2011


Bait Suci yang Kudus—Mercusuar bagi Dunia

Semua berkat penting dan tertinggi dari keanggotaan dalam Gereja adalah berkat-berkat itu yang kita terima dalam bait suci Allah.

President Thomas S. Monson

Brother dan sister yang terkasih, saya menyatakan kasih dan salam saya kepada Anda masing-masing dan berdoa semoga Bapa Surgawi akan membimbing pikiran saya dan mengilhami perkataan saya sewaktu saya berbicara kepada Anda hari ini.

Izinkan saya memulai dengan memberikan komentar mengenai pesan luar biasa yang telah kita dengar pagi ini dari Sister Allred dan Uskup Burton serta lainnya perihal program kesejahteraan Gereja. Sebagaimana disebutkan, tahun ini menandai perayaan ke-75 program terilhami ini yang telah memberkati kehidupan begitu banyak orang. Adalah kesempatan istimewa saya untuk mengenal secara pribadi beberapa dari mereka yang menjadi pionir bagi upaya besar ini—para pria yang berbelas kasihan dan bervisi.

Sebagaimana yang Uskup Butron dan Sister Allred serta lainnya sebutkan, uskup di lingkungan diberi tanggung jawab untuk merawat mereka yang membutuhkan yang tinggal di dalam batas-batas lingkungannya. Demikianlah kesempatan istimewa saya ketika saya mengetuai sebagai seorang uskup yang sangat muda di Salt Lake City di sebuah lingkungan yang terdiri atas 1.080 anggota, termasuk 84 janda. Ada banyak yang memerlukan bantuan. Betapa saya bersyukur untuk program kesejahteraan Gereja dan untuk bantuan dari Lembaga Pertolongan serta kuorum-kuorum imamat.

Saya menyatakan bahwa program kesejahteraan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir diilhami oleh Allah Yang Mahakuasa.

Nah, Brother dan sister, konferensi ini menandai tiga tahun sejak saya didukung sebagai Presiden Gereja. Tentu saja itu telah menjadi tahun-tahun yang sibuk, sarat dengan banyak tantangan namun juga dengan berkat yang tak terkira. Kesempatan yang saya miliki untuk mendedikasi dan mendedikasi ulang bait suci-bait suci ada di antara berkat yang paling menyenangkan dan sakral ini, dan adalah mengenai bait suci yang ingin saya sampaikan kepada Anda hari ini.

Selama konferensi umum Oktober tahun 1902, Presiden Gereja, Joseph F. Smith menyampaikan ceramah pembukanya dengan harapan agar kelak kita akan “memiliki bait suci-bait suci yang dibangun di berbagai bagian [dunia] di mana itu diperlukan untuk kenyamanan umat.”1

Selama 150 tahun pertama menyusul pengorganisasian Gereja, dari tahun 1830 hingga 1980, ada 21 bait suci dibangun, termasuk bait suci di Kirtland, Ohio, dan Nauvoo, Illinois. Dibanding dengan 30 tahun sejak 1980, selama masa itu 115 bait suci dibangun dan didedikasikan. Dengan pengumuman kemarin tentang 3 bait suci baru, terdapat tambahan 26 bait suci yang masih dibangun atau dalam taraf prapembangunan. Jumlah ini akan terus bertambah.

Gol yang Presiden Joseph F. Smith harapkan pada tahun 1902 menjadi kenyataan. Hasrat kita adalah untuk menjadikan bait suci sebisa mungkin dijangkau bagi para anggota kita.

Salah satu bait suci yang saat ini sedang dibangun adalah di Manaus, Brasil. Beberapa tahun lalu saya membaca tentang satu kelompok yang terdiri atas seratus anggota lebih meninggalkan Manaus, yang terletak di belantara Amazon, melakukan perjalanan ke tempat yang kemudian menjadi bait suci terdekat, berlokasi di São Paulo, Brasil—hampir 2.500 mil (4.000 km) dari Manaus. Orang-Orang Suci yang setia itu melakukan perjalanan dengan kapal selama empat hari di Sungai Amazon dan anak sungainya. Setelah merampungkan perjalanan ini melalui perairan, mereka naik bus selama tiga hari lagi perjalanan—melewati jalan yang tidak rata, dengan bekal yang minim untuk dimakan dan tanpa tempat yang nyaman untuk tidur. Setelah tujuh hari tujuh malam, mereka tiba di bait suci di São Paulo, di mana tata cara-tata cara yang kekal menurut sifatnya dilaksanakan. Tentu saja perjalanan pulang mereka sama sulitnya. Meskipun demikian, mereka telah menerima tata cara-tata cara dan berkat-berkat bait suci, dan meskipun uang mereka habis, mereka, diri mereka sendiri, dipenuhi dengan roh bait suci dan dengan rasa syukur untuk berkat-berkat yang telah mereka terima.2 Sekarang, bertahun-tahun kemudian, para anggota kita di Manaus bersukacita sewaktu mereka melihat bait suci mereka sendiri berdiri di tepi Rio Negro. Bait suci mendatangkan sukacita kepada para anggota setia kita di mana pun itu dibangun.

Laporan tentang pengurbanan yang dibuat untuk menerima berkat-berkat yang hanya ditemukan di bait suci-bait suci Allah tidak pernah gagal menyentuh hati saya dan memberi saya rasa syukur yang diperbarui atas bait suci.

Izinkan saya membagikan kepada Anda kisah Tihi dan Tararaina Mou Tham serta 10 anak mereka. Seluruh keluarga kecuali seorang anak perempuan menjadi anggota Gereja di awal tahun 1960-an ketika para misionaris datang ke pulau mereka, yang terletak kira-kira 100 mil (160 km) selatan Tahiti. Segera mereka mulai menghasratkan berkat-berkat dari sebuah keluarga kekal yang dimeteraikan di bait suci.

Pada waktu itu bait suci terdekat bagi keluarga Mou Tham adalah Bait Suci Hamilton Selandia Baru, yang berjarak 2.500 mil (4.000 km) lebih arah barat daya, yang hanya dapat ditempuh dengan pesawat udara yang mahal. Keluarga besar Mou Tham, yang berpenghasilan sangat kecil dari sebuah ladang kecil, tidak memiliki uang untuk ongkos pesawat udara, juga tidak ada kesempatan apa pun untuk pekerjaan di pulau Pasifik mereka. Karena itu Brother Mou Tham dan putranya, Gérard, membuat keputusan yang sulit untuk melakukan perjalanan sejauh 3.000 mil (4.800 km) untuk bekerja di New Caledonia, di mana anak lelakinya yang lain telah bekerja.

Ketiga pria keluarga Mou Tham bekerja selama empat tahun. Brother Mou Tham sendiri pulang ke rumah hanya sekali selama waktu tersebut untuk pernikahan seorang anak perempuannya.

Setelah empat tahun, Brother Mou Tham dan para putranya telah mengumpulkan cukup uang untuk membawa keluarganya ke Bait Suci Selandia Baru. Seluruh keluarganya yang adalah anggota [Gereja] pergi, kecuali seorang anak perempuan, yang sedang menantikan kelahiran bayinya.

Brother Mou Tham kembali dari bait suci langsung ke New Caledonia, di mana dia bekerja selama dua tahun lagi untuk membayar perjalanan bagi putrinya yang tidak ikut ke bait suci bersama mereka—putri yang telah menikah, anak, serta suaminya.

Di tahun-tahun mereka kemudian, Brother dan Sister Mou Tham berhasrat untuk melayani di bait suci. Saat itu Bait Suci Papeete Tahiti telah dibangun dan didedikasikan, dan mereka melayani empat misi di sana.3

Brother dan sister, bait suci lebih dari sekadar batu dan semen. Itu dipenuhi dengan iman dan puasa. Itu dibangun dari kesulitan dan kesaksian. Itu dipersucikan dengan pengurbanan serta pelayanan.

Bait suci pertama yang dibangun pada dispensasi ini adalah Bait Suci Kirtland, Ohio. Para Orang Suci pada saat itu miskin, akan tetapi Tuhan telah memerintahkan agar sebuah bait suci dibangun, maka mereka pun membangunnya. Penatua Heber C. Kimball menulis tentang pengalaman itu, “Tuhan hanya mengetahui pemandangan kemiskinan, kesulitan dan penderitaan yang kami lalui untuk menyelesaikan pembangunan ini.”4 Dan kemudian, setelah semua diselesaikan dengan sedemikian teliti, para Orang Suci dipaksa untuk meninggalkan Ohio dan bait suci terkasih mereka. Mereka akhirnya menemukan tempat berlindung—meskipun itu bersifat sementara—di tepi Sungai Mississippi di negara bagian Illinois. Mereka menyebut permukiman mereka Nauvoo, dan rela untuk memberikan semua milik mereka sekali lagi dan dengan sepenuh iman mereka, mereka membangun bait suci lain bagi Allah mereka. Meskipun demikian, penganiayaan mendera, dan dengan Bait Suci Nauvoo yang baru saja rampung, mereka diusir dari rumah-rumah mereka sekali lagi, mencari tempat perlindungan di tempat tandus.

Perjuangan dan pengurbanan itu dimulai sekali lagi sewaktu mereka bekerja selama 40 tahun untuk mendirikan Bait Suci Salt Lake, yang berdiri dengan megahnya di blok bagian selatan dari tempat kita berkumpul saat ini di Pusat Konferensi.

Beberapa pengurbanan serupa yang pernah ada berkaitan dengan pembangunan dan dengan kehadiran bait suci. Begitu banyak orang yang telah bekerja dan berjuang untuk memperoleh bagi diri mereka dan bagi keluarga mereka berkat-berkat yang terdapat di dalam bait suci Allah.

Mengapa begitu banyak orang rela memberikan begitu banyak agar menerima berkat-berkat bait suci? Mereka yang memahami berkat-berkat kekal yang datang dari bait suci tahu bahwa tidak ada pengurbanan yang terlalu besar, tidak ada harga yang terlalu berat, tidak ada perjuangan yang terlalu sulit agar dapat menerima berkat-berkat itu. Tidak pernah ada begitu banyak mil untuk dilalui, terlalu banyak rintangan untuk diatasi, atau terlalu banyak ketidaknyamanan untuk ditanggung. Mereka memahami bahwa tata cara-tata cara yang diterima di bait suci yang mengizinkan kita untuk kelak kembali kepada Bapa Surgawi kita dalam hubungan keluarga kekal dan untuk diberkahi dengan berkat-berkat dan kuasa dari atas adalah sepadan dengan setiap pengurbanan dan setiap upaya.

Dewasa ini kebanyakan dari kita tidak harus mengalami kesulitan besar untuk dapat menghadiri bait suci. Delapan puluh lima persen dari keanggotaan Gereja sekarang tinggal dalam jarak 200 mil (320 km) dari sebuah bait suci, dan untuk sebagian besar dari kita, jarak itu jauh lebih pendek.

Jika Anda telah pergi ke bait suci bagi diri Anda sendiri, dan jika Anda tinggal dalam jarak yang cukup dekat dengan sebuah bait suci, pengurbanan Anda dapatlah menyisihkan waktu dalam kehidupan Anda yang sibuk untuk mengunjungi bait suci secara rutin. Ada banyak yang harus dilakukan di bait suci untuk mewakili mereka yang menunggu di luar tabir. Sewaktu kita melakukan pekerjaan bagi mereka, kita akan tahu bahwa kita telah melaksanakan apa yang tidak dapat mereka lakukan bagi diri mereka. Presiden Gereja, Joseph F. Smith, dalam sebuah pernyataan yang kuat, menuturkan, “Melalui usaha-usaha kita atas nama mereka rantai-rantai belenggu mereka akan terlepas dari mereka dan kegelapan yang menyelimuti mereka akan lenyap, agar terang dapat bersinar ke atas mereka dan mereka akan mendengar di dunia roh mengenai pekerjaan yang telah dilakukan bagi mereka oleh anak-anak mereka di sini, dan akan bersukacita bersama Anda dalam kinerja Anda akan tugas-tugas ini.”5 Brother dan sister yang terkasih, pekerjaan itu harus kita lakukan.

Dalam keluarga saya sendiri, beberapa dari pengalaman kami yang paling sakral dan berharga telah terjadi ketika kami berkumpul bersama di bait suci untuk melaksanakan tata cara-tata cara pemeteraian bagi leluhur kami.

Jika Anda belum pernah ke bait suci, atau jika Anda pernah namun saat ini tidak memenuhi syarat untuk mem iliki rekomendasi, tidak ada gol yang lebih penting untuk Anda kerjakan selain menjadi layak untuk pergi ke bait suci. Pengurbanan Anda mungkin saja membawa kehidupan Anda dalam kesesuaian dengan apa yang disyaratkan untuk menerima sebuah rekomendasi, mungkin dengan meninggalkan kebiasaan menahun yang membuat Anda tidak memenuhi syarat. Itu mungkin saja memiliki iman dan disiplin untuk membayar persepuluhan Anda. Apa pun itu, jadilah memenuhi syarat untuk memasuki bait suci Allah. Dapatkan rekomendasi bait suci dan anggaplah itu sebagai harta berharga, karena demikianlah adanya.

Sampai Anda telah memasuki rumah Tuhan dan telah menerima semua berkat yang menanti Anda di sana, Anda belum memperoleh semua yang telah Gereja tawarkan. Semua berkat penting dan tertinggi dari keanggotaan dalam Gereja adalah berkat-berkat itu yang kita terima dalam bait suci Allah.

Nah, teman-teman muda terkasih yang masih belia, senantiasa jadikanlah bait suci gol Anda. Jangan melakukan apa pun yang akan menahan Anda dari memasuki pintu-pintunya dan mengambil berkat-berkat sakral dan kekal di sana. Saya menghargai Anda yang telah pergi ke bait suci secara rutin dan melaksanakan pembaptisan bagi mereka yang telah meninggal, bangun pagi-pagi sekali agar Anda dapat berperan serta dalam pembaptisan seperti itu sebelum sekolah dimulai. Saya tidak dapat memikirkan cara yang lebih baik untuk memulai hari.

Kepada Anda para orang tua dari anak-anak muda, izinkan saya membagikan kepada Anda nasihat bijak dari Presiden Spencer W. Kimball. Dia menuturkan, “Akan sangatlah baik jika … para orang tua akan meletakkan di setiap kamar tidur di rumah mereka sebuah gambar bait suci agar [anak-anak mereka], sejak [mereka] balita, dapat memandang gambar itu setiap hari [sampai] itu menjadi bagian dari [kehidupan mereka]. Ketika [mereka mencapai] usia dimana [mereka perlu] membuat keputusan [yang] sangat penting [mengenai pergi ke bait suci], keputusan itu sudah dibuat.”6

Anak-anak kita menyanyikan di Pratama:

‘Ku senang ke bait suci,

‘Ku ‘kan masuk nanti.

‘Tuk janji pada Bapa,

Dan mematuhi-Nya.7

Saya memohon kepada Anda untuk mengajari anak-anak Anda tentang pentingnya bait suci.

Dua dapat menjadi tempat yang menantang dan sulit untuk hidup. Kita sering kali dikelilingi oleh apa yang akan menghancurkan kita. Sewaktu Anda dan saya pergi ke rumah kudus Allah, sewaktu kita mengingat perjanjian-perjanjian yang kita buat di dalamnya, kita akan lebih mampu untuk menanggung setiap pencobaan dan mengatasi setiap godaan. Di tempat yang sakral ini kita akan menemukan kedamaian; kita akan diperbarui dan diperkuat.

Sekarang, brother dan sister, izinkan saya menyebutkan satu lagi bait suci sebelum saya menutup. Tidak lama lagi, sewaktu bait suci-bait suci dibangun di seluruh dunia, satu akan berdiri di sebuah kota yang terbentuk lebih dari 2.500 tahun silam. Saya berbicara tentang bait suci yang sekarang sedang dibangun di Roma, Italia.

Setiap bait suci adalah rumah Allah, yang memenuhi fungsi yang sama dan dengan berkat-berkat serta tata cara-tata cara yang sama pula. Bait Suci Roma Italia, secara unik, dibangun di sebuah lokasi paling bersejarah di dunia, kota di mana para Rasul zaman dahulu, Petrus dan Paulus, mengkhotbahkan Injil Kristus dan di mana mereka masing-masing mati syahid.

Oktober lalu, sewaktu kami berkumpul di sebuah tempat yang indah di pinggiran kota bagian timur laut sudut Roma, adalah kesempatan saya untuk mengucapkan doa pendedikasian sewaktu kami bersiap untuk mencangkul tanah. Saya merasa terilhami untuk meminta senator Italia, Lucio Malan, dan wakil walikota Roma, Giuseppe Ciardi, untuk berada di antara orang-orang pertama yang mencangkul tanah. Masing-masing telah menjadi bagian dari keputusan untuk mengizinkan kami membangun sebuah bait suci di kota mereka.

Hari berawan namun hangat, dan meskipun tampak akan hujan, namun hanyalah gerimis. Sewaktu paduan suara yang luar biasa menyanyikan, dalam bahasa Italia, lirik indah “Roh Allah,” semua orang merasa seolah surga dan bumi bergabung dalam nyanyian pujian dan rasa syukur yang agung kepada Allah Yang Mahakuasa. Air mata tidak dapat ditahan.

Pada hari-hari mendatang, orang-orang yang setia di Kota Kekal ini, akan menerima tata cara-tata cara yang kekal dalam sifatnya di rumah kudus Allah.

Saya senantiasa bersyukur kepada Bapa Surgawi saya atas bait suci yang sekarang dibangun di Roma dan atas semua bait suci kita, di mana pun itu berada. Masing-masing berdiri sebagai mercusuar bagi dunia, suatu ungkapan akan kesaksian kita bahwa Allah, Bapa Kekal kita, hidup, bahwa Dia berhasrat untuk memberkati kita dan, sesungguhnya, untuk memberkati para putra dan putri-Nya di segala generasi. Setiap bait suci kita merupakan suatu ungkapan akan kesaksian kita bahwa kehidupan setelah kematian senyata dan sepasti kehidupan kita di bumi ini. Saya bersaksi.

Brother dan sister yang terkasih, semoga kita melakukan apa pun pengurbanan yang diperlukan untuk menghadiri bait suci dan memiliki roh bait suci di hati dan di rumah kita. Semoga kita mengikuti jejak Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, yang membuat pengurbanan terakhir bagi kita, agar kita dapat memiliki kehidupan kekal dan permuliaan dalam kerajaan Bapa Surgawi kita. Inilah doa tulus saya, dan saya mengucapkannya dalam nama Juruselamat kita, Yesus Kristus, Tuhan, amin.

Catatan

  1. Joseph F. Smith, dalam Conference Report, Oktober 1902, 3.

  2. Lihat Vilson Felipe Santiago dan Linda Ritchie Archibald, “From Amazon Basin to Temple,” Church News, 13 Maret 1993, 6.

  3. Lihat C. Jay Larson, “Temple Moments: Impossible Desire,” Church News, 16 Maret 1996, 16.

  4. Heber C. Kimball, dalam Orson F. Whitney, Life of Heber C. Kimball (1945), 67.

  5. Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Joseph F. Smith (1998), 257.

  6. The Teachings of Spencer W. Kimball, disunting oleh Edward L. Kimball.

  7. Janice Kapp Perry, “’Ku Ingin ke Bait Suci,” Buku Nyanyian Anak-Anak, 99.