“Kita Tidak Akan Menyerah, Kita Tidak Dapat Menyerah”
Hiduplah sesuai dengan standar-standar Anda. Belalah apa yang Anda yakini.
Bersama setiap dari Anda, saya dengan rasa syukur mendukung kehendak Allah bagi umat-Nya. Terima kasih Presiden Monson untuk kemurnian hati Anda.
Ketika Joseph Smith muda menceritakan kebenaran tentang pengalaman kudusnya di hutan kecil, dia dianiaya dan diperlakukan secara tidak baik. Musuh menggunakan ejek-an sebagai senjata melawannya. “Aku seorang anak yang tidak dikenal, … namun demikian, para tokoh terkemuka cukup memberikan perhatian yang cukup besar untuk mengarahkan pikiran banyak orang terhadap diriku, dan menciptakan suatu pengejaran yang sengit ….”1
Joseph tumbuh dalam kesabaran, kesederhanaan dan iman, terlepas dari kehadiran musuh di setiap medan. Dalam kata-kata Joseph sendiri, ”Orang-orang yang jahat dan berniat buruk telah bergabung untuk menghancurkan yang tidak bersalah, … namun Injil yang agung dalam kegenapannya menyebar.”2 …. Tidak ada tangan yang tidak murni yang dapat menghentikan pekerjaan dari perkembangannya.”3
Bahkan hari ini ada orang-orang yang salah memahami ajaran kita dan menantang nilai-nilai tak berubah yang dengannya kita diundang untuk hidup.
Ethan, teman muda saya, menghampiri ibunya dengan pertanyaan berbobot. Seperti remaja umumnya, Ethan ingin mandiri, berdikari dan dikelilingi teman-teman yang baik. Dia mencoba membuat sendiri pilihan- pilihan yang baik. Dia amat gagah berani, bekerja keras untuk nilai yang baik, dan mempelajari tulisan suci setiap hari. Seperti semua anak muda, Ethan menghadapi godaan yang amat besar. Itu datang di aula sekolahnya, di Internet, di film dan musik. Itu dapat terdengar dalam bahasa yang tidak baik dan terlihat dalam cara berpakaian yang provokatif. Apa yang keliru sering dibuat tampak benar. Kegelisahan dan ketakutan akan penolakan adalah biasa di antara kaum remaja. Tekanan teman sebaya sering kali sulit ditampik. Ethan merasa dibombardir dengan nilai-nilai yang bertentangan.
Ini pertanyaan yang diajukan kepada ibunya: “Bu, apakah saya perlu menurunkan standar saya untuk mempertahankan teman-teman saya?”
Itu pertanyaan mendalam untuk kita masing-masing renungkan dalam setiap tahap kehidupan kita. Apakah kita menurunkan standar kita agar selaras dengan lingkungan huni kita? Apakah kita mengubah nilai-nilai kita agar selaras dengan situasi di tempat kerja atau agar populer di sekolah?
Ibu Ethan yang mengasihi menjawabnya dengan mantap tidak.
Saya pun, dengan tegas menjawab: “Jangan lakukan itu, Ethan. Jangan pernah lupa bahwa Anda adalah seorang putra Allah dan Dia mengasihi Anda. Hiduplah sesuai dengan standar-standar Anda. Belalah apa yang Anda yakini. Kadang-kadang itu tidak mudah dan Anda mungkin berdiri sendirian untuk sesaat. Carilah teman yang memiliki integritas dan karakter, kemudian pergilah kepada mereka dan nyatakan penghargaan atas teladan mereka. Anda mungkin bahkan menemukan seseorang yang telah merasa kesepian seperti Anda. Berdoalah memohon bimbingan dan perlindungan Tuhan. Dia akan mendukung Anda. Dia akan menjadi teman yang dapat dipercaya dan Anda akan menemukan bahwa teladan Anda akan menarik banyak teman yang akan menimba keberanian dari kekuatan karakter Anda.”
Nefi mengajarkan kepada kita sebuah asas sederhana yang penuh kekuatan dalam menceritakan kembali mimpi ayahnya mengenai pohon kehidupan. Dia menggambarkan jalan yang sesak dan sempit menuju pohon dan sebuah bangunan yang besar dan luas. Bangunan ini dipenuhi dengan orang yang mengenakan pakaian yang amat bagus dan indah. Mereka semua menunjukkan sikap mencemooh dan menudingkan jari ke arah orang-orang yang memakan buah pohon itu. Mereka berusaha mengeluarkan orang-orang dari jalan itu dan masuk ke dalam gedung. Dari semua yang terlihat, orang di dalam tampaknya menikmati waktu yang menyenangkan. Betapa citra yang tak terlupakan akan godaan. Penatua Neal A. Maxwell mengatakan, “Tawa dunia hanyalah bentuk kesepian yang berusaha meyakinkan dirinya sendiri.”4
“Dan besarlah jumlah orang banyak yang memasuki bangunan yang aneh itu .… Mereka menudingkan telunjuk penghinaan kepadaku dan juga kepada mereka yang sedang memakan buah itu, tetapi kami tidak menghiraukan mereka.”5
Di sana di akhir ayat itu ada asas Nefi yang penuh kekuatan, suatu jawaban terhadap tekanan teman sebaya yang tidak diinginkan: “Tetapi kami tidak mengindahkan mereka.”
Presiden Boyd K. Packer baru-baru ini menekankan asas pedoman ini: ”Betapapun sepertinya kita salah langkah, betapapun standar dilecehkan, betapapun orang lain menyerah, kita tidak akan menyerah, kita tidak dapat menyerah”6
Apakah kita mengenali godaan ketika itu tersamar dengan baiknya?
Apakah kita bersedia untuk memerangi pertempuran yang tidak populer?
Paulus dengan jelas memperingatkan bahwa kita hendaknya tidak hanya “menyenangkan hati orang; tetapi [sebagai] hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah.”7
Waktunya telah tiba ketika kita harus mempertahankan posisi tidak menyerah. Kita harus menambatkan tiang penopang kita mendengarkan nabi Allah, dan mengikuti nasihat mereka.
Kata Paulus kepada Timotius: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita”8
Dibutuhkan keberanian untuk membuat pilihan-pilihan yang baik, bahkan ketika orang lain di sekitar kita memilih yang berbeda. Sewaktu kita membuat pilihan yang benar hari demi hari dalam hal-hal kecil, Tuhan akan memperkuat kita dan membantu kita memilih yang benar selama saat-saat yang lebih sulit.
Ajaran dan nilai yang kita paling hargai tidaklah dianut oleh yang duniawi. Untuk mempertahankan pendirian yang teguh bagi diri kita dan anak-anak kita, pesan Injil yang dipulihkan haruslah tertanam secara kuat dalam hati kita dan diajarkan dalam rumah tangga kita.
Abinadi, seorang Nabi bangsa Nefi, sebagaimana dicatat dalam hanya beberapa bagian yang penuh kekuatan dalam Mosia, mengajarkan kepada kita pelajaran yang abadi yang dengan sempurna memenuhi tantangan abad ke-21.
Abinadi adalah orang dengan keberanian yang tak goyah. Yang membela kebenaran ketika mutlak tidak populer untuk melakukannya. Sewaktu dia dengan berani memanggil orang-orang untuk bertobat, dia tahu nyawanya sendiri berada dalam bahaya. Di dalam benak Anda, Anda dapat melihat gambaran mempesona dari Abinadi yang baru saja dijatuhi hukuman mati. Dia memiliki kesempatan untuk menyelamatkan dirinya dengan menyangkal iman dan kesaksiannya, tetapi alih-alih dia tanpa gentar menyatakan, ”Aku katakan kepadamu, aku tidak akan menarik kembali perkataan yang telah aku ucapkan kepadamu mengenai orang-orang ini, karena itu benar.”9
Kita mungkin tidak perlu kehilangan nyawa kita dalam membela kebenaran, tetapi kita dapat, sama seperti Abinadi, menegakkan tubuh kita sepenuhnya, dan dengan sepenuh hati dan energi, dengan berani memaklumkan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat kita. Dia dahulu dan sekarang adalah Putra dari Yang Mahakuasa. Dia hidup dan Dia mengasihi kita.
Sewaktu kita mengikuti Dia, kita akan mampu membuat pengurbanan dan menaati perjanjian-perjanjian kudus kita. Tuhan telah berfirman kepada kita: “Karena itu, janganlah takut domba-domba kecil; berbuat baiklah; biarlah bumi dan neraka bergabung menentangmu, karena jika engkau dibangun di atas batu karang-Ku, mereka tidak akan dapat memenangkannya …. Pandanglah Aku dalam setiap pemikiran, jangan ragu, jangan takut.”10
Kita harus membentengi diri kita. Benteng rohani yang pasti itu didapatkan dalam dua kata—Yesus Kristus. Mengenai Dia saya dengan rendah hati bersaksi. Dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.