2008
Membuka Hati Kita
Mei 2007


Membuka Hati Kita

Marilah kita menjadikannya bagian dari usaha kita setiap hari untuk membuka hati kita bagi Roh.

Elder Gerald N. Lund

Hari ini, saya ingin berbicara mengenai pentingnya membuka hati kita bagi Roh Kudus.

Setelah pembaptisan, kita ditetapkan dan diberi Roh Kudus. Ini adalah karunia tertinggi. Roh Kudus menghibur, mengajar, memperingatkan, menerangi, dan mengilhami kita. Nefi menyatakannya secara sederhana: “Jika kamu masuk melalui pintu gerbang, dan menerima Roh Kudus, Ia akan memperlihatkan kepadamu segala hal yang harus kamu lakukan.”1 Kita memerlukan bantuan Roh Kudus jika kita harus melewati dengan selamat melalui apa yang Rasul Paulus sebut “masa yang sukar”2 yang di dalamnya sekarang kita hidup.

Roh Kudus adalah pribadi roh, yang mengizinkan-Nya untuk tinggal di hati kita dan berkomunikasi secara langsung dengan roh kita.3 Suara Roh diuraikan sebagai suara yang lembut, dan suara yang berbisik.4 Bagaimana sebuah suara dapat lembut? Mengapa itu seperti sebuah bisikan? Karena Roh hampir selalu berbicara dalam pikiran kita dan dalam hati kita5 daripada di telinga kita. Presiden Boyd K. Packer telah mengatakan, “Roh Kudus berbicara dengan suara yang Anda rasakan lebih dari sekadar yang Anda dengarkan.”6

Kita merasakan hal-hal dalam hati kita. Dalam tulisan suci para nabi mengajarkan bahwa wahyu pribadi erat kaitannya dengan hati. Sebagai contoh:

Mormon mengajarkan, “Karena kelembutan dan kerendahan hati datanglah kunjungan Roh Kudus.”7

Alma mengatakan, “Orang yang akan mengeraskan hatinya akan menerima bagian yang lebih kecil daripada firman, dan orang yang tidak mengeraskan hatinya, kepadanya akan diberikan bagian yang lebih besar daripada firman.”8

Mormon menulis tentang bangsa Nefi, “[Jiwa mereka dipenuhi] dengan kesukaan dan penghiburan … karena penyerahan hati mereka kepada Allah.”9

Kemudian Pemazmur menulis, “Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka Tuhan mendengar.”10

Bukankah itu sesuatu yang kita semua cari, brother dan sister—untuk dapat dikunjungi oleh Roh Kudus, agar Tuhan lebih dekat dengan kita, untuk menemukan kesukaan dan penghiburan dalam kehidupan kita? Jika demikian, maka dengan seksama menilai kondisi hati kita merupakan salah satu hal paling penting yang kita dapat lakukan dalam kehidupan ini.

Hati adalah sebuah tempat yang lembut. Itu peka terhadap banyak pengaruh, baik positif maupun negatif. Itu dapat tersakiti oleh orang lain. Itu dapat mati karena dosa. Itu dapat dilembutkan oleh kasih. Sejak dini dalam kehidupan kita, kita belajar untuk menjaga hati kita. Itu seperti kita membangun pagar di sekeliling hati kita dengan pintu di dalamnya. Tidak seorang pun dapat memasuki pintu itu kecuali kita mengizinkannya.

Dalam beberapa hal pagar yang kita bangun di sekeliling hati kita dapat diumpamakan dengan pagar kecil yang memiliki tanda “Selamat Datang” pada pintu gerbangnya. Hati lainnya telah sedemikian tersakiti atau mati karena dosa, sehingga hati itu dipagari dengan besi baja setinggi delapan kaki (2,5 m) yang di atasnya dipasangi kawat berduri di sekelilingnya. Pintu gerbang itu digembok dan memiliki tanda besar di atasnya “Dilarang Masuk.”

Marilah kita menerapkan gagasan pintu gerbang bagi hati untuk menerima wahyu pribadi. Nefi mengajarkan, “Apabila seseorang berbicara dengan kuasa Roh Kudus, kuasa Roh Kudus itu membawanya kepada hati anak-anak manusia.”11 Penatua David A. Bednar memerhatikan penggunakan kata kepada: “Mohon memerhatikan bagaimana kuasa Roh membawa pesan kepada dan bukan ke dalam hati …. Pada akhirnya, … isi dari sebuah pesan dan kesaksian dari Roh Kudus menembus ke dalam hati hanya jika si penerima mengizinkannya masuk.”12

Mengapa sekadar kepada hati? Hak pilihan individu sangatlah kudus, sehingga Bapa Surgawi tidak akan pernah memaksakan hati manusia, bahkan dengan segala kuasa-Nya yang tak terbatas. Manusia mungkin mencoba melakukannya, namun Allah tidak. Dengan perkataan lain, Allah mengizinkan kita menjadi penjaga, atau penjaga pintu, dari hati kita. Kita harus, dengan kehendak bebas kita, membuka hati kita bagi Roh, karena Dia tidak akan memaksakan Diri-Nya kepada kita.

Jadi bagaimana kita membuka hati kita?

Dalam Khotbah di Bukit, Juruselamat berfirman, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”13 Jika sesuatu suci, itu tidak tercemar atau ternoda oleh hal-hal yang seharusnya tidak ada di dalamnya. Kesucian hati tentu saja merupakan satu-satunya syarat paling penting untuk menerima ilham dari Allah. Sementara tidak satu pun dari hati kita sempurna, semakin tekun kita berusaha untuk mengurangi ketidaksucian, atau mengeluarkan hal-hal yang tidak seharusnya ada di dalamnya, semakin kita membuka hati kita bagi Roh Kudus. Perhatikan janji manis dari Nabi Yakub ini: “Hai kamu sekalian yang berhati murni, angkatlah kepalamu dan terimalah firman Allah yang menyenangkan dan kenyangkanlah diri dengan kasih-Nya.”14

Ketika di Penjara Liberty, Nabi Joseph menerima sebuah wahyu yang menguraikan kondisi beberapa hati:

“Lihatlah, banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang terpilih. Dan mengapa mereka tidak dipilih?

Sebab hati mereka begitu melihat kepada hal-hal keduniaan ini dan mendambakan kehormatan manusia.”15

Banyak orang di dunia sekarang hidup dalam keadaan berkelimpahan dan penuh kedamaian. Dalam Kitab Mormon, kemakmuran sering kali menuntun orang-orang menjauh dari Tuhan. Mormon memperingatkan, ”Kita dapat melihat bahwa tepat pada saat Ia menjadikan umat-Nya makmur, ya, dalam penambahan hasil ladang mereka, domba serta lembu mereka, dan emas dan perak dan segala macam barang berharga, dan dari setiap macam dan pengerjaannya …, pada saat itulah mereka mengeraskan hati mereka dan melupakan Tuhan Allah mereka.”16

Tuhan mencatat tiga akibat alami karena menaruh hati seseorang pada hal-hal dunia: Pertama, kita berusaha untuk menyembunyikan dosa-dosa kita alih-alih bertobat darinya. Selanjutnya, kita berusaha untuk memuaskan kesombongan dan ambisi sia-sia daripada mencari hal-hal dari Allah. Terakhir, kita mulai menjalankan kekuasaan yang tidak benar terhadap orang lain.17

Perhatikan bahwa kesombongan adalah akibat alami dari menaruh hati kita pada hal-hal dari dunia. Kesombongan dengan cepat membuat hati kita mati rasa terhadap bisikan-bisikan rohani. Sebagai contoh, Tuhan berfirman, “Aku, Tuhan, tidak senang kepada hamba-Ku Sidney Rigdon; dia meninggikan diri dalam hatinya dan tidak menerima nasihat, tetapi menyedihkan Roh.”18 Bandingkan itu dengan janji ini: “Hendaklah engkau rendah hati; maka Tuhan Allahmu akan membimbingmu dan menjawab doa-doamu.”19

Dalam wahyu di Penjara Liberty, Tuhan menjelaskan dampak dari hati duniawi: “Lihatlah surga akan menarik dirinya, Roh Tuhan menjadi sedih; dan … lihatlah, sebelum dia sadar, dia dibiarkan sendiri.”20 Brother dan sister, di “masa yang sukar ini,” kita tidak boleh membuat Roh bersedih dan kita dibiarkan sendirian.

Saya katakan lagi, kondisi hati kita secara langsung memengaruhi kepekaan kita terhadap hal-hal rohani. Marilah kita menjadikannya bagian dari usaha kita setiap hari untuk membuka hati kita bagi Roh. Karena kita adalah para penjaga hati, kita dapat memilih untuk melakukan hal itu. Kita memilih apa yang kita biarkan masuk atau kita pertahankan. Untungnya Tuhan senang menolong kita memilih dengan bijaksana.

Saya menutup dalam keksaksian dengan dua janji yang telah Dia buat kepada mereka yang berusaha untuk datang kepada-Nya: “Oleh karena itu saudara-saudaraku yang kukasihi, berdoalah kepada Bapa dengan segala kekuatan hati, supaya kamu boleh dipenuhi dengan kasih-[Nya], … supaya kita dapat dimurnikan bahkan seperti Ia itu murni adanya.”21

Dan akhirnya pernyataan yang menggugah hati dari Rasul Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”22

Semoga kita senantiasa memohon kepada Kristus untuk memperkuat hati kita dan mengisinya dengan kasih-Nya, adalah doa saya, dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. 2 Nefi 32:5.

  2. 2 Timotius 3:1.

  3. Lihat A&P 8:2.

  4. Lihat A&P 85:6.

  5. Lihat A&P 8:2.

  6. Boyd K. Packer, Ensign, November 1994, hlm. 60.

  7. Moroni 8:26.

  8. Alma 12:10.

  9. Helaman 3:35.

  10. Mazmur 34:18.

  11. 2 Nefi 33:1; penekanan ditambahkan.

  12. “Seek Learning by Faith,” Liahona, September 2007, 17.

  13. Matius 5:8.

  14. Yakub 3:2.

  15. A&P 121:34–35.

  16. Helaman 12:2.

  17. Lihat A&P 121:36–37.

  18. A&P 63:55.

  19. A&P 63:55.

  20. A&P 121:37–38.

  21. Moroni 7:48.

  22. Filipi 4:13.